Mengenali Reparenting: Metode Healing untuk Inner Child dan Tips Melakukannya

Masa kecil memang tidak terulang lagi, tapi kamu bisa memulai reparenting untuk mengatasi trauma dan sebagai perjalanan menyembuhkan luka masa kecil.

oleh Bella Zoditama diperbarui 21 Jun 2024, 19:04 WIB
Ilustrasi anak-anak dan orang tua (foto: Pexels/Arina Krasnikova)

Liputan6.com, Jakarta Di masa anak-anak, kita pertama kali akan belajar memproses emosi. Termasuk bagaimana cara menghadapi berbagai masalah dan akhirnya bisa mempengaruhi kesehatan mental kita saat dewasa. Sayangnya, saat orang tua tidak bisa memvalidasi emosi ini, apalagi cenderung meremehkan, maka bisa memberikan pengalaman buruk, seperti trauma yang akan terbawa lama.

Maka pada saat inilah, kita mungkin akan meresponsnya dengan melupakan semua kejadian pahit tersebut dan tidak ingin mengingatnya kembali. Namun sayangnya, dengan melupakan hal tersebut tidak lantas membuatnya akan memudar atau bahkan hilang. Karena bisa jadi akan menjadi proses yang berulang nantinya.

Oleh karenanya, tidak apa-apa jika Anda ingin mengulang kembali ingatan masa kecil atau inner child. Hal ini tentunya bisa membuat Anda bisa menjadi orang yang lebih baik, menolong untuk penyembuhan, serta sembuh dari trauma masa lalu.

Dari Choosing Therapy, Rabu (19/6/2024), reparenting mengacu pada saat orang dewasa ingin memahami bagaimana kebutuhan masa kecilnya tidak terpenuhi, dan kemudian berusaha melakukannya sendiri. Hal ini dapat mencakup kurangnya dukungan emosional, kasih sayang, rasa aman, keterikatan, atau struktur dari orang tua. Reparenting paling sering dilakukan dengan terapis berlisensi. Namun, bisa juga dilakukan secara mandiri.

Tujuan dari reparenting adalah untuk memenuhi segala kebutuhan pribadi yang tidak terpenuhi di masa kecil. Karena anak-anak mengambil sebagian besar isyarat dari orang tuanya, seorang anak yang tumbuh dengan orang tua yang tidak mampu atau tidak mau membimbing mereka. 

Dengan reparenting bisa menempatkan seseorang dalam peran sebagai orang tuanya. Alhasil, mereka dapat membuat perubahan yang diperlukan terhadap ide dan konsep bawah sadar ini.


Empat Level dari Reparenting

Ilustrasi orang tua yang mensupport anak korban bully. (Sumber foto: Pexels.com).

Di bawah ini adalah empat tingkatan reparenting:

1. Total Regression

Total regression dikembangkan oleh Jaqui Lee Schiff pada tahun 60an. Awalnya, seorang klien tinggal bersama seorang terapis untuk jangka waktu tertentu dalam keadaan “seperti anak-anak”.

Terapis kemudian berperan sebagai orang tua untuk memenuhi kebutuhan masa kecil klien yang terabaikan. Dalam praktik modern, hal ini kemungkinan besar melibatkan rawat inap atau perawatan pengobatan untuk klien, serta kerja tatap muka yang intensif dengan terapis. 

2. Time-Limited Regression

Time-limited regression dikembangkan oleh Thomas Wilson untuk memberikan lebih banyak struktur dibandingkan pendahulunya. Klien akan menghadiri lima sesi dua jam dengan terapis mereka sambil tetap hidup sendiri.

Saat ini, sesi masih fokus pada pengasuhan dan dukungan klien. Namun lebih intensif dan terstruktur daripada reparenting total regression. Pendekatan ini telah digunakan untuk pasien dengan skizofrenia dan complex post-traumatic stress disorder (CPTSD).

3. Spot Reparenting

Pertama kali diperkenalkan oleh Russell Osnes, spot reparenting menargetkan pengalaman bermasalah tertentu yang terjadi di masa kanak-kanak, daripada mencoba menulis ulang masa lalu. Karena fokusnya pada insiden tertentu (misalnya peristiwa atau jenis kekerasan terhadap orang tua), maka pendekatan ini cenderung tidak memakan banyak waktu.

4. Self-Reparenting

Self-reparenting dikembangkan oleh Muriel James, dan menekankan bagian positif dari keadaan ego Orang Tua yang sudah ada. Bentuk reparenting ini mendorong klien untuk menjadi figur orang tua utama bagi dirinya sendiri, bukan sebagai terapis. Ini biasanya merupakan pendekatan yang paling umum dalam terapi reparenting, karena pendekatan ini paling sesuai dengan standar etika AS.


Manfaat dari Reparenting

Ilustrasi memberikan semangat, berpelukan, sahabat, curhat. (Photo by Thirdman from Pexels)

Reparenting dapat memberikan dampak yang bermanfaat bagi kehidupan banyak orang. Dengan meneliti bagaimana masa kecil Anda berdampak negatif terhadap pandangan Anda tentang diri sendiri, hubungan Anda, dan persepsi Anda tentang dunia.

Tujuannya dapat memberi Anda kekuatan untuk menulis ulang dan menjalani kehidupan yang lebih bahagia. Nah, reparenting dapat digunakan untuk membantu seseorang:

1. Ciptakan batasan yang sehat

Kita belajar dari orang tua kita di mana, kapan, dan dengan siapa kita harus menetapkan batasan. Seperti mengapa menetapkan batasan, dan bagaimana perasaan kita terhadap batasan-batasan yang berbeda.

Menghilangkan rasa bersalah dan malu terkait dengan menetapkan batasan yang sehat dapat membantu seseorang menentukan perilaku atau tindakan apa yang akan dan tidak akan mereka toleransi di masa mendatang.

2. Menjadi orang tua yang lebih baik

Biasanya, seseorang tidak akan menyaksikan orang tua mana pun secara lebih ekstensif daripada orang tuanya sendiri. Oleh karena itu, orang sering kali kembali berperilaku serupa dengan orang tuanya, karena mereka tidak memiliki blue print lain untuk diikuti. 

3. Bangun hubungan yang lebih sehat

Jika kita tidak membentuk keterikatan yang sehat dengan orang tua saat tumbuh dewasa, maka akan sangat sulit untuk melakukannya di masa dewasa. Dengan mengidentifikasi persepsi bawah sadar tentang hubungan, seseorang mampu mendekati hubungan sosial dan relasional dengan lebih intensionalitas.


4. Meningkatkan regulasi emosional

Ilustrasi sabar, kalem (Image by benzoix on Freepik)

Kita tumbuh dengan memperhatikan bagaimana orang tua kita berbicara dan merespons emosi mereka sendiri. Saat masih anak-anak, kita sering meniru perilaku tersebut.

Jika orang tua kita merasa malu atau menolak emosi tertentu atau mendisiplin kita dalam mengungkapkannya, maka sebagai orang dewasa akan sulit mengatur perasaan tersebut. Dengan mengatasi masalah ini, kita dapat meningkatkan kemampuan kita untuk mengatur emosi secara efektif, yang berdampak positif besar pada kualitas hidup secara keseluruhan.

5. Meningkatkan kepuasan hidup

Mengevaluasi kembali pesan-pesan negatif yang diberikan kepada Anda sebagai seorang anak dapat membantu Anda mengembangkan pandangan hidup yang lebih positif. Ini juga dapat membantu Anda mengidentifikasi bagian-bagian diri Anda yang terlupakan dan selaras dengan nilai-nilai dan minat Anda.

6. Membangun kepercayaan diri

Dengan membuat keputusan untuk diri sendiri, Anda menumbuhkan rasa percaya diri dan kesadaran bawaan. Ini mungkin menantang, tapi tetap pada pilihan Anda akan membantu Anda merasa lebih percaya diri dalam situasi atau interaksi apa pun dengan orang lain.


Tips Melakukan Self-Reparenting

Ilustrasi perempuan ceria, tersenyum. / Freepik by benzoix

Reparenting adalah proses yang membutuhkan waktu dan usaha. Namun, membangun kebiasaan yang bermanfaat bagi Anda di masa anak-anak dapat membantu Anda menghindari keputusasaan.

Berikut adalah beberapa tips dalam melakukan self-reparenting, yaitu:

1. Coba menyayangi diri sendiri

Aspek terpenting dalam reparenting adalah mempraktikkan belas kasihan pada diri sendiri. Penting untuk diingat bahwa tidak ada seorang pun yang memilih orang tuanya.

Oleh karena itu, fokuslah untuk bersikap lembut terhadap diri sendiri saat Anda mencoba mengubah apa yang tidak dapat Anda kendalikan saat masih kecil.

2. Hargai perasaan Anda

Mengidentifikasi, memvalidasi, dan memenuhi kebutuhan emosional Anda adalah salah satu bagian tersulit dalam mengasuh anak. Orang-orang sering kali diberikan bahasa emosi yang terbatas ketika masih anak-anak, dan diajarkan untuk mengkategorikan emosi sebagai “baik” atau “buruk”.

Namun, terus ingatkan diri Anda bahwa semua emosi itu penting, tidak peduli bagaimana perasaan kita terhadapnya. Emosi akan muncul; yang penting adalah cara kita menanggapinya.


3. Selalu ingin punya rasa ingin tahu

Ilustrasi Rasa Penasaran Credit: pexels.com/pixabay

Reparenting adalah proses terus-menerus mempelajari respons kita, mengidentifikasi respons mana yang tidak sehat, dan berupaya memahami alasan kita mengembangkan respons tersebut. Daripada menghakimi diri sendiri, teruslah penasaran saat Anda melihat pola Anda dengan lebih jelas dan akurat.

Semakin baik kita melihat dan memahami suatu masalah, semakin efektif kita mampu mengatasi dan mengubahnya.

4. Bersabar dengan diri sendiri

Penting untuk diingat bahwa pemahaman kita tentang diri kita sendiri, hubungan, dan dunia sering kali tersimpan dalam pikiran bawah sadar kita. Kita biasanya tidak menyadari pola yang kita kembangkan sebagai anak-anak.

Ingatlah bahwa butuh waktu bertahun-tahun untuk membentuk pola-pola ini, oleh karena itu perlu waktu untuk melupakan dan memformulasikannya kembali.

5. Fokus pada self-care

Reparenting bisa menguras tenaga dan melelahkan. Penting untuk memastikan Anda fokus untuk secara konsisten memenuhi kebutuhan fisik dan emosional Anda sendiri.

Self-care dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk menetapkan batasan, melepaskan diri dari hubungan yang beracun, meluangkan waktu untuk diri sendiri, memenuhi kebutuhan fisik, dan menjalani terapi.

Infografis Ciri-ciri Ibu rumah tangga Punya Masalah Kesehatan Mental.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya