Liputan6.com, Muna Barat, Sultra - - Pulau Muna merupakan salah satu pulau bagian dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Pulau yang memiliki luas sekitar 100.000 kilometer persegi, dihuni suku Muna atau Wuna dan salah satu tradisinya ialah tarung kuda atau Pogiraha Adhara.
Masyarakat Kecamatan Lawa, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara masih mempertahankan tradisi ini. Rombongan Dompet Dhuafa mendapatkan kesempatan melihat tradisi tarung kuda yang disuguhkan masyarakat Desa Lagadi.
Advertisement
“Kami menyambut rombongan tim Dompet Dhuafa dengan tradisi tarung kuda,” ujar salah satu tokoh pemuda Lagadi, Ali Ode Pua, Selasa (18/6/2024).
Pria yang merupakan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) 2016 atau angkatan 23 menyebutkan, tradisi tarung kuda salah satunya digunakan untuk menyambut tamu yang datang ke desa tersebut. Hingga kini, tradisi itu terus dipertahankan.
“Iya tarung kuda ini tradisi leluhur kami, suku Muna,” ucap Ali.
Anak ke delapan dari 10 saudara tersebut menjelaskan, tarung kuda merupakan pertarungan antara dua kuda jantan. Umumnya salah satu kuda jantan yang menjadi pemimpin kelompok dari kuda betina, akan menjaga kelompoknya dari kuda di luar kelompoknya.
“Apabila ada kuda lain yang mengganggu kelompoknya, maka kuda tersebut akan bertarung untuk menjaga kelompoknya,” jelas Ali.
Tidak hanya itu, lanjut Ali, penyambutan Dompet Dhuafa tidak hanya menggunakan tarung kuda, terdapat tradisi silat Ewa Wuna. Silat Ewa Muna menggambarkan keahlian beladiri dengan gerakan atau teknik khas Muna.
“Nantinya ditandai dengan penebangan pohon pisang sebagai simbol,” kata Ali.
Masyarakat Desa Lagadi sebagian besar penduduknya merupakan petani. Kondisi alam di Desa Lagadi membuat masyarakat menanam jagung, umbi-umbian, dan pohon jati.
“Masyarakat di kampung kita ini merupakan petani,” kata Ali.
Punya Semangat Gotong Royong
Pria yang menjadi lurah pada Kelurahan Wamelai mengungkapkan, masyarakat Lagadi mengedepankan sistem gotong royong. Hal itu dapat terlihat pada kegiatan ke masyarakat, salah satunya pemotongan hewan kurban pemberian Dompet Dhuafa.
“Gotong royong di desa maupun kecamatan kami ini sangat kuat, lihat saja saat pemotongan hewan kurban, mereka bahu membahu melakukan pemotongan hewan kurban,” tutur Ali.
Ali menilai, gotong royong merupakan menjadi kekuatan desanya dalam membangun kebersamaan untuk kemajuan bersama. Menurutnya, gotong royong memudahkan dan mempercepat setiap kegiatan yang dilaksanakan masyarakat lagadi.
“Gotong royong ini kan tidak menggunakan biaya, hanya butuh kekompakan masyarakat,” tutup Ali.
Advertisement