Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku masih menghitung besaran denda (demurrage) atas keterlambatan bongkar muat beras impor. Dia ingin memastikan pembagian pemenuhan atas biaya yang timbul tersebut.
Bayu menegaskan, demurrage merupakan hal yang lazim terjadi dalam bisnis eskpor-impor. Serta, biaya yang timbul tidak hanya dibebankan kepada importir, tapi juga ada peluang tanggungan asuransi hingga pengirim.
Advertisement
"Ini adalah hal yang biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin karena di pelabuhan itu penuh dan sebagainya. Demurrage itu biaya yang menjadi bagian dari biaya yang harus sudah diperhitungkan di dalam kegiatan ekspor impor," kata Bayu dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (21/6/2024).
Diketahui, sebelumnya dikabarkan ada 490 ribu ton beras impor yang tertahan di pelabuhan. Karena keterlambatan bongkar muat, ada biaya denda demurrage sebesar Rp 350 miliar.
Kendati begitu, Bayu menegaskan pihaknya masih menghitung besaran pastinya. Termasuk pembagian beban terhadap nilai denda yang timbul atas keterlambatan pengembalian kontainer.
"Berapa persisnya, itu masih terus diperhitungkan, karena ada negosiasi, misalnya mana yang bisa di-cover insurance, mana yang tidak, mana yang jadi tanggung jawab shipping. Jadi adanya biaya demurrage itu adalah hal yang bisa dikatakan menjadi bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor," paparnya.
Satu yang dipastikannya yakni Bulog berusaha menekan biaya demurrage yang timbul dari impor beras. Bayu memprediksi, biaya demurage tak lebih dari 3 persen dari total harga beras impor.
"Kita selalu berusaha untuk meminimumkan biaya demurrage. Biaya demurrage kami masih berhitung dan tadi masih melakukan negosiasi. Jadi angka akhirnya belum selesai, tetapi perkiraannya kalau dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor, mungkin Insya Allah tidak lebih dari 3 persen," pungkas Bayu.
Penjelasan Bos Bapanas
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi turut menanggapi adanya pengenaan denda (demurrage) atas keterlambatan bongkar muat beras impor. Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan terlambatnya bongkar muat tadi.
Sebelumnya, dikabarkan ada 490 ribu ton beras impor yang tertahan di sejumlah pelabuhan. Dengan impor beras menggunakan kontainer, ada waktu lebih lama dalam pembongkaran imbas penumpukan di pelabuhan. Arief menegaskan demurrage dalam bisnis eskpor-impor merupakan hal yang lazim terjadi.
"Terkait demurrage nanti yang paling tepat untuk menjawab Bapak Dirut Bulog, karena demurrage itu belum selesai hitungannya, mencakup ada shipping line, ada insurance, untuk ekspor impor itu hal yang biasa," kata Arief dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (21/6/2024).
Dia mengatakan, keterlambatan bongkar muat bisa saja dipengaruhi oleh faktor cuaca. Seperti hujan atau hal hambatan lainnya. Atas kendala itu, maka proses bongkar muat yang seharusnya dilakukan bisa mundur hingga kondisi kembali kondusif.
"Demurrage itu hal yang biasa. Itu tinggal dilihat, apakah karena hujan, dia yang tadinya harusnya 6 hari, jadi bisa 7 atau 8 hari. Itu hal biasa dalam business to business seperti biasanya," kata Arief.
Arief menerangkan, posisi Bapanas adalah memberikan penugasan terhadap Bulog untuk melakukan importasi sesuai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jadi Badan Pangan Nasional menugaskan Bulog sesuai hasil Ratas (Rapat Terbatas). Kemudian Bulog itu kan melakukan B2B. Yang order, yang mengimpor, yang mendistribusikan itu Bulog. Ini murni impor. Makanya tadi dalam rapat Komisi IV, saya persilakan Dirut Bulog untuk menjelaskan karena yang paling mengerti ya direksi Bulog gitu," tandasnya.
Advertisement
Stok Beras Aman
Lebih lanjut, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi memberi kepastian total stok beras yang dikelola Bulog berada dalam posisi yang aman dan mencukupi. Dengan total saat ini 1,7 juta ton dan akan terus bertambah seiring penyerapan produksi dalam negeri.
"Sampai tengah Juni, Bulog konsisten menyerap produksi dalam negeri dan totalnya sudah hampir 700 ribu ton. Bulog bergerak melakukan itu melalui berbagai program yang baik sekali," ucap Arief.
"Ada program Jemput Gabah, program Mitra Petani, dan program Makmur. Dengan ini, terlihat pemerintah itu sangat fokus dalam memperkuat stok, terutama untuk menabung beras sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah)," tutupnya.