Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat dibuka melemah. Pelemahan rupiah setelah pernyataan hawkish pejabat The Fed di Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah merosot 41 poin atau 0,25 persen menjadi 16.471 per USD dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar 16.430 per USD.
Advertisement
"Rupiah diperkirakan kembali melemah terhadap dolar AS yang rebound setelah pernyataan 'hawkish' dari pejabat The Fed Minneapolis Kashkari," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Jumat (21/6/2024).
Pejabat The Fed Minneapolis Kashkari mengatakan AS butuh waktu lama atau 2 tahun untuk inflasi kembali ke target 2 persen. Pernyataan tersebut memperkecil potensi penurunan suku bunga AS pada 2024.
Menurut Lukman, bila pelemahan rupiah terus berlangsung maka akan berat, walaupun pertumbuhan ekonomi domestik masih berkisar 5 persen, namun secara umum permintaan lemah, seperti penjualan ritel, dan mobil yang masih turun.
Ia memperkirakan rupiah akan bergerak di rentang Rp16.400 per dolar AS sampai dengan Rp16.550 per dolar AS.
Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sesuai dengan komitmen kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.
Stabilitas nilai tukar rupiah ke depan akan didukung oleh aliran masuk modal asing, menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
"Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan akan bergerak stabil sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Juni 2024 di Jakarta, Kamis (20/6).
BI terus mengoptimalkan seluruh instrumen moneter termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
Bank Indonesia juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.
Anjlok Akibat Teka Teki The Fed, Bos BI Pede Rupiah Perkasa Lagi
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dipanggil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk melaporkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tengah melemah.
Menurut dia, kurs rupiah selalu dipengaruhi oleh dua faktor utama, fundamental dan sentimen jangka pendek. Untuk faktor fundamental, Perry meyakini rupiah seharusnya bakal menguat.
Pasalnya, ekonomi nasional kini tengah dipengaruhi sejumlah indikator positif semisal inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi tinggi, pertumbuhan kredit bagus, hingga imbal hasil investasi.
Namun, Perry menilai rupiah goncang akibat faktor-faktor teknikal jangka pendek. Mulai dari konflik geopolitik di Timur Tengah hingga teka teki kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed.
"Contohnya bulan Mei terjadi, kemudian ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Demikian juga pada waktu itu Fed fund rate yang diperkirakan akan turun tiga kali rupanya enggak jadi, paling banter akhir tahun ini cuma sekali," ungkapnya, Kamis (20/6/2024).
Advertisement
Kebijakan Moneter
Merespon kebijakan moneter The Fed yang angin-anginan, BI sempat menaikan suku bunga acuan. Perry mengklaim itu sukses membuat nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh level Rp 16.600 per dolar AS turun menjadi Rp 15.900.
Perry juga tak memungkiri rupiah yang sempat menguat kini kembali terperosok ke level mendekati Rp 16.400 per dolar AS, lagi-lagi gara-gara ulah The Fed.
"Faktor globalnya masih Fed Fund Rate ini msh tebak-tebakan sampai akhir tahun mau turun berapa kali. Perkiraan kami sekali hanya akhir tahun saja," imbuh Perry.
"Tapi juga ada kenaikan suku bunga obligasi pemerintah Amerika yang tempo hari hanya 4,5 persen sekarang naik menjadi 6 persen karena memang untuk membiayai utang di Amerika. Demikian juga bank sentral Eropa sudah mulai menurunkan suku bunga. Ini yang menyebabkan kenapa sentimen-sentimen global ini memberikan dampak kepada pelemahan nilai tukar," urainya.