Kejagung Terus Usut Kasus Korupsi Impor Emas, 3 Saksi Diperiksa

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi impor emas, yakni pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Sebanyak tiga saksi pun diperksa perihal tersebut.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 20 Jun 2024, 10:40 WIB
Kejaksaan Agung telah menetapkan enam mantan General Manager PT Antam Tbk sebagai tersangka dugaan korupsi 109 ton emas. (Tim News).

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi impor emas, yakni pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Sebanyak tiga saksi pun diperiksa perihal tersebut.

"Ketiga saksi diperiksa untuk tersangka TK, tersangka HN, tersangka DM, tersangka AHA, tersangka MA, dan tersangka ID," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya, Kamis (20/6/2024).

Menurut Harli, ketiga saksi itu adalah EEL dari Toko Aneka Logam, YSE dari Toko Emas Jaya Abadi, dan STY selaku pegawai PT Antam Tbk.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Harli.

Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut perkara baru kasus korupsi emas, dalam hal ini pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010-2022. Sementara itu, publik menyoroti 109 ton emas yang diduga palsu dan beredar di masyarakat.

Kapuspenkum Kejagung yang sebelumnya, Ketut Sumedana, menyampaikan para tersangka menggunakan merek Antam ke emas cetak milik swasta secara ilegal.

"Itu kasus baru, sudah dijelaskan sama pak Dirdik. Keenam ini posisinya sebagai manajer yang punya kewenangan untuk stempel, ternyata yang distempel banyak. Yang ilegal juga distempel, sehingga mengganggu proses marketnya di Indonesia. sekarang kita lagi hitung kerugian negaranya. ini kasus baru beda dengan yang di Surabaya (Budi Said)," tutur Ketut saat dikonfirmasi, Senin (3/6/2024).

Ketut meyakini adanya perbedaan antara emas Antam dengan milik swasta yang distempel secara melawan hukum. Hanya saja soal kualitas, pihak yang ahli lebih berwenang menilai.

"Ya pasti beda, ini emas ilegal, yang satunya kan emas legal. Kalau kualitas saya nggak tahu, karena saya bukan ahlinya di sana. Ini kan masih kita hitung, masih kita cek semuanya," jelas dia.

Adapun soal kondisi emas yang secara ilegal menggunakan nama Antam dan telah beredar di masyarakat, lanjut dia, masih perlu dibahas solusinya bersama para pihak terkait.

"Kita enggak bisa begitu, itu kan nanti, kita bicara sekarang, nanti kebijakan seperti apa kita belum tahu. Tentu bukan kita juga yang punya kewenangan otoritas," Ketut menandaskan.

 


Enam GM PT Antam Jadi Tersangka Korupsi Emas

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam orang mantan petinggi UBPP LM PT Antam Tbk sebagai tersangka kasus dugaan korupsi komoditi emas. (Merdeka.com)

Kejaksaan Agung (Kejagung) sendiri telah menetapkan enam mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Aneka Tambang (Antam) Tbk periode 2010-2021 sebagai tersangka dugaan korupsi emas.

Kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010-2022 ini menjadi pengungkapan skandal rasuah baru yang ditangani Kejagung.

"Ini kasus yang berbeda, ini terkait dengan kasus tata niaga komoditi emas," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi saat jumpa pers, Rabu (29/5/2024).

Perbedaan kasus yang dimaksud yakni dengan perkara atas tersangka Budi Said, pengusaha properti yang dijuluki Crazy Rich Surabaya dalam dugaan korupsi penjualan emas logam mulia PT Antam.

"Dari penanganan perkara ini kita temukan ternyata ada aktivitas manufacturing yang disalahgunakan oleh oknum-oknum PT Antam oleh para general manager. Ini kasus baru, terpisah dengan kasus Budi Said," kata Kuntadi.

Keenam tersangka adalah mantan General Manager (GM) UBPP LM PT Antam Tbk, yakni inisial TK (GM periode 2010-201), HN (GM periode 2011-2013); DM (GM periode 2013-2017); AH (GM periode 2017-2019), MAA (GM periode 2019-2021), dan ID (GM periode 2021-2022).

"Mereka adalah para General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia atau UBPP LM PT Antam pada periode kurun waktu 2010 sampai dengan 2021," tuturnya.

 


Para Tersangka Lakukan Aktivitas Ilegal

Adapun, kasus korupsi ini bermula saat tersangka selaku General Manager UBPP LM PT Antam telah menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur.

"Yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia. Namun yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah merekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam," ucapnya.

"Padahal para tersangka ini mengetahui bahwa perekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar. Karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam," sambung dia.

Akibat perbuatan para tersangka dalam periode yang tertera dalam kasus tersebut, turut tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton.

Emas murni merek Antam hasil perkatan itu telah diedarkan ke pasaran secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi.

"Sehingga logam mulia yang bermerek secara ilegal ini telah menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam, sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi," ujarnya.

Atas kasus ini tersangka HN, MA dan ID pun dilakukan penahanan di Rutan Salemba Kejaksaan Agung. Sedangkan untuk Saudari TK di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Lalu untuk dua tersangka yang lain tidak dilakukan penahanan, karena pada saat ini DM sedang menjalani penjara untuk perkara lain dan Saudara AH sedang dilakukan penahanan dalam perkara lain.

Sementara dalam kasus ini para tersangka telah dijerat Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya