Diam yang Bukan Emas, Pahami Efek Silent Treatment pada Hubungan

Komunikasi Merupakan Hal yang Sangat Penting Dalam Sebuah Hubungan. Memperlakukan Silent Treatment Dapat Menimbulkan Efek Negatif Pada Hal Tersebut.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 12 Jun 2024, 21:00 WIB
Silent treatment diartikan sebagai penolakan untuk berkomunikasi secara verbal dengan pasangan. (Foto: Unsplash/Nik Shuliahin)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam berkomunikasi, ada kalanya seseorang memilih untuk diam sebagai bentuk respons atau cara untuk menyelesaikan konflik. Sikap ini, yang dikenal sebagai "silent treatment" atau "perlakuan diam", sering disalahartikan sebagai cara yang dewasa dan bijaksana untuk menyelesaikan masalah.

Padahal pada kenyataannya, sikap tersebut malah dapat mengakibatkan efek negatif pada hubungan, khususnya pada proses komunikasi interpersonal.

Apa yang Dimaksud dengan Silent Treatment?

Menurut Cleveland Clinic, silent treatment adalah tindakan menahan komunikasi, baik secara sengaja maupun tidak. Bagi sebagian orang, ini merupakan coping mechanism untuk menghadapi situasi sulit.

Namun, bagi yang lain, silent treatment dapat menjadi cara untuk menyakiti atau bahkan memanipulasi orang lain.

Penelitian menunjukkan bahwa silent treatment dapat memicu respons stres pada otak dan tubuh. Ketika merasa dikucilkan atau diabaikan, sistem saraf simpatik kita akan bereaksi, memicu rasa sakit emosional dan stres.

Hal ini disebabkan oleh aktivasi korteks cingulate anterior dorsal, wilayah otak yang bertanggung jawab untuk memproses rasa sakit.

Terlepas dari apakah silent treatment dilakukan dengan sengaja atau tidak, perilaku ini menunjukkan kelemahan dalam komunikasi, resolusi konflik, dan regulasi emosi seseorang.

Silent treatment bukanlah cara yang sehat untuk menyelesaikan masalah dan hanya akan memperburuk situasi serta merusak hubungan.


Apa Dampak dari Silent Treatment?

Silent treatment dapat memberikan dampak emosional yang berbeda pada setiap orang, tergantung pada alasan di baliknya dan bagaimana hal itu dilakukan.

Banyak orang yang mengalami silent treatment merasa frustrasi atau bahkan marah karena kebutuhan emosional mereka tidak terpenuhi. Bagi beberapa orang, terutama mereka yang memiliki kecenderungan untuk menyenangkan orang lain atau memiliki riwayat trauma, silent treatment dapat menimbulkan rasa takut dan kecemasan.

Menurut Dr. Prewitt, seorang psikolog, silent treatment juga dapat membuat seseorang merasa tidak stabil.

"Hal ini dapat menyebabkan banyak kebingungan dan keraguan diri. Anda mungkin mulai mempertanyakan diri sendiri, terutama jika Anda tidak mengetahui alasan di balik silent treatment tersebut."

Ia menambahkan bahwa korban silent treatment mungkin akan terus bertanya-tanya apa yang telah mereka lakukan salah, atau menjadi sangat berhati-hati dalam upaya untuk mencari tahu apa yang "salah" dengan diri mereka.

Korban juga dapat merasa kecewa ketika menyadari bahwa mereka menerima perilaku yang tidak dapat diterima.


Apakah Silent Treatment Termasuk Toxic?

Menurut Dr. Prewitt, kunci untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan memahami niat di balik tindakan tersebut.

  • Perilaku toxic:
  1. Digunakan untuk mengendalikan atau menghukum Anda.
  2. Pelaku menyalahkan Anda atas perilakunya.
  • Bukan perilaku toxic:
  1. Pelaku sedang stres atau terluka dan kesulitan untuk berkomunikasi.
  2. Pelaku tidak berniat untuk menyakiti atau memanipulasi Anda, tetapi hanya kesulitan untuk mengatur emosi.
  3. Terkadang, orang yang melakukan silent treatment mungkin tidak sadar bahwa perilakunya salah.

Hal ini bisa disebabkan karena pola asuh mereka yang terbiasa menggunakan silent treatment sebagai cara untuk menyelesaikan masalah atau menghindari konflik.


Apa yang Harus Dilakukan Jika Pasangan Silent Treatment?

Silent treatment yang berlarut-larut justru dapat memperburuk suatu hubungan. (Foto: Unsplash/Afif Ramdhasuma)

Menghadapi seseorang yang memberikan perlakuan diam bisa menjadi situasi yang rumit. Pertanyaan yang tepat mungkin bukan "bagaimana menghadapinya", melainkan "apakah perlu menghadapinya?".

Menurut Dr. Prewitt, tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan ini. Cara terbaik untuk merespons tergantung pada individu yang melakukannya, alasan di balik perilakunya, dan tingkat keamanan Anda dalam hubungan tersebut.

Perlu diingat bahwa silent treatment tidak selalu menandakan hubungan yang tidak sehat. Dalam beberapa kasus, hal ini menunjukkan bahwa seseorang perlu meningkatkan kemampuan komunikasinya, sedang diliputi emosi, atau perlu melepaskan pola asuh yang mereka pelajari di masa kecil.

Namun, jika Anda yakin bahwa silent treatment digunakan untuk memanipulasi Anda dan Anda masih merasa aman untuk berkomunikasi, Dr. Prewitt menyarankan untuk menggunakan komunikasi yang tegas.

"Anda dapat memberitahu orang tersebut bahwa Anda menyadari apa yang mereka lakukan dan bahwa itu tidak dapat diterima," jelasnya. "Ini adalah kesempatan untuk menjelaskan bagaimana tindakan mereka memengaruhi Anda dan menggambarkan perilaku yang Anda inginkan."

"Jika Anda menyadari bahwa orang ini tidak akan berubah, Anda harus memutuskan sendiri apakah Anda ingin menjadi pihak yang berubah," tegas Dr. Prewitt. "Dan perubahan itu mungkin berarti mengakhiri hubungan tersebut."

Pada akhirnya, keputusan untuk menghadapi silent treatment harus mempertimbangkan berbagai faktor dan disesuaikan dengan situasi Anda. Penting untuk memprioritaskan keamanan dan kesejahteraan diri dalam menghadapi situasi yang sulit ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya