Liputan6.com, Beijing - Ilmuwan China menerapkan teknologi serupa ChatGPT yang bertujuan untuk menciptakan pendamping interaktif.
Starpery Technology, produsen utama boneka seks di Shenzhen, melatih model bahasa untuk menyempurnakan produknya dengan kecerdasan buatan.
Advertisement
Boneka seks dengan kemampuan yang belum pernah ada sebelumnya, tersedia dalam bentuk pria atau wanita, akan segera beredar di pasaran.
"Kami sedang mengembangkan boneka seks generasi berikutnya yang dapat berinteraksi secara vokal dan fisik dengan pengguna, dengan prototipe diharapkan pada bulan Agustus tahun ini," kata CEO Evan Lee awal bulan ini, seperti dilansir SCMP, Rabu (19/6/2024).
"Tantangan teknologi masih ada, khususnya dalam mencapai interaksi manusia yang realistis," lanjutnya.
Sebelumnya, boneka tradisional yang didukung oleh kerangka logam dan bagian luar silikon, terbatas pada respons sederhana dan tidak memiliki kemampuan ekspresif yang diperlukan untuk berinteraksi dengan manusia.
"Boneka seks generasi baru, didukung oleh model Artificial Intelligence (AI) dan dilengkapi dengan sensor, dapat bereaksi dengan gerakan dan ucapan, sehingga secara signifikan meningkatkan pengalaman pengguna dengan berfokus pada hubungan emosional, bukan hanya kemampuan percakapan dasar," kata Lee.
Menyasar Pasar China
Perusahaan yang selama ini fokus menyasar pasar di luar China, kini juga menyasar sektor dalam negeri.
Meskipun sebagian besar masyarakatnya konservatif dan enggan membahas topik semacam itu, Lee mengatakan China merupakan tuan rumah pasar boneka seks terbesar, melampaui penjualan gabungan Amerika, Jepang, dan Jerman.
"Orang-orang di industri ini tahu bahwa China memiliki pasar yang besar, dengan daya beli di kota-kota besar melebihi banyak negara Eropa. Pasarnya juga terbuka – meski secara estetika berbeda dengan pasar Eropa," ujarnya.
Advertisement
Misi Perusahaan
Peta jalan Starpery mencakup pengembangan robot yang mampu melakukan pekerjaan rumah tangga, membantu penyandang disabilitas, dan menyediakan perawatan lansia.
Pada tahun 2025, perusahaan ini bertujuan untuk meluncurkan "robot layanan pintar" pertamanya, yang mampu memberikan layanan yang lebih kompleks bagi penyandang disabilitas. Menurut rencana perusahaan, pada tahun 2030, robot-robot ini dapat melindungi manusia dari pekerjaan berbahaya.
Lee menyebut bahwa untuk mencapai tingkat perkembangan ini, mengalami dua tantangan utama: kapasitas baterai dan otot buatan.
Pertama, tidak seperti kendaraan listrik, robot humanoid tidak memiliki ruang untuk baterai berukuran besar, sehingga agar dapat beroperasi secara mandiri, kepadatan energi baterai harus ditingkatkan.
Kedua, mesin yang ada saat ini tidak memiliki fleksibilitas seperti otot manusia, yang dapat mengerahkan tenaga dalam rentang yang luas dan dapat bersifat keras dan lunak, serta pas dengan kulit.
"Oleh karena itu pada tahap pertama, kami fokus pada pengurangan bobot melalui perbaikan material dan proses produksi," kata Lee.