Liputan6.com, Jakarta - Sebagai orangtua, tentu kita ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Salah satu bentuk kasih sayang yang sering ditunjukkan adalah dengan menerapkan disiplin yang ketat.
Hal ini biasanya akan menghasilkan pola asuh otoriter atau biasa juga disebut strict parenting. Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang dicirikan dengan aturan yang kaku, kontrol yang berlebihan, dan kurangnya komunikasi terbuka antara orangtua dan anak.
Advertisement
Pola asuh ini mungkin terlihat berhasil dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang, strict parenting dapat membawa konsekuensi serius bagi kesehatan mental dan emosional anak, serta perkembangannya di masa depan.
Dilansir dari Psych Central, ada lima dampak negatif strict parenting yang dapat terjadi pada kehidupan anak.
Pencapaian Akademik yang Cenderung Rendah
Penelitian menunjukkan bahwa gaya pengasuhan otoriter serta pasif dapat memberikan dampak negatif pada pencapaian belajar anak.
Gaya pengasuhan otoriter dapat membuat anak merasa stres, cemas, dan tidak percaya diri. Hal ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk fokus pada pembelajaran dan mencapai potensi penuh mereka.
Di sisi lain, pola asuh dengan keseimbangan antara ketegasan dan kehangatan, telah dikaitkan dengan tingkat pencapaian akademis yang lebih tinggi pada anak.
Orangtua dengan gaya pengasuhan ini menetapkan aturan yang jelas dan konsisten, namun tetap memberikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan kemandirian mereka.
Kurangnya Tingkat Kepuasan Hidup Anak
Orangtua dengan gaya pengasuhan otoriter biasanya menetapkan aturan yang kaku dan tidak memberikan ruang bagi anak untuk mengekspresikan diri atau membuat keputusan sendiri.
Penelitian telah menunjukkan bahwa gaya pengasuhan tersebut dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kepuasan hidup anak.
Sebuah studi yang meneliti hubungan antara kepuasan hidup dan gaya pengasuhan di 10 negara menemukan bahwa anak-anak dari orangtua yang hanya menggunakan gaya otoriter memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari orangtua yang menerapkan gaya pengasuhan lain.
Advertisement
Meningkatkan Kecemasan dan Depresi Anak
Penelitian di berbagai negara telah menunjukkan hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan otoriter dan hasil kesehatan mental yang negatif pada anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter lebih berisiko mengalami:
- Kecemasan: Anak-anak ini mungkin merasa cemas dan khawatir secara berlebihan, dan mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mengendalikan rasa cemas mereka.
- Depresi: Anak-anak ini mungkin merasa sedih, putus asa, dan tidak bersemangat, dan mereka mungkin kehilangan minat dalam aktivitas yang sebelumnya mereka sukai.
- Masalah perilaku: Anak-anak ini mungkin menunjukkan perilaku agresif, impulsif, atau destruktif sebagai cara untuk mengatasi stres dan kecemasan mereka.
Dampak negatif dari gaya pengasuhan otoriter dapat bertahan hingga masa dewasa. Orang dewasa yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter mungkin lebih berisiko mengalami masalah kesehatan mental.
Apa Dampak Negatif dari Pola Asuh Otoriter?
Sebuah studi tahun 2006 yang meneliti pola asuh orang tua di budaya Asia menemukan bahwa anak-anak dengan orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih rendah.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena mereka terbiasa bergantung pada persetujuan dan validasi dari orangtua mereka untuk membangun rasa percaya diri.
Kurangnya otonomi dan ruang untuk mengekspresikan diri dalam gaya pengasuhan otoriter ini dapat membuat anak-anak ini kesulitan dalam mengembangkan rasa percaya diri internal dan membuat keputusan sendiri.
Temuan ini diperkuat oleh studi tahun 2020 yang menunjukkan hubungan antara kepercayaan diri yang rendah dan pola asuh yang kurang empati dan kurang menerima secara sosial.
Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ini mungkin merasa tidak berharga dan tidak disukai, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan kepercayaan diri mereka.
Advertisement
Apa Dampak Strict Parents Pada Remaja?
Sebuah penelitian yang meneliti konflik antara remaja dan orang tua di China menemukan bahwa remaja yang dibesarkan dengan aturan yang kaku dan disiplin yang keras justru lebih rentan mengalami konflik dengan orangtua mereka.
Penelitian ini menunjukkan bahwa strict parenting dapat memicu pemberontakan pada remaja.
Remaja yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan otoriter mungkin merasa tertekan dan tidak dihargai, sehingga mereka bisa saja memberontak sebagai bentuk perlawanan terhadap kontrol orangtua.
Hal ini dapat menyebabkan konflik dan pertengkaran yang intens.
Di sisi lain, penelitian ini juga menemukan bahwa remaja yang dibesarkan dengan orangtua yang pasif, yang menunjukkan kurangnya perhatian dan keterlibatan dalam kehidupan anak, juga lebih rentan mengalami konflik.
Kurangnya komunikasi dan dukungan emosional dari orangtua dapat membuat remaja merasa kesepian dan tidak dipahami, sehingga mereka bisa saja mencari perhatian dan validasi melalui perilaku negatif seperti pemberontakan.