Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, membocorkan sejumlah rencana akuisisi perusahaan BUMN ke pasar internasional, yakni PT Pertamina (Persero) ke Brazil dan Perum Bulog ke Kamboja.
Luhut menyatakan, pembangunan ke depan wajib mewaspadai tren global yang terjadi saat ini, khususnya menyoal ketahanan pangan dan energi. Keduanya bisa didapat dari komoditas tebu asal Brazil, yang kini tengah diupayakan oleh Pertamina.
Advertisement
"Presiden sudah memutuskan nanti Pertamina akan akuisisi perusahaan, sekarang lagi due diligence di Brazil, untuk mengambil perusahaan yang bisa mensuplai gula dan juga etanol. Sehingga karena cuaca yang jelek ini, air pollution yang sangat tinggi di Jakarta, kita akan ganti bensin itu secara bertahap dengan bioetanol," ujarnya dalam acara HUT BPP HIPMI ke-52 di Fairmont Hotel, Jakarta, Senin (10/6/2024).
"Nah ini saya kira dalam 3 tahun, 2 tahun ke depan kita akan bisa capai. Sehingga nanti Pertamina memiliki sumber energi dan sumber gula di Brazil, itu akan membuat ketahanan energi kita bagus," seru Luhut.
Masih soal ketahanan pangan, Luhut juga menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Perum Bulog untuk mengamankan stok beras dari Kamboja.
"Sementara itu, Bulog akan akuisisi beberapa sumber beras di Kamboja. Presiden tadi sudah memerintahkan saya untuk kita tindak lanjut. Dan sudah memang ditindaklanjutin, sekarang tinggal kita melakukan due diligence," imbuhnya.
Langkah Akuisisi
Langkah-langkah akuisisi itu didorong lantaran Luhut tengah mewaspadai risiko ekonomi global jangka pendek, dan dampaknya terhadap ekonomi nasional. Dalam hal ini, ia menyoroti konflik geopolitik yang terus panas di Timur Tengah antara Israel dan Palestina.
"Saya kira ini sangat serius masalahnya. Kita lihat Gaza ini penyelesaiannya juga belum jelas, sekarang pemerintah lebih agresif. Tapi ini kan tergantung banyak negara yang berkonflik, ada di sana Hamas, ada di sana juga negara-negara sekitarnya, ada Amerika, ada China, ada Rusia, yang belum pernah terjadi," urainya.
"Jadi kompleksitas masalah di Timur Tengah ini menjadi sangat tinggi. Menurut hemat saya akan berpengaruh terhadap tadi, bisa masalah transportasi, rute angkutan barang, yang akibatnya akan bermuara kepada masalah harga-harga komoditas energi maupun pangan," tekan Luhut Binsar Pandjaitan.
Jual Avtur Ramah Lingkungan, Pertamina Bisa Untung Rp 12 Triliun
Pemerintah tengah mengembangkan bahan bakar nabati seperti biodiesel dan bioetanol. Langkah ini dilakukan karena sumber daya untuk mengembangkan bahan bakar nabati melimpah. Bahkan nilai ekonomi dari pengembangan bahan bakar nabati tersebut sangat besar.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN sektorenergi bisa meraih keuntungan hingga Rp 12 triliun dengan menjual dan ekspor bahan bakar aviasi ramah lingkungan atau sustainable aviation fuel (SAF).
“Diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp 12 triliun per tahun,” ujar Luhut, sebagaimana dikutip melalui akun instagram resminya, @luhut.pandjaitan, dikutip Kamis (30/5/2024).
Angka tersebut diperoleh dengan menghitung nilai ekonomi melalui kapasitas produksi kilang-kilang biofuel Pertamina. Pertamina sebagai pemimpin di bidang transisi energi sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF untuk digunakan pada mesin jet CFM56-7B.
“Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil,” kata Luhut.
Selain itu, katanya, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN.
Mengutip data International Air Transport Association (IATA), Luhut mengatakan bahwa Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade ke depan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar itu mencapai 7.500 ton liter hingga 2030.
Prediksi tersebut lantas menjadi landasan bagi Luhut untuk memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.
Advertisement
Masalah Emisi Karbon
Luhut menyadari bahwa seiring meningkatnya aktivitas penerbangan, emisi karbon yang dihasilkan juga akan terus bertambah. Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting.
“Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia,” kata dia.
Karena itu, lanjutnya, upaya menciptakan bahan bakar aviasi ramah lingkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global.
“Saya menargetkan setelah keluarnya peraturan presiden, SAF dapat kami launching payung hukumnya selambatnya pada Bali International Airshow 2024, September mendatang,” kata Luhut.