Liputan6.com, Jakarta Timbulan sampah kronis di berbagai provinsi dan kabupaten/kota tidak hanya mengganggu estetika dan higienitas, tetapi juga dapat memicu bencana seperti longsoran sampah, pencemaran leachate, pencemaran udara, hingga ledakan gas metana. Salah satu dampak paling fatal timbulan sampah terjadi di TPA Leuwigajah 19 tahun silam, tepatnya tahun 2005 yang menelan 157 korban jiwa. Pada 2023 lalu pun, ada 33 TPA di berbagai kota/kabupaten terbakar
Mengurangi timbulan sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti merancang dan merencanakan proses industrialisasi produk dengan material (produk dan kemasan yang sesedikit mungkin berpotensi menjadi sampah), dan mengembangkan pola konsumsi secara menyeluruh, global dan holistik dalam lingkup makro kemudian diturunkan menjadi berbagai kegiatan teknis pada tingkat mikro.
Advertisement
“Berbagai upaya mengurangi timbulan sampah harus dilakukan untuk menekan dampak lingkungan hidup baik limbah padat, cair maupun gas, terutama penyebab pencemaran udara dan krisis iklim,” kata, Dr Esrom Hamonangan, Ahli Pengelolaan Kualitas Udara yang juga beraktivitas di KOMNAS HAM.
Founder Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC), Ahmad Safrudin menegaskan, sebagian besar perusahaan belum mematuhi ketentuan penyusunan roadmap pengurangan sampah. Padahal, perusahaan manufaktur, retail dan HOREKA (Hotel, REstoran dan Katering) dimandatkan menyusun roadmap pengurangan sampah sebagaimana yang diatur PermenLHK No 75/2019. Demikian halnya provinsi dan kabupaten/kota, juga belum menyusun rencana aksi penanganan sampah yang selaras dengan aksi pengurangan sampah.
Sebagai salah satu mitra pelaksana Audit Sampah Sungai Ciliwung 2023, Ketua Harian NZWMC Amalia S Bendang menyatakan Ciliwung telah menjadi bejana sampah yang unik.
"Timbulan sampah di badan sungai menjadi cermin cara pengelolaan persampahan kita. Produsen, retail, HOREKA masih belum sungguh-sungguh menjalankan upaya pengurangan sampah sesuai amanat regulasi," sebutnya.
Dari total 32.364 sampah yang berhasil dipilah dari 6 titik sampling Sungai Ciliwung, terdapat 10 jenis sampah yang ditemukan dimana 7 diantaranya adalah material polimer termasuk kain, karet, kayu, kertas, logam, plastik, serta gabus.
Sampah plastik paling banyak ditemukan secara konsisten di berbagai titik dalam bentuk kantong kresek baik secara utuh maupun serpihan dengan total akumulasi mencapai 19.466 buah atau sekitar 67.88% dari keseluruhan sampah yang berhasil dikumpulkan dan dipilah. Disusul oleh bentuk sampah bungkus dan sachet plastik yang berhasil dipilah masing-masing sekitar 3.974 dan 3.324 buah atau sekitar 13% dan 11% dari total akumulasi sampah keseluruhan. Sampah bernilai ekonomi seperti botol PET dan cup PP juga masih mengalir di Sungai Ciliwung.
Pada level reduksi sampah ini, Ahmad Safrudin menambahkan bahwa otoritas pemerintah pusat punya peran strategis, di mana banyak izin proses produksi industri dengan kemasan yang berpotensi menjadi limbah menjadi kewenangannya. Untuk itu, dia menegaskan perlunya pentaatan hukum secara ketat (strict liability).
Pengolahan Sampah Basis LCCN
Prof Minoru Fuji menyampaikan, “Penanganan sampah melalui produksi dan pemanfaatan plastik Netral Karbon atau LCCN (Lifecycle Carbon Neutral) merupakan metode pengolahan sampah dengan emisi polusi udara, GRK dan limbah berbahaya yang rendah”.
Peningkatan penggunaan teknologi LCCN Ready (waste to steam) di Jepang, Eropa dan Korea telah menghasilkan manfaat lingkungan dan ekonomi yang signifikan. Dengan metode LCCN dimana limbah domestik dan industri dikumpulkan, dan diangkut ke lokasi site LCCN di industri kompleks, sehingga CCU (Carbon Capture and Utilization) akan lebih mudah diterapkan.
Pengolahan sampah dengan basis LCCN mengolah semua jenis sampah melalui proses panas yang dihasilkan dengan tujuan menghasilkan uap (steam) atau listrik sebagai pilihan. Lalu berbagai senyawa kimia dan residu termasuk CO2 yang dihasilkan akan diproses lebih lanjut untuk diinjeksikan kembali ke dalam steam atau proses produksi tenaga listrik dalam rangka meningkatkan efektivitas produksi melalui konservasi energi.
Hal ini berbeda dengan proses produksi RDF dan ITF yang masih menghasilkan residu padat, cair dan gas termasuk CO2 yang akan membebani lingkungan dalam bentuk pencemaran air, sisa limbah dan pencemaran udara serta GRK yang menjadi ancaman bagi krisis iklim. Dan masih membebani TPA dengan residu padat.
Direktur Penanganan Sampah KLHK, Dr Novrizql Tahar menyampaikan, “Pengolahan sampah berbasis LCCN dapat menjadi solusi pada less landfill policy”.
Less landfill policy adalah andalan waste management KLHK dalam rangka menekan 40 juta ton sampah pada 2030. Climate crisis, biodiversity depletion dan environmental pollution harus diatasi dengan waste management melalui scenario pengurangan sampah pada tataran pencegahan dan skenario pengolahan sampah pada tataran penanganannya.
Skenario pengolahan sampah yang dimaksud mencakup reuse, recycle, energy recovery, landfill dan unmanaged landfill. Sementara itu, Less landfill policy bisa mencakup waste to energy (electricity, steam, RDF), selain pada sanitary landfill dapat juga menghasilkan energy (gas metan, CH4).
Melalui diskusi public “Toward Carbon Neutral Plastic Production and Utilization, The Most Efficiency Urban Waste to Energy”, Dr Novrizal Tahar berharap sejumlah rekomendasi diskusi mampu menjadi terobosan dalam menciptakan carbon netral dan sampah plastik netral pada produksi dan pemanfaatan plastik sehingga tidak lagi menjadi beban lingkungan hidup, sosial dan ekonomi.
(*)
Advertisement