NATO Khawatir Rusia Bakal Dukung Program Rudal dan Nuklir Korea Utara

Kekhawatiran ini diungkapkan NATO jelang lawatan Presiden Vladimir Putin ke Korea Utara pada Rabu (20/6/2024).

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Jun 2024, 17:23 WIB
Ilustrasi NATO. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Brussels - Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) khawatir mengenai dukungan yang dapat diberikan Rusia untuk program rudal dan nuklir Korea Utara. Hal tersebut diungkapkan Sekjen NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (18/6).

Putin sendiri dalam suratnya yang dipublikasikan pada Selasa berjanji memperdalam hubungan perdagangan dan keamanan dengan Korea Utara dan mendukungnya melawan Amerika Serikat (AS). Kunjungan kenegaraan Putin ke Korea Utara terjadi di tengah tuduhan AS bahwa Korea Utara telah memasok lusinan rudal balistik dan lebih dari 11.000 kontainer amunisi ke Rusia untuk digunakan dalam perang Ukraina.

Stoltenberg dalam konferensi pers bersama setelah pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa perang Rusia di Ukraina didukung oleh China, Korea Utara, dan Iran, yang semuanya ingin melihat aliansi Barat gagal.

"Kami tentu saja juga prihatin dengan potensi dukungan yang diberikan Rusia kepada Korea Utara dalam mendukung program rudal dan nuklir mereka," kata Stoltenberg, seperti dilansir CNA, Rabu (19/6).

Pekan lalu, Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell mengatakan Washington prihatin dengan apa yang akan diberikan Rusia kepada Korea Utara sebagai imbalan atas senjata yang dipasok Pyongyang.

"Apakah itu hard currency? Energi? Kemampuan yang memungkinkan mereka mengembangkan produk nuklir atau rudalnya? Kami tidak tahu. Tapi kami prihatin dengan hal itu dan memerhatikannya dengan cermat," ungkap Campbell.


Konsekuensi bagi China

Sekjen NATO Jens Stoltenberg. (Dok. AFP)

Pejabat tinggi pengawasan senjata AS, Wakil Menteri Luar Negeri Bonnie Jenkins, menuturkan dia yakin Korea Utara tertarik memperoleh pesawat tempur, rudal permukaan-ke-udara, kendaraan lapis baja, peralatan atau bahan produksi rudal balistik, dan teknologi canggih lainnya dari Rusia.

Dia menyebutkan hal itu dan dukungan China terhadap ekonomi perang Rusia menunjukkan bagaimana tantangan keamanan di Eropa terkait dengan Asia dan menambahkan bahwa pertemuan puncak NATO bulan depan di Washington akan menyaksikan penguatan lebih lanjut kemitraan aliansi dengan Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.

Stoltenberg mengatakan perlu ada "konsekuensi" pada tahap tertentu bagi China.

"Mereka tidak bisa terus menjalin hubungan perdagangan normal dengan negara-negara di Eropa dan pada saat yang sama memicu perang terbesar yang pernah kita saksikan di Eropa sejak Perang Dunia II," ujarnya.

Stoltenberg menyatakan masih terlalu dini untuk menentukan konsekuensinya, "Namun, ini harus menjadi masalah yang perlu kita atasi karena tidak mungkin melanjutkan seperti yang kita lakukan saat ini."

Sementara itu, Menlu Blinken mengatakan kunjungan Putin ke Korea Utara adalah tanda keputusasaan Putin untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara yang dapat mendukung Rusia dalam perang Ukraina.

Pada saat yang sama, Blinken menambahkan bahwa dukungan China telah memungkinkan Rusia mempertahankan basis industri pertahanannya, memasok 70 persen peralatan mesin yang diimpor Moskow dan 90 persen mikroelektronika.

"Itu harus dihentikan," imbuhnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya