Liputan6.com, Jakarta - Materi gelap dianggap sebagai bahan utama dalam pembentukan galaksi, dengan gravitasinya menyatukan atom-atom gas untuk membentuk galaksi. Materi gelap hadir di sebuah galaksi karena membuat materi di galaksi itu berputar lebih cepat daripada materi yang kita lihat membentuk seluruh massa galaksi.
Namun baru-baru ini, para peneliti telah menemukan bahwa galaksi-galaksi kecil tertentu, yang sekarang termasuk ke-19 ini, berperilaku seolah-olah mereka didominasi oleh baryon - partikel yang membentuk materi biasa. Bukti untuk lingkaran cahaya gelap mereka hilang.
Melansir laman Live Science pada Jumat (14/06/2024), penemuan galaksi tanpa materi gelap ini terjadi pada bulan Maret 2018. Sebuah tim astrofisika yang dipimpin oleh Pieter van Dokkum, seorang astrofisikawan di Universitas Yale, menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata kluster bola di galaksi NGC 1052 – DF2 cocok dengan model galaksi baryon.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun banyak yang mempertanyakan validitas hasilnya. Tim tambahan juga menemukan galaksi yang tampaknya tidak memiliki materi gelap.
Para peneliti tersebut menggunakan metode yang berbeda, yang memilih gerakan atom hidrogen di galaksi yakni galaksi "kurva rotasi H1". Hal ini untuk menunjukkan bahwa awan gas berputar seolah-olah mereka tidak di bawah pengaruh materi gelap.
Makalah terbaru, yang diterbitkan 25 November 2019 dalam jurnal Nature Astronomy, mengidentifikasi 19 galaksi bebas materi gelap menggunakan metode yang sama.
Teori Materi Gelap
Dikutip dari Space, Jumat (14/06/2024), materi gelap atau dark matter adalah suatu bentuk materi yang tidak dapat diamati secara langsung. Namun, keberadaan materi gelap dapat dideteksi dari tarikan gravitasinya.
Materi gelap tidak berinteraksi dengan cahaya, gaya elektromagnetik, atau materi biasa lainnya. Oleh karena itu, materi gelap tidak dapat menyerap, memantulkan, atau memancarkan cahaya, sehingga tidak terlihat oleh teleskop.
Temuan materi gelap ini berawal dari seorang astronom Swiss bernama Fritz Zwicky yang mempelajari pergerakan galaksi di Gugus Coma pada 1933. Kala itu, Zwicky tengah membandingkan massa galaksi dengan kecepatan orbit galaksi.
Ia berharap percobaan tersebut menghasilkan simpulan bahwa jumlah gravitasi yang menarik galaksi ke pusat gugus akan menentukan seberapa cepat galaksi mengorbit. Percobaan ini diibaratkan dengan pergerakan komet yang melewati matahari dan kecepatannya bergantung pada dua hal, yaitu seberapa cepat perjalanannya dan seberapa kuat gravitasi matahari.
Apabila gravitasinya cukup, maka komet akan terjebak dalam orbitnya. Sedangkan jika gravitasi matahari lemah, maka komet akan bisa bergerak dengan cepat dan bahkan melesat ke luar angkasa.
Namun, apa yang ditemukan Zwicky ialah galaksi yang ada di tepi luar gugus bergerak terlalu cepat hingga gravitasi tidak dapat menahannya. Materi ini kemudian dibuktikan melalui proses tabrakan antar gugus di galaksi.
Sebagai contoh, tabrakan pada Gugus Peluru yang terjadi antara dua gugus, dengan gugus yang lebih kecil yaitu Bullet Cluster bergerak menembus gugus yang lebih besar. Ketika kedua gugus bertabrakan, maka muncul gas panas dalam gugus yang memancarkan sinar X dan merupakan materi normal di gugus galaksi.
Namun dari hasil pelensaan gravitasi, terdapat massa tak kasat mata yang terdeteksi yang menjadi materi dominan dalam gugus yang bertabrakan tersebut. Hal ini selaras dengan Teori Relativitas Umum oleh Einstein yang menyatakan bahwa ruang dan waktu di alam semesta terdistorsi oleh massa yang dilihat sebagai gravitasi.
Meski materi massa gravitasi tersebut tidak dapat dilihat, namun dapat dirasakan dengan adanya belokan cahaya. Tabrakan Gugus Peluru tersebut menunjukkan bahwa materi gelap bergerak terlebih dahulu daripada gas panas ketika terjadi tumbukan.
Artinya materi gelap tidak merasakan gaya tarik dan hanya berinteraksi dengan gravitasi.
(Tifani)
Advertisement