Selain Kamboja, Ombudsman Dukung Bulog Akuisisi Sumber Beras Vietnam hingga Australia

Beras Bulog nantinya bisa berasal dari beras yang ditanam oleh petani di Vietnam, Thailand, atau Kamboja, di mana lahan di negara-negara tersebut masih murah, sehingga biaya produksinya pun jauh lebih murah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 15 Jun 2024, 10:00 WIB
Suasana saat pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Perum Bulog mendatangkan 5.000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Perum Bulog untuk melakukan program akuisisi beras Kamboja. Langkah ini merupakan program bisnis yang biasa dilakukan perusahaan BUMN. Khususnya Bulog, yang punya kepentingan untuk mengamankan stok cadangan beras pemerintah (CBP).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika berpendapat rencana akuisisi sumber beras di Kamboja oleh Perum Bulog merupakan terobosan yang sangat bagus karena investasi lahan di Indonesia kini semakin mahal. Melalui akuisisi perusahaan beras di Kamboja, ia mengatakan Indonesia tidak perlu lagi mengimpor beras.

"Kalau perlu Bulog itu mengakuisisi lahan-lahan di Vietnam, Thailand, atau Australia," ujar Yeka dikutip dari Antara, Sabtu (15/6/2024). 

Dengan demikian, dia menyebutkan beras Bulog nantinya bisa berasal dari beras yang ditanam oleh petani di Vietnam, Thailand, atau Kamboja, di mana lahan di negara-negara tersebut masih murah, sehingga biaya produksinya pun jauh lebih murah.

 

"Ini penting sekali sehingga modalnya dari kita, diambil untuk kita sendiri, sehingga jauh lebih murah. Harapannya jangan sampai kalau sudah seperti itu beras impor masih mahal, itu terlalu namanya," katanya menambahkan.

 

Dalam kesempatan terpisah, Amanda Katili Niode, Direktur The Climate Reality Project Indonesia sekaligus Ketua Omar Niode Foundation, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia berada di tengah-tengah polikrisis, dengan satu krisis saling mempengaruhi krisis lainnya, seperti krisis ekonomi, krisis iklim, krisis kesehatan, krisis pangan, dan lain-lain.

"Hal ini membuat kita tidak bisa melihat setiap masalah sebagai masalah yang berdiri sendiri, melainkan semua saling terkait dan dampaknya terhadap manusia sangat besar. Namun, yang paling menjadi sorotan dunia saat ini adalah perubahan iklim," ujar dia. 

Diperhitungkan

Negara Kamboja, sebagai produsen beras yang semakin diperhitungkan di Asia Tenggara pada tahun 2023 (menurut peringkat SeaSia.co), memiliki tanah yang subur untuk menanam beras karena secara gografis terletak di pinggiran Sungai Mekong dan anak-anak sungainya menyediakan sumber air yang melimpah untuk irigasi.

Hal ini tentunya sesuai untuk tanaman padi yang membutuhkan banyak air untuk tumbuh. Karakteristik kesuburan tanahnya juga menyerupai tanah di pulau Jawa.


Jokowi Perintahkan Bulog Akuisisi Beras di Kamboja

Pekerja saat mengangkut karung berisi beras yang belum terpakai di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Kamis (18/3/2021). Dirut Perum Bulog Budi Waseso menegaskan tahun ini Indonesia tidak akan mengimpor beras. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal tugasnya kepada Perum Bulog untuk melakukan program akuisisi beras Kamboja.

Menurut Jokowi, itu merupakan program bisnis yang biasa dilakukan perusahaan BUMN. Khususnya Bulog, yang punya kepentingan untuk mengamankan stok cadangan beraspemerintah (CBP).

"Itu proses bisnis yang akan dilakukan Bulog sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras negara kita dalam kondisi aman. Daripada beli lebih bagus investasi," ujar Jokowi di Hotel Fairmont, Jakarta, Senin (10/6/2024).

Selain Bulog, Jokowi dan pemerintah juga mendorong ekspansi PT Pertamina (Persero) ke Brazil. Dengan tujuan untuk mendapat tebu sebagai bahan bioetanol pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan.


Demi Keuntungan

Jokowi pun mewajari langkah bisnis yang dilakukan perusahaan pelat merah di pasar internasional. Ia juga meyakini seluruh upaya itu pastinya sudah melalui perhitungan matang.

"Jadi ekspansi ke luar itu adalah hal yang biasa untuk keuntungan perusahaan, dan juga untuk melihat masa depan ekonomi dan bisnis ada di mana. Saya kira proses yang dilakukan Pertamina menuju ke sana," ungkapnya.

"Proses bisnis biasa, mustinya sudah dihitung, dikalkulasi ke depannya akan seperti apa dan kemanfaatan untuk negara, semuanya saya yakin sudah dikalkulasi," pungkas Jokowi.

  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya