Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan memberikan gelar 'Haji' atau hajjah kepada seseorang setelah menunaikan ibadah haji merupakan fenomena sosial yang umum terjadi di masyarakat Muslim Indonesia.
Gelar ini sering kali diberikan sebagai tanda penghargaan atau sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang telah menunaikan salah satu rukun Islam tersebut.
Bagi sebagian orang, panggilan 'Pak Haji' dianggap sebagai bentuk prestise atau status sosial yang dihargai, sehingga tidak jarang ada yang merasa tersinggung jika tidak dipanggil dengan gelar tersebut setelah kembali dari tanah suci.
Dai muda Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam sebuah ceramah di majelisnya yang diunggah di kanal YouTube @mualafchannelgmbg8008, mengklarifikasi makna sebenarnya di balik panggilan 'Haji' atau 'Hajjah'.
Menurutnya, panggilan tersebut bukanlah sebuah gelar kehormatan, melainkan sebuah pengingat bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Dipanggil Haji karena Hal Ini
"Dikata al-hajj itu asalnya bukan untuk memberikan gelar tapi untuk mengingatkan," ujar Ustadz Adi Hidayat dalam ceramahnya.
Ia menekankan bahwa panggilan tersebut mengandung pesan moral yang penting. Ketika seseorang dipanggil dengan sebutan "Haji" atau "Hajah", sebenarnya mereka diingatkan untuk menjaga kemabruran hajinya.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan lebih lanjut bahwa ketika seseorang dipanggil "Pak Haji Adi", maksudnya adalah agar orang tersebut selalu menjaga kemabruran hajinya.
"Jadi kalau dipanggil Pak Haji Adi, maksudnya pak, bapak sudah haji, jaga ya, jangan sampai mabrurnya hilang lagi," jelasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab moral seorang haji sangat besar.
Begitu juga dengan panggilan untuk perempuan yang telah menunaikan haji. "Ibu Hajah Hasanah, misalnya, dipanggil Bu Hajah itu bukan ingin memberikan gelar. Ibu sudah haji, jangan sampai lelah yang telah didapati, kebaikan yang telah diraih gugur lagi dengan perilaku yang menyimpang yang telah diistighfari ketika haji," kata UAH.
Advertisement
Haji Bukan Sekadar Ritual, tapi Transformasi Diri
Ia menegaskan bahwa panggilan tersebut mengingatkan seseorang untuk menjaga perilaku dan ibadahnya.
UAH kembai menekankan bahwa makna mendalam dari panggilan "Haji" dan "Hajah" adalah untuk memastikan bahwa mereka yang telah menunaikan ibadah haji tidak kembali kepada perilaku buruk yang telah mereka tinggalkan.
"Jangan sampai kemabruran haji itu hilang dengan kembali melakukan dosa-dosa yang telah diampuni selama haji," ujarnya.
Lebih jauh, UAH menjelaskan bahwa ibadah haji adalah proses spiritual yang mendalam dan penuh makna. Oleh karena itu, panggilan "Haji" dan "Hajah" seharusnya menjadi pengingat terus-menerus akan komitmen mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah kembali dari Mekkah.
"Haji bukan sekadar ritual, tapi transformasi diri," tambahnya.
Dalam ceramahnya, UAH juga menyoroti bahwa seringkali masyarakat menganggap panggilan "Haji" dan "Hajah" sebagai tanda status sosial. Padahal, yang lebih penting adalah esensi dari panggilan tersebut. "Ini bukan soal status, tapi soal tanggung jawab spiritual," kata UAH.
Ia juga mengingatkan bahwa setiap Muslim yang telah menunaikan haji harus berusaha menjaga kualitas ibadah dan perilaku sehari-hari mereka.
"Jangan sampai kebaikan yang telah diraih selama haji hilang begitu saja karena kita kembali ke kebiasaan buruk," tegasnya.
UAH mengakhiri ceramahnya dengan pesan yang kuat agar setiap Muslim yang telah berhaji selalu introspeksi dan menjaga kemabruran haji mereka.
"Semoga setiap panggilan Haji dan Hajah menjadi pengingat bagi kita untuk selalu berbuat baik dan menjaga diri dari perbuatan dosa," pungkasnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul