Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi rencana korban judi online mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. MUI menilai rencana itu tidak tepat dan perlu dikaji ulang.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan agar korban judi daring masuk ke dalam penerima bansos.
Baca Juga
Advertisement
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, perlu adanya mekanisme pencegahan agar dunia digital tidak dikotori dengan tindakan kriminal dan bertentangan dengan agama serta etika seperti judi online.
Prof Ni'am menyebut, aktivitas judi online sebenarnya hanya memindahkan aktivitas judi konvensional ke ranah dunia digital.
"Dua-duanya terlarang. Maka dari itu, pelakunya melanggar hukum. Tindakan perjudian online dan konvensiomal, tidak mengenal pendekatan restoratif kepada tindak pidana perjudian," kata Prof Niam, Jumat (14/6/2024) di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, ujarnya, dikutip dari laman MUI, Selasa (18/6/2024).
Dia menerangkan, hal itu berbeda dengan tindak pidana narkoba. Sebab, orang yang terkena narkoba, bisa saja menjadi korban dari paparan penyalahgunaan narkotika dari para bandar dan sebagainya.
Tetapi dalam kasus judi, tegasnya, dilakukan oleh orang secara sadar melakukan tindak pidana perjudian, apalagi menggunakan platform digital untuk melakukan perjudian secara online.
"Pada saat menggunakan itu, itukan tindakan melanggar hukum. Berbeda halnya dengan pinjaman online. Seringkali tertipu menjadi korban. Nah itu saya kira, dalam platform digital ini harus kita pilah mana yang benar-benar menjadi korban, mana yang pada hakikatnya menjadi pelaku, hanya bedanya menggunakan platform digital," tegasnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Pemberantasal Judi Online
Meski begitu, secara khusus, MUI memberikan apresiasi atas langkah dan keseriusan pemerintah dalam memberantas tindak perjudian di Indonesia.
Menurutnya, langkah ini harus dilakukan secara serius, terukur, dan melakukan tindakan pencegahan serta penindakan hukum secara holistik tanpa tebang pilih.
"Karena ada juga platform digital, sejatinya bergerak pada perjudian online, tetapi dibungkus dalam bentuk permainan dan sejenisnya. MUI memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah memberantas perjudian, melalui satgas judi khususnya judi online," tegasnya.
Prof Ni'am menjelaskan alasan MUI menolak korban judi online menerima bansos dari pemerintah. Hal ini karena bansos yang diberikan oleh pemerintah, bisa digunakan untuk kepentingan melanggar hukum seperti bermain judi online lagi.
"Sebagaimana ada wacana perokok dan pemabuk jangan dikasih jaminan kesehatan BPJS. Masa iya, BPJS uang rakyat dan uang negara, digunakan untuk orang yang sehari-hari merusak kesehatannya. Ini dia miskin bukan karena struktural, melainkan karena pilihan hidupnya yang masuk kepada tindakan perjudian," tegasnya.
Prof Ni'am menyampaikan, MUI mendorong agar bansos tersebut diberikan atau diprioritaskan kepada orang yang mau belajar, berusaha, dan gigih dalam mempertahankan hidupnya.
"Tetapi karena persoalan struktural, dia tidak cukup rezeki ini yang harus diintervensi. Jangan sampai kemudiaan bansos itu tidak tepat sasaran," terangnya. (Sadam, ed: Nashih)
Advertisement