Liputan6.com, Jakarta - Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa lebih dari 50 ribu anak di Gaza sangat membutuhkan pengobatan karena kekurangan gizi akut. Dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, 15 Juni 2024, badan tersebut mengatakan, dengan terus berlanjutnya pembatasan akses kemanusiaan, masyarakat di Gaza terus menghadapi tingkat kelaparan yang sangat parah.
"Tim UNRWA bekerja tanpa kenal lelah menjangkau keluarga-keluarga dengan bantuan, tapi situasinya sangat buruk," kata badan tersebut, dilansir dari TRT World, Selasa, 18 Juni 2024. Hampir 37.300 warga Palestina terbunuh di Gaza oleh pasukan Israel sejak Oktober tahun lalu.
Advertisement
Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dan hampir 85.200 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Lebih dari delapan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Bulan lalu dilaporkan bahwa persediaan bantuan makanan yang menunggu untuk masuk ke Gaza dari Mesir membusuk karena perbatasan Rafah telah ditutup sejak awal Mei 2024. Kondisi ini membuat orang-orang di wilayah kantong Palestina menghadapi krisis kelaparan yang semakin parah.
Melansir TRT World, 28 Mei 2024, Rafah adalah titik masuk utama bantuan kemanusiaan, serta beberapa pasokan komersial sebelum Israel meningkatkan serangan militer di perbatasan Gaza pada 6 Mei 2024. Pihaknya juga mengambil kendali kebijakan penyeberangan di sisi Palestina.
Para pejabat Mesir dan sejumlah sumber mengatakan, bantuan kemanusiaan tersendat akibat aktivitas militer. Mereka juga menyebut Israel perlu menyerahkan kembali perbatasan Rafah pada Palestina sebelum titik masuk dan keluar itu mulai beroperasi kembali.
Minta Perbatasan Dibuka demi Warga Palestina
Israel dan Amerika Serikat telah meminta Mesir, yang juga khawatir akan risiko pengungsi Palestina dari Gaza, agar mengizinkan perbatasan dibuka kembali. Sementara itu, simpanan bantuan di jalan antara persimpangan sisi Mesir dan kota al-Arish, sekitar 45 km barat Rafah dan titik kedatangan sumbangan bantuan internasional, telah menumpuk.
Salah satu sopir truk, Mahmoud Hussein, mengatakan bahwa barang-barang bantuan untuk warga Palestina yang dimuat ke kendaraannya selama sebulan lambat laun rusak di bawah sinar matahari. Sebagian bahan makanan dibuang, sebagian lain dijual dengan harga murah.
"Apel, pisang, ayam, dan keju, banyak yang busuk, ada yang dikembalikan dan dijual seperempat harganya," katanya sambil berjongkok di bawah truknya untuk berteduh. "Saya minta maaf karena bawang yang kami bawa paling-paling akan dimakan hewan karena ada cacing di dalamnya."
Pengiriman bantuan untuk Gaza melalui Rafah dimulai pada akhir Oktober 2023, dua minggu setelah dimulainya serangan militer Israel di wilayah kantong Palestina. Aliran bantuan sering kali terhambat inspeksi Israel dan aktivitas militer di Gaza, sementara jumlahnya selalu jauh di bawah kebutuhan, kata para pejabat setempat.
Advertisement
Tidak Ada Truk Bantuan Kemanusiaan Melintasi Perbatasan Rafah
Sejak 5 Mei 2024, tidak ada truk yang melintasi Rafah dan sangat sedikit yang melintasi perbatasan Kerem Shalom di dekat Israel, menurut data PBB. Jumlah bantuan yang menunggu di Sinai utara Mesir kini sangat besar, dan beberapa di antaranya telah tertahan selama lebih dari dua bulan, kata Khaled Zayed, Kepala Bulan Sabit Merah Mesir di wilayah tersebut.
"Beberapa paket bantuan memerlukan suhu tertentu. Kami berkoordinasi mengenai hal ini dengan spesialis yang sangat terlatih dalam penyimpanan makanan dan pasokan medis," katanya. "Kami berharap perbatasan akan dibuka kembali sesegera mungkin."
Di Gaza, ada juga kekhawatiran mengenai kualitas pengiriman makanan yang tertunda sebelum Rafah ditutup, atau melalui penyeberangan lain. Petugas medis dan polisi yang biasa memeriksa barang-barang yang masuk ke Gaza tidak dapat melakukannya selama serangan Israel, kata Ismail al Thawabta, direktur kantor media pemerintah Palestina di Gaza.
Al-Thawabta berujar, "Ada masalah besar karena banyak barang yang masuk ke Jalur Gaza tidak layak untuk digunakan manusia dan tidak sehat." Karena itu, Kementerian Kesehatan setempat mengeluarkan pernyataan peringatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa mereka harus memeriksa barang-barang bantuan sebelum memakannya atau membagikannya pada keluarga mereka
Frustasinya Anak-Anak di Gaza Utara
Bulan lalu, seorang anak kecil asal Gaza Utara bernama Wassim mengatakan ia ingin meninggal saja saking frustasi karena perang. "Aku harap kami mati saja, aku ingin mati. Karena kami tidak punya apa-apa untuk dimakan atau diminum," ujar Wassim dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram @hema.alkhalili, 10 Mei 2024. "Aku lelah hidup karena perang."
"Perang menghancurkan kami dan menghancurkan rumah kami," ujar anak lain yang juga ada di video. Di rekaman, anak-anak iitu terlihat sedang berkumpul di pantai untuk mengangkut makanan dan minuman.
Perjuangan anak-anak Gaza Utara dalam mengambil paket bantuan di pantai bukanlah hal mudah. Di video lain yang diunggah @hema.alkhalili, 12 Mei 2024, ia mewawancarai orang-orang yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengambil bantuan.
Ada satu anak yang menceritakan bahwa ia hampir tenggelam ketika berusaha mengamankan sekotak bantuan. "Saya datang ke sini untuk meminta bantuan, tapi itu jatuh ke laut. Kami masuk dan saya hampir tenggelam, tapi seorang Samaria yang baik hati datang dan menyelamatkan saya," ujar seorang remaja laki-laki.
"Tiba-tiba aku tercekik, aku tidak bisa berenang dan air pasang menarikku ke dalam," ujar remaja laki-laki lain. Ketika diwawancarai, mereka bercerita sudah sekitar tujuh bulan tidak mendapat pasokan makanan. Maka itu, ketika ada bantuan, mereka berbondong-bondong mengambilnya..
Advertisement