Liputan6.com, Jakarta - Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Tobelo dan SLBN Morotai di Maluku Utara menceritakan berbagai tantangan yang dihadapi para siswa disabilitas terutama dalam mengenyam pendidikan.
Dalam pertemuan dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) pihak SLB menyebutkan bahwa beberapa kendala yang dihadapi para siswa adalah:
Advertisement
- Sarana dan prasarana belajar yang kurang memadai
- Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pendidik
- Biaya transportasi yang tinggi.
Menurut pihak SLB, ini menjadi fakta yang harus segera mendapatkan perhatian. Pasalnya, ini sangat berpengaruh dalam proses belajar-mengajar dan berdampak pada hasil pendidikan di sekolah luar biasa.
Daerah kepulauan yang daratannya dihubungkan melalui transportasi laut memberikan beban biaya tersendiri bagi orangtua dari anak disabilitas. Di samping kebutuhan pokok lainnya yang harus terpenuhi.
Tak sedikit pula siswa berada di pulau yang sama dengan SLB tapi jarak yang perlu ditempuh melalui jalur darat terlampau jauh. Ini tetap menjadi beban ongkos tersendiri yang harus ditanggung oleh orangtua dari siswa disabilitas.
Dalam pertemuan pada Rabu, 13 Juni 2024 itu, kendala jarak dan transportasi disebut-sebut menjadi alasan para siswa disabilitas putus sekolah dan tak mendapat hak pendidikan.
Kendala transportasi juga semakin diperparah dengan dermaga penambat kapal yang tidak seluruhnya ramah disabilitas. Hanya pada dermaga besar, begitupun moda transportasi lautnya yang belum layak akses bagi penyandang disabilitas khususnya bagi ragam disabilitas fisik.
Selain itu, terkait dengan pendataan disabilitas masih belum maksimal dan menyeluruh termasuk dengan ragam disabilitasnya di pulau-pulau yang tersebar di Maluku Utara.
Alat Bantu Disabilitas Masih Minim
Para pegiat disabilitas di Maluku Utara juga menjelaskan tentang pengalamannya dalam membantu dan mendampingi penyandang disabilitas. Menurut mereka, para penyandang disabilitas membutuhkan berbagai alat medis dan alat bantu.
Bantuan selama ini masih minim dan dinilai kurang bagi para penyandang disabilitas untuk menjangkau kebutuhannya.
Pariwisata sumber daya alam sebagai ikon dan daya tarik wisatawan dalam dan luar negeri juga belum mendapatkan sentuhan sarana dan prasarana yang mendukung ramah disabilitas. Padahal, Morotai dijadikan kawasan strategis nasional dengan ikon 'Sail Morotai' yang sudah dipromosikan sekian tahun sebelumnya.
Advertisement
Tanggapan Komisioner KND
Mendengar berbagai tantangan yang ada, Komisioner KKND, Kikin Tarigan menjelaskan bahwa tantangan pelaksanaan penghormatan, pelindungan serta pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas wilayah kepulauan memiliki keunikannya tersendiri.
Dalam kunjungannya di Maluku Utara, ia melakukan dialog langsung dengan pemerintah daerah yaitu dengan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara dan Morotai.
Salah satu yang dibicarakan adalah soal kebutuhan regulasi yang terkait langsung dengan penyandang disabilitas. Serta pendataan penyandang disabilitas yang sangat berkaitan erat dengan permasalahan lainnya.
"Kita sudah berdiskusi langsung (dengan Pemkab Halmahera Utara dan Morotai), sangat positif dan terbuka bahwa ke depan akan ada regulasi yang mengakomodasi tentang penyandang disabilitas,” kata Kikin dalam keterangan pers dikutip Jumat (14/6/2024).
“Termasuk pendataan yang akan ditindaklanjuti langsung oleh dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, yang ini akan berhubungan erat dengan RPP tentang konsesi dan insentif bagi penyandang disabilitas yang sedang dalam penggodokan,” tambahnya.
Konsesi dan insentif disebut akan menjadi solusi bagi masalah biaya transportasi anak-anak didik di SLB yang untuk menempuh sekolahnya harus menyebrang pulau.
Tanggapi Soal Hak Pendidikan Disabilitas
Terkait hak pendidikan disabilitas, Kikin sudah berdiskusi dengan sivitas akademika di 5 Perguruan Tinggi (PT) di Maluku Utara, yakni:
- Universitas Halmahera
- Politeknik Perdamaian Halmahera
- Universitas Hein Namotemo
- Universitas Pasifik Morotai
- Universitas Khairun.
KND dan kelima PT sudah melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) untuk memperkuat peran Tridharma Perguruan Tinggi dalam kontribusi nyata di masyarakat.
"Perguruan Tinggi sebagai entitas akademis yang independen memiliki Tridharma. Ini dapat diimplementasikan dalam kajian, penelitian, pemberdayaan masyarakat yang mengarah pada pemetaan masalah dan potensi serta solusi dalam proses pelaksanaan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas khususnya di Maluku Utara.”
“Yang tentu ini akan menjadi kontribusi akademis kepada pemerintah dan berbagai stakeholder terkait" tuturnya.
Advertisement
Pasti Ada Solusi
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Daerah Disabilitas Kota Ternate, Risal Assor menjelaskan bahwa tantangan pemenuhan hak pendidikan penyandang disabilitas di wilayah kepulauan seperti di Maluku Utara memang sangat kompleks. Namun, ia yakin dukungan dari banyak pihak dengan koordinasi dan kerja sama yang baik akan menghasilkan solusi.
"Dalam rangkaian kerja Komisi Nasional Disabilitas di berbagai tempat di Maluku Utara yang saya ikuti bersama pegiat disabilitas, SLB, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi, semuanya memberikan respons positif dan terbuka,” kata Risal.
“Hal ini menjadi pertanda baik bahwa kolaborasi ini produktif dan kami yakin pelaksanaan P3HPD (penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas) di Maluku Utara akan terus berprogres menjadi lebih baik lagi selanjutnya" tambahnya.