Liputan6.com, Yogyakarta - Setiap 19 Juni, masyarakat dunia memperingati Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik atau International Day for the Elimination of Sexual Violence in Conflict. Peringatan ini menjadi momen yang tepat untuk mendukung upaya mencegah dan mengakhiri kejahatan tersebut.
Mengutip dari berbagai sumber, peringatan ini dicetuskan oleh Majelis Umum PBB pada 2015 (berdasarkan Resolusi A/RES/69/293 (2015)). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya mengakhiri kekerasan seksual terkait konflik.
Selain itu, momen ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada para korban dan penyintas kekerasan seksual di seluruh dunia. Bukan itu saja, Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik juga diperingati untuk memberikan penghormatan kepada semua orang yang telah berani mengabdikan hidup mereka dan kehilangan nyawa dalam membela pemberantasan kejahatan-kejahatan ini.
Baca Juga
Advertisement
Seperti tertulis di situs resmi PBB, Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik merupakan bentuk solidaritas dengan para penyintas dan mereka yang bekerja untuk mendukung para penyintas. Melalui momen ini, masyarakat juga diharapkan selalu memastikan bahwa mereka tidak dilupakan dalam iklim krisis, pemulihan pandemi, dan sumber daya yang terbatas.
Adapun istilah kekerasan seksual terkait konflik ini mengacu pada pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa, kehamilan paksa, aborsi paksa, sterilisasi paksa, perkawinan paksa, dan segala bentuk kekerasan seksual lainnya. Tak hanya terbatas pada perempuan, melainkan juga laki-laki, anak perempuan, maupun anak laki-laki yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan konflik.
Istilah ini juga mencakup perdagangan orang ketika dilakukan dalam situasi konflik. Terlebih, yang bertujuan untuk kekerasan atau eksploitasi seksual.
Sementara itu, 19 Juni dipilih sebagai Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik karena untuk memperingati tanggal diadopsinya Resolusi pada 19 Juni 2008 dari Resolusi Dewan Keamanan 1820 (2008). Dalam resolusi ini, Dewan Keamanan mengutuk kekerasan seksual sebagai taktik perang dan hambatan untuk pembangunan perdamaian.
Menanggapi meningkatnya ekstremisme kekerasan, Dewan Keamanan mengadopsi Resolusi S/RES/2331 (2016) untuk mengatasi hubungan antara perdagangan manusia, kekerasan seksual, terorisme, dan kejahatan terorganisir transnasional. Pihaknya juga mengakui kekerasan seksual sebagai taktik terorisme, lebih lanjut menegaskan bahwa korban perdagangan manusia dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris harus memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti rugi resmi sebagai korban terorisme.
Sejak saat itu, setiap tahunnya pada 19 Juni diperingati sebagai Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Konflik. Dengan demikian, masyarakat dunia dari berbagai generasi akan lebih peduli terhadap kekerasan seksual dalam konflik di seluruh dunia.
Penulis: Resla