Liputan6.com, Tel Aviv - Benny Gantz, politikus berhaluan tengah, mengumumkan pengunduran diri dari kabinet perang Israel pada hari Minggu (9/6/2024). Dia menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu salah mengelola perang di Jalur Gaza dan menempatkan kelangsungan hidup politiknya di atas kebutuhan keamanan negara.
"Sayangnya, Netanyahu menghalangi kita untuk mencapai kemenangan sejati, yang merupakan pembenaran atas konsekuensi yang menyakitkan dan berkelanjutan," kata Gantz yang merupakan mantan menteri pertahanan dan wakil perdana menteri Israel, seperti dikutip dari kantor berita AP, Senin (10/6).
Advertisement
Dia menambahkan Netanyahu "membuat janji-janji palsu" dan negaranya perlu mengambil arah yang berbeda karena dia memperkirakan pertempuran akan terus berlanjut pada tahun-tahun mendatang.
Langkah Gantz tidak serta merta menimbulkan ancaman bagi Netanyahu, yang masih menguasai koalisi mayoritas di parlemen. Namun, pemimpin Israel menjadi lebih bergantung pada sekutu sayap kanan yang menentang proposal gencatan senjata terbaru yang didukung Amerika Serikat (AS) dan ingin terus melanjutkan perang.
Kabinet perang Netanyahu dibentuk pada 11 Oktober 2023 atau lima hari setelah perang Israel Vs Hamas terbaru meletus pada 7 Oktober untuk menunjukkan persatuan. Kehadiran Gantz di kabinet ini disebut meningkatkan kredibilitas Israel di mata mitra internasionalnya. Dia dilaporkan memiliki hubungan kerja yang baik dengan para pejabat AS.
Desak Pemilu Segera
Gantz sebelumnya mengatakan dia akan meninggalkan pemerintahan pada 8 Juni jika Netanyahu tidak merumuskan rencana baru untuk Jalur Gaza pascaperang.
Dia membatalkan konferensi pers yang direncanakan pada Sabtu (8/6) malam setelah empat sandera diselamatkan secara dramatis dari Jalur Gaza sebelumnya pada hari itu. Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, setidaknya 274 warga Palestina, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan itu.
Gantz menyerukan Israel mengadakan pemilu pada musim gugur dan mendorong anggota lainnya dari kabinet perang yang juga menteri pertahanan, Yoav Gallant, untuk melakukan hal yang benar serta mengundurkan diri dari pemerintahan.
Advertisement
Netanyahu Bergantung pada Ekstremis Kanan
Pada hari Sabtu, Netanyahu mendesak Gantz untuk tidak meninggalkan pemerintahan darurat masa perang.
"Ini adalah waktunya untuk persatuan, bukan untuk perpecahan," kata Netanyahu, dalam permohonan langsung kepada Gantz.
Keputusan Gantz untuk keluar sebagian besar merupakan langkah simbolis karena rasa frustrasinya terhadap Netanyahu, kata Gideon Rahat, ketua departemen ilmu politik di Universitas Ibrani Yerusalem. Dia mencatat bahwa hal ini dapat semakin meningkatkan ketergantungan Netanyahu pada ekstremis kanan di pemerintahannya, yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
"Saya pikir dunia luar, khususnya AS, tidak terlalu senang dengan hal ini, karena mereka melihat Gantz dan partainya sebagai orang yang lebih bertanggung jawab dalam pemerintahan ini," kata Rahat.
Pada Minggu malam, Ben-Gvir segera menuntut posisi di kabinet perang, dengan mengatakan Gantz dan kabinet itu sebelumnya telah ceroboh dalam upaya perang karena keputusan ideologis yang berbahaya.