Liputan6.com, Jakarta - Busi adalah komponen kecil di bagian atas kepala silinder yang menciptakan percikan listrik untuk membakar campuran udara dan bahan bakar di dalam ruang pembakaran mesin pengonsumsi BBM. Dengan arti lain, busi adalah elemen yang bertugas mengubah energi kimia pada bensin menjadi energi mekanis untuk menggerakkan mesin.
Komponen mungil pemegang kunci ini berperan vital dalam menjaga performa mesin, sehingga memilihnya untuk dipasangkan pada kendaraan harus benar-benar diperhatikan. Apalagi jika berniat melakukan modifikasi peningkatan pada mesin.
Advertisement
Membagikan tips memilih busi yang benar, Aftermarket Technical Support PT Niterra Mobility Indonesia (NGK), Diko Oktaviano memaparkannya sebagai berikut:
1. Jangan Melenceng dari Ketentuan Pabrikan
OEM (Original Equipment Manufacturer) telah merancang kendaraannya secara seksama untuk dapat dipakai dengan lancar, termasuk sampai ke urusan busi. Tentunya pabrikan lewat para engineer-nya bersama pemasok sudah menentukan apa yang baik dan sesuai untuk menjalankan kendaraannya. Maka dari itu, penting untuk memilih busi dari rekomendasi pabrik.
"Jadi, dalam satu tahun itu pabrikan punya portofolio produk yang memang bakal dikeluarkan dalam beberapa tahun ke depan, dan kita sudah dikasih tahu kedepannya bakal keluarin apa saja," terang Diko mengawali.
"Jangan busi standar dipakein OEM-nya motor lain. Hancur itu nggak bakal hidup, atau nggak cepet rusak," tambahnya.
2. Perhatikan Jenis Busi Berdasar Tingkat Panasnya Jika Ingin Melakukan Peningkatan
Namun begitu, jika pemilik kendaraan berniat untuk meningkatkan performa kendaraannya, bukan berarti busi tak diperbolehkan keluar jalur dari setelan pabrik. Beberapa peningkatan dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, dan yang terpenting untuk diperhatikan terlebih dahulu adalah jenis busi berdasar tingkat panasnya.
Pada umumnya, setiap busi memiliki kode "hot" atau "cold" untuk menunjukkan tingkat panasnya, atau lebih tepatnya kecepatan busi untuk membuang panas. Busi dingin memiliki karakteristik yang lebih cepat membuang panas, sementara busi panas lebih lambat.
Jenis busi ini harus dipilih berdasarkan karakteristik mesin dan rekomendasi OEM, dan ketika itu sudah ditentukan, baru bisa menentukan peningkatan tingkatan panasnya berdasar kode CPR.
"Contoh kalau misal OEM kita CPR 8, seperti yang ada di NMAX, ya sudah kalau kalian mau eksperimen, modifikasi mesin, ya naik aja satu tingkat jadi CPR 9, nggak boleh turun," kata Diko.
"Karena ketika turun, businya akan terjadi overheat, tapi kalau misalkan naik, setidaknya paling jelek itu adalah (deposit) karbon, tapi nggak merusak mesin," dirinya menimpali.
Untuk diketahui, CPR adalah kependekan dari "Cold Plug Rating" yang dinilai berdasar angka setelahnya. Busi yang tergolong sebagai busi panas biasanya memiliki nilai CPR 6 dan yang berada di bawahnya, sementara busi dingin memiliki nilai CPR 7 atau lebih.
Namun kategorisasi itu akan kembali bergantung pada merek.
Advertisement
3. Hindari Penggunaan Busi Nikel untuk Modifikasi
Busi motor standar OEM umumnya menggunakan material nikel. Diko menyebutkan, bahwa busi standar jenis nikel tidak cocok untuk performa atas karena materialnya yang mudah meleleh.
Maka jika ingin melakukan modifikasi peningkatan mesin seperti pada cc alias kapasitas silinder kendaraan, pengguna disarankan untuk memilih busi khusus performa.
"Kalau misalkan kalian ada modifikasi 150 jadi 300 cc, jangan lagi pakai nikel, cepat leleh dia materialnya," singkatnya.
"Ketika teman-teman mau modifikasi lebih ekstrem lagi, jangan pakai nikel. Karena kita sudah menawarkan platinum dan iridium. Karena itu secara konsep kita ciptakan memang buat tahan dengan kondisi suhu mesin yang memang sudah di luar standar," Diko menegaskan.
NGK G-Power, Alternatif Busi Performa yang Ekonomis
Dalam hal ini, bagi pengguna kendaraan yang masih menginginkan performa, NGK menawarkan pilihan menengah selain iridium yang memang terkenal akan keandalannya mengatasi kinerja mesin kelas atas.
Opsi busi upgrade tersebut adalah NGK G-Power yang lebih ekonomis. Busi ini ditawarkan untuk peningkatan performa harian.
"NGK G-Power punya central electrode terbuat dari bahan platinum diameter 0,6 mm sehingga pengapian jadi lebih fokus dan presisi. Kemudian ground electrode berbentuk trapesium mengurangi hambatan percikan api," ungkap Citra Aji Sanjaya, Marketing Manager PT Niterra Mobility Indonesia.
Untuk diketahui, busi OEM bermaterial nikel umumnya memiliki diameter lebih besar di angka 2,0 mm dengan ground electrode berbentuk persegi. Dengan hambatan yang dilepas G-Power, pembesaran inti api lebih cepat dan terfokus.
Secara keseluruhan, G-Power diklaim punya rancangan lebih baik dari OEM agar performa mesin optimal. Berdasarkan dynotest, tenaga, torsi, dan efisiensi bahan bakar terbukti bertambah dengan menerapkan G-Power.
Advertisement