Dilanda Masalah Keuangan, Startup EV Asal AS Fisker Ajukan Bangkrut

Startup EV asal AS Fisker mengajukan kebangkrutan melalui jalur umum Chapter 11, yang memungkinkan perusahaan untuk berusaha mendapat peluang reorganisasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Jun 2024, 15:50 WIB
Ilustrasi bangkrut (Foto: Melinda Gimpel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan startup kendaraan listrik asal Amerika Serikat, Fisker megungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan kebangkrutan.

"Seperti perusahaan lain di industri kendaraan listrik, kami telah menghadapi berbagai tantangan pasar dan makroekonomi yang memengaruhi kemampuan kami untuk beroperasi secara efisien," ungkap Fisker, dikutip dari CNN Business, Rabu (19/6/2024).

Fisker mengajukan kebangkrutan melalui jalur umum Chapter 11, yang memungkinkan perusahaan untuk mencoba menyelesaikan masalah keuangan mereka melalui reorganisasi.

Startup tersebut mengatakan, pihaknya sedang dalam diskusi lanjutan dengan pemangku kepentingan keuangan mengenai penjualan asetnya.

Fisker juga sebelumnya mengatakan pihaknya sedang melakukan pembicaraan penyelamatan dengan produsen mobil besar tetapi pembicaraan tersebut gagal tanpa adanya kesepakatan. Sebelumnya, Fisker telah mengaku tengah menghadapi masalah keuangan sedang dalam masalah.

Ketika menerbitkan pendapatan kuartalan pada Februari 2024, perusahaan EV tersebut mengungkap mereka tidak memiliki cukup dana untuk bertahan dalam setahun.

Fisker kemudian menambahkan pihaknya sedang berdiskusi dengan investor yang ada tentang kemungkinan memasukkan lebih banyak uang ke dalam perusahaan.

Produk Fisker satu-satunya adalah SUV listrik Fisker Ocean. Tahun lalu, sekitar 10.000 SUV dibuat tetapi hanya sekitar setengahnya yang dikirimkan ke pelanggan, menurut laporan pendapatan perusahaan pada Februari.

The Ocean juga menjadi subjek ulasan bulan itu oleh seorang YouTuber Amerika Marques Brownlee dengan judul, "Ini Mobil Terburuk yang Pernah Saya Ulas."


Persaingan yang Ketat

Ilustrasi mobil listrik (Istimewa)

Dalam wawancara baru-baru ini dengan Automotive News, pendiri dan CEO Fisker, yakni Henrik Fisker mengakui bahwa The Ocean memiliki masalah kualitas.

Dia menyalahkan masalah ini pada perangkat lunak dari pemasok berbeda yang bekerja sama dengan buruk. Dia kemudian mengatakan masalah tersebut telah diatasi melalui pembaruan.

Selain masalahnya sendiri, Fisker harus menghadapi lonjakan persaingan dari produsenlain sejak perusahaan tersebut didirikan pada tahun 2016.

Kini, selain Tesla, perusahaan kelas berat seperti Hyundai, Kia, Ford, dan General Motors menawarkan SUV listrik yang mirip dengan Ocean. 

Adapun BYD asal Tiongkok yang telah menyaingi Tesla sebagai pemimpin pasar global di pembuatan kendaraan listrik.

 


Menandai Tantangan pada Industri EV

Ilustrasi mobil listrik (chuttersnap/Unsplash)

Namun, kebangkrutan Fisker menjadu tanda lain dari hambatan dan hambatan yang lebih besar yang dihadapi industri kendaraan listrik yang sedang berkembang.

Penjualan kendaraan plug-in di seluruh dunia bisa meningkat 21% tahun ini, menurut perkiraan terbaru Badan Energi Internasional. Meskipun signifikan, kenaikan tersebut lebih kecil dibandingkan kenaikan sebesar 35% pada tahun 2023.

Di Amerika Serikat dan Eropa, salah satu hambatan untuk mempercepat adopsi mobil listrik adalah harga rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan mobil konvensional baru. Penyebab lainnya adalah kurangnya infrastruktur pengisian daya publik.


Joe Biden Akan Naikkan Tarif Impor pada Kendaraan Listrik China

Presiden Amerika Serikat Joe Biden. (Dok. AP Photo/Evan Vucci)

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan tarif baru terhadap China pada minggu depan yang menargetkan sektor-sektor strategis, termasuk kendaraan listrik.

Pengumuman ini diperkirakan akan mempertahankan sebagian besar retribusi yang ada, menurut salah satu sumber. Pengumuman juga bisa ditunda, kata pihak yang mengetahui hal tersebut.

Tarif tersebut juga ditetapkan untuk mencakup semikonduktor dan peralatan tenaga surya, menurut salah satu sumber, dikutip dari VOA News, Rabu (15/5/2024).

Perincian mengenai nilai atau kategori tarif yang akan dikenakan masih belum jelas, namun pemerintah dikatakan tidak memusatkan perhatian pada bidang-bidang yang memiliki daya saing strategis dan bidang keamanan nasional, kata salah satu sumber.

Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat menyampaikan rekomendasinya ke Gedung Putih beberapa minggu yang lalu. Namun, pengumuman akhir tertunda karena paket tersebut diperdebatkan secara internal, menurut salah satu sumber dan orang lain yang mengetahui masalah tersebut.

Joe Biden, seorang kandidat Partai Demokrat yang ingin terpilih kembali pada November 2024, ingin membandingkan pendekatannya dengan pendekatan kandidat Partai Republik Donald Trump, yang telah mengusulkan tarif menyeluruh.

Langkah-langkah tersebut dapat mengundang pembalasan dari China pada saat ketegangan meningkat antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Pemberlakuan tarif yang lebih luas oleh Donald Trump selama masa kepresidenannya mendorong Tiongkok untuk membalas dengan tarif yang dikenakannya sendiri.

Biden mengatakan, dia tidak menginginkan perang dagang dengan China meskipun ia mengatakan, negara-negara tersebut telah memasuki paradigma persaingan baru.

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya