Liputan6.com, Jakarta - Puteri Indonesia Lingkungan 2018 Vania Fitryanti Herlambang membuat pernyataan berani seputar genosida di Palestina. Sesuai titelnya, ia menyoroti serangan militer Israel di wilayah kantong itu dari sisi lingkungan.
Melalui unggahan Instagram-nya, Selasa, 11 Juni 2024, ratu kecantikan itu menulis keterangan dalam Bahasa Inggris yang artinya, "Genosida bertentangan dengan nilai-nilai keberlanjutan 🍉🍉🍉." Di video, ia membuat pernyataan lebih berani.
Advertisement
Vania mengungkap, "Tujuan pembangunan berkelanjutan (SGDs)? Omong kosong! Genosida di Palestina aja masih jalan terus kok. Ngatasin perubahan iklim? Emisinya aja nih Gaza dikepung 281 ribu ton CO2, dan hampir setengahnya itu buat transport supply senjata dari US ke Israel.
Enam puluh hari pertama dari respons militer Israel, ia menambahkan, itu setara dengan membakar 150 ton batu bara. "Jaga air besih? Halah, (ada) 100 ribu meter kubik hasil limbah militer setiap harinya yang mencemari air," ungkapnya.
"Life on land (menjaga ekosistem darat)? Empat puluh delapan persen lahan tutupan pohon rusak! Kesehatan masyarakat? Tiga puluh juta puing-puing berbahaya, (terdapat) zat beracun, belum lagi (berbicara tentang) fasilitas kesehatan yang rusak," bebernya.
"Mau ningkatin pendidikan gimana? Lima puluh satu persen fasilitas pendidikan rusak, 625 ribu murid di Gaza nggak bisa mengakses pendidikan. Woi, katanya 'No one left behind,' tapi nyatanya udah lebih dari 36 ribu orang tewas akibat genosida ini," ucap mantan Puteri Indonesia Lingkungan tersebut.
Vania Herlambang Suarakan Dukungan dengan Boikot
Vania menyambung, "Tolong ya ini buat UN dan negara penguasa di baliknya, nggak usah mimpi, nggak usah ngarep, SGDs tahun 2030 bisa tercapai kalau masih jalan genosidanya. Kalau kalian masih mau SGDs tahun 2030 tercapai, buruan boikot sejumlah brand yang mendukung genosida."
Sebagai penutup, ia mengajak publik untuk terus bersuara tentang genosida di Palestina di platform apapun. Tidak butuh waktu lama bagi unggahan itu menarik sejumlah komentar warganet. Sebagian besar dari mereka memuji pendekatan yang diambil Vania.
"Ini baru putri lingkungan hidup yang paling keren ❤️," kata seorang warganet. Ada juga yang berkomentar, "Great! Baru ini denger suara ttg genosida di Palestina dari sudut pandang SDGs. Artinya memang dampak genosida bkn hanya dr segi kemanusiaan aja, tapi lebih dari itu."
"Menyala kak 🔥🔥🔥 boleh cek juga #RekomendasiBebasAfiliasi untuk cek produk2 substitusi yg aman bebas afiliasi ya 🫡🙏🏻," sahut pengguna berbeda. "Kak buat versi Bahasa Inggris plis biar bisa jangkau audiens lebih luas," saran seorang warganet.
Advertisement
Warga Gaza Rentan terhadap Krisis Iklim
Senada dengan ungkapan Vania, melansir Euronews, Jumat, 14 Juni 2024, hampir dua juta warga Gaza terpaksa mengungsi dan jadi lebih rentan terhadap perubahan iklim karena perang yang memperburuk krisis tersebut. Membangun kembali Gaza setelah pemboman Israel akan menimbulkan kerugian lingkungan sebesar 60 juta ton setara karbon dioksida, menurut sebuah studi baru.
Saat ini, dengan 23 juta ton puing yang tersisa di wilayah Israel, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dibersihkan, sebuah studi baru menyoroti dampak tambahan yang ditimbulkan perang terhadap krisis iklim. Penelitian yang dipublikasikan di Social Science Research Network menunjukkan bahwa emisi dari 120 hari pertama perang melebihi emisi tahunan di 26 negara dan wilayah, dengan Israel bertanggung jawab atas 90 persen emisi tersebut.
Sepuluh persen sisanya berasal dari bahan bakar dan roket Hamas, produksi listrik di Gaza, dan transportasi truk untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan. Berpenduduk padat dan berada di wilayah yang suhunya meningkat 20 persen lebih cepat dibandingkan dunia secara keseluruhan, Gaza sudah sangat rentan terhadap dampak krisis iklim.
Karbon untuk Rekontruksi Gaza di Masa Depan
Keluaran emisi karbon terbesar yang disebutkan dalam analisis ini berasal dari rekonstruksi Gaza di masa depan. Diperkirakan antara 46,8 juta dan 60 juta ton CO2e, lebih tinggi dari emisi tahunan di lebih dari 135 negara, dibutuhkan untuk memulihkan wilayah kantong Palestina tersebut.
Serangan Israel yang terus berlanjut telah merusak atau menghancurkan infrastruktur Gaza, seperti jalan, instalasi pengolahan air dan air limbah, satu-satunya pembangkit listrik di negara itu, jaringan saluran pembuangan dan sumur air, serta sekitar 200 ribu bangunan. Ini termasuk rumah sakit, apartemen, dan sekolah.
Sebelum konflik ini, sekitar 25 persen listrik di Gaza berasal dari panel surya. Dengan sebagian besar kapasitas tenaga surya rusak atau hancur, Gaza kini bergantung pada generator bertenaga diesel untuk menghasilkan listrik, yang menghasilkan 58 ribu ton CO2e2e.
Perkiraan karbon tertinggi yang dihasilkan studi ini untuk seluruh aktivitas sebelum dan sesudah perang sebanding dengan pembakaran 31 ribu kiloton batu bara. Itu cukup untuk menggerakkan 15,8 pembangkit listrik selama setahun.
Advertisement