Investor Pemula, Mending Beli Saham All In atau Nyicil?

Investasi menjadi salah satu upaya mendulang cuan dengan imbal hasil yang relatif tinggi dibanding instrumen lainnya. Meski, imbal hasil investasi selalu berbanding lurus dengan risikonya.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Jun 2024, 06:00 WIB
Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas di Jakarta, Rabu (14/11). Pasar saham Indonesia naik 23,09 poin atau 0,39% ke 5.858,29. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Investasi menjadi salah satu upaya mendulang cuan dengan imbal hasil yang relatif tinggi dibanding instrumen lainnya. Meski, imbal hasil investasi selalu berbanding lurus dengan risikonya.

Oleh sebab itu, investasi khususnya di pasar modal sebaiknya dilakukan dengan uang dingin. Saat uang dingin sudah ada di genggaman, investor akan memiliki pilihan antara membelanjakannya langsung sekaligus atau melakukan investasi berharap alias cicil saham.

Melansir instagram Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (19/6/2024), strategi belanja sekaligus atau all in artinya investor membeli saham dengan jumlah modal yang besar dalam satu waktu, lalu membiarkannya berkembang. Sedangkan strategi cicil atau pembelian bertahap, berarti investor membeli saham secara berkala di waktu dan harga yang berbeda. Bisa dilakukan per bulan, 3 bulan, atau tahunan.

Simulasi

Asumsi harga selalu naik, jika investor melakukan strategi pembelian sekaligus atau all in, maka simulasinya sebagai berikut:

Investor A beli 15.000 saham seharga Rp 2.000 per lembar pada Februari. Jika harga saham naik jadi 5.000 per lembar pada Mei, maka keuntungan yang didapat yaitu, (5.000-2.000) x 15.000 lembar, hasilnya Rp 45 juta.

Sekarang, bandingkan jika investor melakukan strategi cicil saham. Misal, investor A beli cicil saham 5.000 lembar selama 3 bulan di harga Rp 2.000, Rp 3.000, dan Rp 4.000 per lembarnya. Harga saham rata-rata menjadi Rp 3.000 dengan total saham yang dibeli menjadi 15.000 lembar. Maka keuntungan yang didapat yaitu, (Rp 5.000- Rp 3.000) x 15000, hasilnya Rp 30 juta.

 

 


Asumsi Harga Saham Naik Turun

Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas, Jakarta, Jumat (22/9/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun harga saham tak selalu bisa diramal. Misal investor A beli 15.000 lembar saham seharga Rp 2.000 per lembar pada Februari. Lalu terjadi fluktuasi dan harga saham berhasil naik jadi Rp 3.000 pada Mei, maka keuntungan yang didapat yaitu Rp (3.000-Rp 2.000) x 15.000 = Rp 15 juta

Jika investor A cicil beli 5.000 lembar saham selama 3 bulan di harga Rp 2.000, Rp 1.000, dan Rp 2.000, harga rata-rata saham menjadi Rp 1.667 dengan total keseluruhan saham yang dibeli menjadi 15.000 lembar. Maka keuntungan yang didapat yaitu (Rp 3.000 - Rp 1.667) x 15.000 = Rp 20 juta.

Nah, dari simulasi tersebut investor dapat memiliki gambaran strategi mana yang paling sesuai. Namun sebagai catatan, imbal hasil investasi berbanding lurus dengan risiko. Artinya, imbal hasil yang tinggi memiliki risiko tinggi pula. Sebaliknya, imbal hasil lebih kecil memiliki risiko yang juga lebih minim.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya