Liputan6.com, Jakarta Peneliti kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP) Riko Noviantoro berpandangan, Undang-Undang MD3 menjadi instrumen politik dan hukum untuk menjaga pendulum kekuasaan secara lebih tepat. Utamanya, pada fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
“Dalam bahasa sederhana bagaimana menjadikan DPR RI dan MPR RI sebagai mitra yang konstruktif dan strategis bagi eksekutif. Untuk itu perlu sosok negarawan yang akan memimpin kedua lembaga negara tersebut,” kata Riko melalui keterangan tertulis diterima, Selasa (11/6/2024).
Advertisement
Riko menilai, adalah tepat saat sosok Ketua DPR dan Ketua MPR adalah seorang berkualitas negarawan. Artinya, mereka bukan sebatas simbol dan representasi partai politik mayoritas.
“Siapa yang nantinya akan memimpin kedua lembaga tersebut? Menurut Riko DPR-lah yang akan menentukan dalam proses pembahasan revisi UU MD3 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024. Terpenting, sosok tersebut memiliki kualitas negarawan,” saran Riko.
"Mengenai nama calon ketua, lebih baik mengikuti revisi UU MD3. Yang terpenting memiliki kualitas negarawan," imbuh Riko.
Meski begitu, Riko tidak menyebut nama-nama siapa saja yang merepresentasi hal tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berharap revisi Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD, dan DPRD (MD3) akan membawa dampak positif. Khususnya dalam memperkuat fungsi DPR.
"Jelas PKB berharap UU MD3 secara umum dapat memperkuat fungsi dan peran DPR," kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Juni 2024.
Menurut dia, Revisi UU MD3 sendiri diketahui sudah terdaftar di Prolegnas Prioritas. Namun Jazilul mengaku tak mengetahui detail soal perubahan tersebut, termasuk soal aturan pemilihan Ketua DPR.
"Belum sampai ke sana kajiannya yang jelas ingin fungsi DPR lebih kuat ke depan," ucapnya.
Belum Tentu Dibahas
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek merespons kabar revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
Dia mengakui revisi UU MD3 memang sudah masuk Prolegnas prioritas 2023-2024 yang ditetapkan pada tahun lalu. Meski masuk Prolegnas prioritas, namun Awiek menegaskan belum tentu seluruh undang-undang itu akan dibahas.
"Prolegnas prioritas itu banyak ada 47, tiap tahun ngapain dihapus biasa saja Prolegnas prioritas, tetapi Prolegnas prioritas tidak harus dibahas," kata Awiek saat dikonfirmasi, Rabu (3/4/2024).
Awiek memastikan, tidak ada rencana membahas revisi UU MD3. Apalagi saat ini DPR sudah memasuki masa reses.
"Tapi bisa dibahas sewaktu-waktu sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg karena besok sudah reses," tegas dia.
Saat ini juga belum ada dinamika politik di DPR yang mendorong pembahasan revisi UU MD3. Di Baleg tidak ada pembicaraan untuk merevisi UU MD3.
"Sampai hari ini tidak ada pembahasan UU MD3 di Baleg dan tidak ada pembicaraan ke arah sana," imbuh Awiek.
Advertisement
Bukan untuk Rebut Kursi Ketua DPR
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, Ahmad Doli Kurnia mengklaim revisi UU MD3 telah masuk ke prolegnas tujuannya bukan untuk merebut kursi ketua DPR. Melainkan agar melepaskan posisi DPRD, sehingga nanti UU menjadi MD2.
“Kalaupun itu benar, dan ternyata itu informasi benar, itu dalam rangka perbaikan kinerja seperti MPR, DPR, DPD, dan itu sebetulnya MD2, karena DPRD sudah tidak diatur dan sudah masuk undang-undang pemerintah daerah,” kata Doli kepada awak media, di Jakarta, seperti dikutip Selasa (2/4/2024).
“Bisa jadi gagasan muncul revisi MD3 muncul karena untuk mengubah menjadi MD2. Karena DPRD sudah diatur di Undang-undang daerah. Kami di Komisi II, rancangan Undang-undang paket politik, atau Omnibus Law Politic, kami mendorong Undang-undang tentang DPRD,” tambahnya.
Meski demikian, Doli menyatakan dirinya akan mengecek secara langsung terkait UU MD3 yang telah masuk ke prolegnas. Karena dirinya belum mengetahui detail terkait proses pengajuan aturan tersebut.
“Coba saya cek nanti. Karena begini, kan di DPR dari awal pertama masuk diminta menyusun daftar Prolegnas Undang-undang apa saja yang perlu direvisi, dilakukan penyempurnaan atau Undang-undang yang baru selama lima tahun,” ujarnya.