Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui saat ini Indonesia masih memiliki hambatan tujuan ekspor produk kelautan dan perikanannya ke Uni Eropa, salah satunya terkait pengurusan izin ekspor dalam mendapatkan nomor registrasi atau approval number.
"Ekspor ke Uni Eropa kendala saat ini adalah sebenarnya terkait dengan jumlah approval number, approval number itu dimiliki oleh unit pengelolaan ikan perusahaan yang bisa mengekspor," kata Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan Perikanan (BPP MHKP) Ishartini, dalam konferensi pers di Gedung Mina Bahari 4 KKP, Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Advertisement
Ishartini mengatakan saat ini baru tercatat 176 Nomor Registrasi/Approval Number perizinan ekspor produk perikanan ke luar negeri. Angka tersebut belum bertambah sejak tahun 2017, hal itu dikarenakan masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan diantaranya terkait pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan.
"Sekarang jumlah approval number itu ada 176, dan itu tidak bisa nambah sejak tahun 2017, karena masih ada PR-PR yang dikita sendiri harus bisa selesaikan. Saat ini kita sudah melakukan identifikasi permasalahan-permasalahan," ujarnya.
Adapun terkait pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan sendiri, Ishartini mengakui bahwa Uni Eropa memang sangat ketat dalam memberikan izin ekspor produk perikanan.
"Untuk mutu sendiri Karena persyaratan dari Uni Eropa begitu ketat. Kalau kita lihat dari tren penolakan karena mutu itu tidak terlalu besar dibawah 1% biasanya itu hanya karena kelebihan kandungan logam berat seperti itu," jelasnya.
Menurutnya, kendala ekspor produk perikanan ke pasar Uni Eropa bukan hanya mengenai mutu saja, melainkan Uni Eropa juga sangat ketat dalam menelusuri riwayat produk perikanan sebelum di ekspor. Misalnya, distributor harus memiliki sertifikat, hingga kapal pencari ikannya juga harus bersertifikat.
"Kalau mutu sudah banyak dipenuhi oleh unit pengolahan ikan. Nah, permasalahannya tidak saja mutu di akhir, tetapi juga Uni Eropa mensyaratkan tracesibility awalnya bahan baku, asal bahan baku itu di trace," ujarnya.
"Nah, itu yang harus kita buktikan bahwa bahan baku ini diperoleh dari kapal yang sudah memiliki sertifikat, kemudian didistribusikan oleh supplier yang memiliki sertifikat, kemudian diolah oleh Unit pengolahan ikan yang sudah memiliki sertifikat ini lagi kita beresin mudah-mudahan dalam waktu dekat kami bisa menyampaikan kepada pihak otoritas kompeten di sana," pungkasnya.
Nelayan Maluku Utara Ngeluh Rugi Jual Ikan Tuna di Pasar
Nelayan dari Ternate, Maluku Utara, mengungkapkan tantangan yang mereka hadapi ketika hendak menjual ikan hasil tangkapnya di pasar.
Nelayan ikan tuna anggota KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), Gafur Kaboli mengatakan bahwa pihaknya berharap Pemerintah dapat memperhatikan isu penentuan harga ikan di pasaran yang dapat memberi keuntungan bagi nelayan kecil.
Menurut pengalamannya di lapangan, nelayan skala kecil di pasar kerap dirugikan saat akan menjual ke supplier lantaran penentuan harga oleh perusahaan.
"Kalau terkait dengan mutu, kita yang nelayan kecil sudah dilatih bagaimana penanganan ikan yang baik di atas kapal," kata Gafur dalam Diskusi Publik Bulanan KNTI yang digelar secara daring pada Kamis (13/6/2024).
"Yang kami harapkan sekarang menyangkut dengan pasar, karena nelayan skala kecil semuanya harus menjual ke supplier. Sedangkan supplier mendapat harga dari perusahaan." bebernya.
Apalagi kami adalah nelayan-nelayan yang sebagian besar menangkap tuna, ikan hasil tangkap kami (adalah produk ikan) diekspor. Jadi bagaimana nelayan kecil mendapat harga yang baik, bukan harga ikannya dibuat oleh supplier dengan kepentingan-kepentingan yang pada ujungnya merugikan nelayan kecil," tambahnya.
Advertisement
Harga Jual Ikan
Maka dari itu Gafur berharap, Pemerintah dapat segera melakukan intervensi terkait penentuan harga jual ikan oleh nelayan kecil di pasar.
"Jadi walaupun ikan kita banyak, mutu juga terjamin, tapi kalau pasar tidak menjamin harga yang jelas maka kesejahteraan nelayan tetap dirugikan," ia menekankan.
Gafur lebih lanjut mengungkapkan, meski sudah memasuki musim ikan Tuna di wilayah Timur, masih ada sejumlah perusahaan yang tidak menampung hasil tangkap nelayan.
"Itu sudah kejadian berulang-ulang kali, dan itu adalah ikan-ikan tuna, ikan-ikan (untuk) ekspor," bebernya.