Banjir Impor Tekstil Ancam Indonesia, Industri Besar dan UMKM Sama-Sama Kena Getah

Penurunan permintaan bahan baku lokal, peningkatan biaya produksi, serta ketidakpastian regulasi menjadi beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh para pelaku industri.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Jun 2024, 16:40 WIB
Pekerja Pabrik Tekstil. Penurunan permintaan bahan baku lokal, peningkatan biaya produksi, serta ketidakpastian regulasi menjadi beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh para pelaku industri. Dok Kemenperin

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) dengan tegas menolak penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dianggap sebagai langkah mundur bagi kebangkitan industri tekstil nasional.

IKATSI menyatakan keprihatinannya atas regulasi baru ini yang dinilai akan berdampak buruk bagi seluruh sektor industri tekstil, baik manufaktur besar maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Ketua Umum IKATSI Muhammad Shobirin F Hamid mengungkapkan bahwa Permendag 8/2024 mencerminkan ketidakselarasan kebijakan dengan upaya revitalisasi dan peningkatan daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

“Kebijakan ini tidak hanya menurunkan optimisme para pelaku industri, tetapi juga menghambat perkembangan teknologi dan inovasi yang sedang berjalan," ujarnya.

Menurut Shobirin, regulasi ini dapat mengakibatkan penurunan daya saing yang akan berdampak pada turunnya produksi dan kualitas produk tekstil Indonesia. “Pada akhirnya akan mengurangi kemampuan sektor industri TPT menyerap tenaga kerja di Indonesia,” tuturnya.

Permendag 8/2024 juga dipandang sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan industri manufaktur tekstil besar dan UMKM. Banyak pelaku usaha yang baru saja mulai pulih dan bangkit dari dampak Permendag 36/2023 yang sebelumnya juga telah membebani sektor tersebut.

“Bagi UMKM yang baru saja menata ulang strategi bisnis mereka pasca-Permendag 36/2023, kebijakan baru ini bisa menjadi pukulan telak yang mematikan," tegas Shobirin.

Menurutnya, penurunan permintaan bahan baku lokal, peningkatan biaya produksi, serta ketidakpastian regulasi menjadi beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh para pelaku industri. Hal ini menyebabkan banyak pelaku UMKM terpaksa mengurangi kapasitas produksi bahkan menghentikan operasionalnya.

“IKATSI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali penerapan Permendag 8/2024, dan membuka ruang dialog dengan para asosiasi dan perkumpulan, serta pelaku industri TPT untuk mencari solusi terbaik demi keberlanjutan dan kemajuan industri TPT nasional.

Sementara itu, Pengamat Pertekstilan yang juga Mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengemukakan bahwa regulasi Permendag 8/2024 berpotensi meningkatkan ketergantungan pada produk impor.

“Ketika industri lokal tidak mampu bersaing karena regulasi yang tidak mendukung, pasar akan lebih memilih produk impor yang lebih murah dan berkualitas, yang pada akhirnya melemahkan industri domestik," jelasnya.

Rizal juga menyarankan agar pemerintah lebih cermat dalam merumuskan kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri lokal. “Diperlukan regulasi yang proaktif dan responsif terhadap kebutuhan industri serta mampu mendorong inovasi dan daya saing,” tandasnya.

 


Kemenperin Curiga Banjir Pakaian Impor di Indonesia, Data BPS Penyebabnya

Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) khawatir barang impor ilegal kembali membanjiri pasar dalam negeri. Kemenperin mensinyalir adanya perbedaan data impor antara barang masuk dan yang dikirim oleh negara asal ke Indonesia.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan ada selisih antara barang impor yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan data kiriman dari negara lain ke Indonesia. Dengan begitu, bisa diasumsikan ada barang impor ilegal yang masuk ke pasar lokal Indonesia.

Dia meminta persoalan pencegahan impor ilegal dan pengawasan bisa lebih masif dilakukan. Kembali lagi, hal itu guna melindungi produk-produk asli dalam negeri.

"Kami berasumsi adanya impor ilegal yang tidak tercatat, yaitu dengan melihat adanya selisih data antara total impor yang dilaporkan oleh BPS dengan total ekspor yang dilakukan oleh negara lain ke Indonesia yang dilakukan oleh biro statistik negara tersebut," ujar Adie di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (3/6/2024).

 


Pakaian Impor

Para pedagang busana eceran dari berbagai daerah mulai berdatangan ke pasar tekstil grosiran pakaian, seperti Pasar Cipulir dan Pasar Tanah Abang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dia mengatakan, salah satu yang perlu diwaspadai adalah masuknya barang jadi seperti pakaian. Ini merujuk juga pada masifnya pakaian bekas atau thrifting yang marak beredar di pasar lokal.

Adie menegaskan, perlu adanya pengawasan yang kebih ketat untuk kategori barang-barang tersebut. Mengingat adanya selisih data impor barang yang masuk ke Indonesia.

"Terjadi selisih yang cukup besar, nah ini yang kita harapkan persoalan thrifting dan sebagainya juga secara paralel untuk dilakukan pengawasan," tegasnya.

Dalam paparannya, Adie menyoroti soal dampak dari berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Beleid yang mulanya berlaku 10 Maret 2024 itu, berhasil menekan jumlah barang jadi impor ke Indonesia dan menggerakkan industri lokal.

Belakangan, aturan itu direvisi lagi oleh Permendag 8 Tahun 2024 yang memuluskan impor sejumlah komoditas barang. Kemenperin sendiri, sebelumnya khawatir akan adanya banjir barang impor dari berlakunya ketetapan baru itu.

 


Buka Data

Proses produksi tekstil di PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) (Dok: PT Trisula Textile Industries Tbk)

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka data terkait dampak berlakunya pembatasan impor barang jadi dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Ada penurunan impor tekstil dan alas kaki secara signifikan yang membuat industri lokal bisa bernafas lega.

Hal tersebut mengartikan produk lokal dari industri dalam negeri mampu bersaing dengan produk-produk yang beredar. Ini digadang menjadi cara ampuh untuk meningkat daya saing produk. Permendag 36/2023 berlaku efektif 10 Maret 2024.

"Efektivitas pengendalian impor tersebut terluhat pada impor oakaian jadi pada Maret 2024 yang turun signfiikan sebesar 45,23 pereen year on year," kata Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan, di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (3/6/2024).

Diketahui, pada Permendag 36/2023, diperlukan adanya pertimbangan teknis (pertek) untuk beberapa komoditas impor. Serta, memperketat aturan masuknya barang jadi, termasuk di sektor tekstil dan alas kaki.

Adie menjelaskan, upaya tersebut terbukti bisa melindungi dan membuka ruang yang lebih besar bagi industri lokal. Sehingga memiliki kesempatan untuk bertumbuh.

"Penurunan impor pakaian jadi serta kulit tentu ini akan bersinggungan dengan memicunya tumbuhnya industri tekstil pakaian jadi, kulit, barang dari kulit dan alas kaki nasional," tegas dia.

Dia merinci soal penurunan impor tadi. Pada Maret 2023 tercatat impor sebesar 5,2 ribu ton, turun jadi 2,9 ribu ton di Maret 2024. Serta, 3,1 ribu ton di April 2023 menjadi 2,7 ribu ton di April 2024 atau turun 15,1 persen.

Sama halnya dengan impor kulit, produk dari kulit, hingga alas kaki yang turun pada periode yang sama. Misalnya, pada Maret 2023 ada impor sebanyak 25,4 ribu ton dan turun 52,25 persen menjadi 14,7 ribu ton pada Maret 2024.

Lalu, impor April 2023 sebanyak 20,8 ribu ton menjadi 16,5 ribu ton pada April 2024. Artinya ada penurunan 20,76 persen.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya