Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap adanya penyelewengan penggunaan anggaran pengentasan stunting dan revolusi mental. Jauh dsri target, anggara itu malah digunakan perbaikan pagar puskesmas hingga membeli motor trail.
Suharso mengatakan, secara peran strategis Kementerian PPN/Bappenas berwenang atas perencanaan pengentasan stunting dan revolusi mental. Namun, pada pelaksanaannya dia tak bisa mengontrol hingga ke titik bentuk penggunaan anggarannya.
Advertisement
Dia mengaku, sempat menelusuri lewat aplikasi KRISNA saat penggunaan anggaran stunting. Namun ternyata diduga diselewengkan untuk perbaikan pagar puskesmas. Bisa dibilang, ini tidak sesuai dengan target sasaran.
"Pengalaman ketika saya pertama masuk ke Bappenas saya melihat di KRISNA misalnya stunting pada waktu itu di KRISNA, stunting, lokasinya saya zoom terus terus sampai akhirnya programnya apa? Nah itu yang selama ini ditiru oleh pak Jokowi, ternyata memperbaiki pagar puskesmas. Itu terjadi pak," ungkap Suharso dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Jumat (14/6/2024).
Perlu diketahui, anggaran stunting pada 2019 dipatok sebesar Rp 25,4 triliun. Kemudian meningkat lebih dari dua kali lipat, sebesar Rp 57,6 triliun di 2024 ini.
Suharso turut mempertanyakan penggunaan anggaran stunting untuk memperbaiki pagar puskesmas tersebut. Dia mengatakan pihaknya tak bisa melakukan pengawasan hingga ke titik itu.
"Saya bilang 'ini kenapa bisa terjadi?' nah itu gak bisa lakukan pak," tegasnya.
Tak cuma itu, Suharso mengatakan ada anggaran revolusi mental yang malah digunakan untuk membeli motor trail. Dia mengaku heran anggaran dengan pos program revolusi mental digunakan untuk memberi kendaraan bermotor yang disinyalir untuk jalan-jalan.
"Terus ini yang luar biasa pak Dolfie, judulnya adalah mengenai revolusi mental, saya telusuri terus, turun, turun ujungnya adalah membeli motor trail. Saya bilang 'ada hubungannya memang ya? motor trail untuk jalan-jalan' gitu," urainya.
Tak Bisa Menindak
Lebih lanjut, Suharso mengatakan, meski bisa melakukan penelusuran tersebut, dia tak kuasa untuk memberikan sanksi. Dia menduga ini karena keterbatasan kewenangan Kementerian PPN/Bappenas.
"Tapi kami gak kuasa bapak, jadi kami itu seperti mengalami ketindihan intelektual, tapi ini ketindihan teknokratik, jadi kami ngerti tapi gak bisa bergerak, gitu pak," katanya.
"Jadi mungkin kewenangannya yang perlu diperbaiki," imbuh Suharso Monoarfa.
Advertisement