Liputan6.com, Jakarta - Setoran PT Pertamina (Persero) ke kas negara mencapai Rp 304,7 triliun di 2023 lalu. Angka ini tercatat sebagai penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 307,2 triliun.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini menyampaikan, dari tahun ke tahun kontribusi terbesar merupakan dari pajak. Kemudian, diikuti oleh Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan dividen.
Advertisement
"Setoran pajak memang selalu menjadi setoran terbesar, setoran PNBP fluktuatif karena itu terpengaruh oleh ICP terlihat dari ICP membesar pasti setoran PNBP-nya akan membesar juga," kata Emma dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Dalam paparannya, Emma mencatat setoran pajak Pertamina ke negara sebesar Rp 224 triliun atau 74 persen dari total kontribusinya. Kemudian, diikuti dengan PNBP sebesar Rp 66 triliun atau 22 persen dari kontribusi setoran ke negara.
Indonesia Crude Price (ICP) jadi salah satu faktor turunnya setorat PNBP ke negara. Terlihat, pada 2022 lalu ICP ditetapkan sebesar USD 97 per barel, sementara pada 2023 ditetapkan sebesar USD 78 per barel.
Dia mengatakan setoran dividen ke negara ditentukan sebesar Rp 9,4 triliun atau 13,8 persen dari laba bersih konsolidasian. Menurutnya, besaran dividen ini tergantung pada keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Dengan kemarin RUPST kita sepakati dividen pertamina itu disepakati tidak terlalu besar. Kenapa ridak terlalu besar? Karena capex Pertamina sangat besar, jadi dipertahankan untuk cash kita diretain di pertamina karena kemarin saja capex kita Rp 100 triliun," tuturnya.
"Jadi kebijakan dari pemegang saham untuk cashnya diretain di Pertamina dengan working capital yang demikian besar kebutuhannya, jadi dividen diharapkan tidak terlalu besar, tapi tetap harus ada dividen. Itu yang kebijakan dari pemegang saham untuk bisa mempertahankan kondisi casfhlow, dan liquidity, dan serviceability risk Pertamina tetap terjaga baik," sambung Emma.
Setoran ke Negara Konsisten Meningkat
Lebih lanjut, Emma menegaskan setoran ke negara dari Pertamina menunjukkan posisi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Terlihat dari 2020 lalu dengan setoran total Rp 126,7 triliun.
Kemudian, meningkat ke Rp 167,7 triliun di 2021. Serta melonjak tinggi ke Rp 307,2 triliun di 2022. Baru turun tipis ke Rp 304,7 triliun di 2023 lalu.
"Nah ini yang selalu terlihat bahwa kita berkontribusi ke setoran pemerintah dalam 2 tahun terakhir ini selalu diatas Rp 300 triliun," tegasnya.
Advertisement
Laba Bersih Pertamina Tembus Rp 72 Triliun
Diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih sebesar USD 4,44 miliar atau setara Rp 62 triliun pada 2023 lalu. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17 persen dari 2022 ke 2023 lalu.
Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan angka laba bersih Rp 62 triliun itu merupakan laba dari entitas induk. Secara laba keseluruhan, nilainya mencapai Rp 72 triliun. Torehan ini ditopang peningkatan kinerja Pertamina.
"Kita tetap berhasil meningkatkan profibilitas perusahan 17 persen, dimana kita berhasil mebukukan laba bersih meningkat dari tahun 2022 sebesar USD 3,81 miliar menjadi USD 4,44 miliar atau ekuivalen sebesar Rp 62 triliun, ini untuk laba entitas induk, kalau laba total sekitar Rp 72 triliun," tutur Emma dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Dia mengatakan, kinerja perusahaan dibayangi oleh kondisi ketidakstabilan global dan menurunnya parameter Indonesia Crude Price (ICP). Meski begitu, kinerja operasional tercatat mengalami peningkatan sehingga bisa menopang keuntungan tadi.
Restrukturisasi Organisasi
Di sisi lain, Pertamina juga mulai meningkatkan kinerjanya ditopang oleh restrukturisasi organisasi dengan pembentukan holding-subholding beberapa waktu lalu.
"Terlihat di sbelah kanan cost optimization telah membuahkan hasil. Artinya restruktutisasi organisasi, pembentukan holding subholding menghasilan efisiensi yang sangat nyata," kata dia.
Menurut data yang ditampilkannya, laba bersih Pertamina ditopang oleh operasional senilai USD 2,86 miliar atau setara 64 persen dari total. Lalu, USD 1,10 miliar dari optimalisasi biaya atau setara 25 persen.
"Dan juga dari sisi mitigasi rusiko atas mitigasi forex dan juga liability manajemen USD 0,48 miliar. Jadi ini berbagai upaya dan juga telah membuahkan hasil dari restrukturiasi dari organsisasi," pungkasnya.
Advertisement