Liputan6.com, Jakarta - Habib adalah gelar kehormatan yang dinisbatkan kepada keturunan (dzurriyah) Nabi Muhammad SAW. Habaib adalah kata jamak dari habib.
Gelar habib di Indonesia cukup populer. Banyak muslim Tanah Air yang menghormati para keturunan Rasulullah SAW.
Tokoh-tokoh besar yang berperan dalam menyebarkan dakwah Islam di Indonesia pun banyak dari kalangan habib. Sebut saja seperti Sholeh bin Muhsin al-Hamid Tanggul, Habib Umar bin Hood Al-Attas, Habib Ali Kwitang, dan masih banyak lagi.
Baca Juga
Advertisement
Orang yang bergelar habib dapat dijumpai di sejumlah daerah di Indonesia. Namun, Sumatera Barat disebut sebagai daerah yang tidak ada habib. Meski demikian, bukan berarti klaim tersebut tidak ada keturunan Rasulullah SAW di ranah Minang.
Jarang atau tidak digunakannya gelar habib di Sumatera Barat menjadi satu pertanyaan dari seorang jemaah yang mengikuti kajian Buya Arrazy Hasyim. Penanya itu membandingkan dengan jumlah persebaran habib di Jawa dan Kalimantan yang cenderung lebih banyak.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Faktor Budaya
“Kenapa setahu saya di Riau dan Sumatera Barat tidak diminati tinggal oleh para habaib? Mereka lebih cenderung pulau Jawa, Kalimantan. Jadi supaya jemaah jangan salah memahami, tolong diberi pencerahan tentang hal itu,” tanyanya dikutip dari tayangan YouTube Reporter Dakwah, Ahad (9/6/2024).
Buya Arrazy menjawab, “Kalau Riau sudah mulai, setiap kota sudah mulai ada. Saya udah ketemu beberapa.”
Adapun soal tidak ditemukan habib di Sumatera Barat, Buya Arrazy mengungkap dua alasan. Pertama adalah soal budaya dan kedua pemahaman dalam mengkaji hadis tentang keturunan nabi.
“Budaya orang Sumatera, khususnya Sumatera Barat termasuk Aceh, Medan juga termasuk, itu budaya egaliter. Kita itu setara. Ente habib, ente juga kan manusia. Nah kaya gitu. Yang paling repot di Sumatera Barat. Semua suku harus ke ibu, bukan lewat bapak. Sedangkan habaib lewat bapak,” jelasnya.
Karena itu, para dzurriyah nabi di Sumatera Barat biasanya tidak lagi menggunakan marga seperti Assegaf, Al-Attas, dan lainnya. Mereka tidak memakai habib, tapi menggunakan gelar Sidi untuk menisbatkan kepada keturunan Rasulullah SAW. Gelar ini bentuk akulturasi budaya dan banyak dipakai di daerah Pariaman.
Advertisement
Pemahaman dalam Mengkaji Hadis
Alasan kedua adalah soal pemahaman mengkaji hadis tentang keturunan Nabi Muhammad SAW. Buya Arrazy bercerita, dia pernah dituduh pengikut syiah ketika menyampaikan hadis tentang menghormati dzurriyah nabi di depan tokoh agama di Payakumbuh
“Kita bacain hadisnya. Nabi mengatakan, aku tinggalkan kepada kamu dua beban, dua wasiat. Pertama kitabullah, yang kedua ahlul bait. Hadis yang masyhur. Itu hadisnya nggak sampe derajat shahih cuma riwayat Ibnu Abu Syaibah,” katanya.
“Yang shahihnya apa? Ada di riwayat Imam Tirmidzi. (Aku tinggalkan dua wasiat) pertama kitab Allah yang kedua ahlul bait. Giliran hadis begini orang orang yang ngaku ustadz sunah gak mau baca,” lanjutnya.
Menurutnya, mencintai kepada ahlul bait berbeda dengan cintanya syiah kepada ahlul bait.
“Kita mencintai ahlul bait tanpa membenci sahabat dan istri-istri nabi. Sedangkan syiah mencintai ahlul bait tapi membenci sebagian sahabat, itu bedanya,” jelasnya.