Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memanggil sejumlah menteri dan pimpinan lembaga tinggi negara yang berkaitan ekonomi ke Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/6/2024). Pemanggilan terkait pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan pantauan Liputan6.com, pejabat negara yang hadir antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi. Jokowi sebelumnya juga memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Advertisement
"Iya (dipanggil soal rupiah)," kata Sri Mulyani kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pelemahan Rupiah yang terus terjadi merupakan hal yang wajar mengingat perekonomian AS yang kian membaik diikuti dengan mata uang dolar AS yang juga menguat pada berbagai mata uang dunia.
"Kita monitor saja dinamika atau fluktuasi berbagai mata uang dunia (currency), US dollar menguat, karena ekonomi Amerika membaik," kata Airlangga usai acara Konferensi Pers Pengembangan King’s College London, Jakarta, Kamis.
Sebagai informasi, pada pukul 14.46 WIB nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS tercatat mencapai Rp16.425,00 per dolar AS.
Rupiah Amblas Nyaris 16.500 per USD, Ternyata Gara-Gara Ini
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara terkait pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Melansir data Bloomberg, nilai tukar Rupiah melemah 0,34 persen ke level Rp 16.420 per dolar AS.
Perry menyebut, pelemahan nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global. Terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Federal Funds Rate (FFR) atau suku bunga antarbank oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
Kondisi ini berdampak pada tingginya ketidakpastian pasar global akibat menanti kebijakan suku bunga oleh The Fed. Hal ini membuat nilai tukar mata uang dolar AS semakin menguat dibandingkan mata uang negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia.
"Berbagai perkembangan tersebut, dan dengan tingginya yield US treasury, menyebabkan menguatnya nilai tukar dolar AS sehingga meningkatkan tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," ujar Perry dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia Thamrin, Jakarta, Kamis (20/6).
Dari faktor domestik, tekanan pada Rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen. Kemudian, persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah melemah 5,92 persen dari level akhir Desember 2023. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78 persen, 6,92 persen, 7,89 persen, 10,63 persen, dan 10,78 persen.
"Ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi ini memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," ucap Perry
Ke depan, BI memperkirakan nilai tukar Rupiah akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda. Hal ini didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Advertisement
Rupiah Ambruk, BI: Masih Lebih Baik Dibanding Won hingga Yen
Bank Indonesia (BI) memastikan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuhnya. Namun BI juga mengakui rupiah masih menghadapi pelemahan di Juni 2024.
"Nilai tukar rupiah pada Juni 2024 (hingga 19 Juni 2024) terjaga, meski sempat tertekan 0,70% (ptp) setelah pada Mei 2024 menguat 0,06% (ptp) dibandingkan dengan nilai tukar akhir bulan sebelumnya," ungkap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers RDG Juni 2024 disiarkan pada Kamis (20/6/2024).
Gubernur Perry menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan Dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik.
Sementara dari faktor domestik, tekanan pada Rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
"Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah melemah 5,92% dari level akhir Desember 2023, lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, Baht Thailand, Peso Meksiko, Real Brazil, dan Yen Jepang masing-masing sebesar 6,78%, 6,92%, 7,89%, 10,63%, dan 10,78%," beber Perry.