Permintaan KPR Naik, Penyaluran Kredit Properti Tumbuh 8,8% pada Mei 2024

Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit properti tumbuh sebesar 8,8% (yoy) pada Mei 2024. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Jun 2024, 17:00 WIB
Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah bersubsidi di Ciseeng, Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/2/2021). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. meyakini tahun ini menjadi tahun pemulihan bagi sektor properti khususnya rumah tapak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit properti tumbuh sebesar 8,8% (yoy) pada Mei 2024. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.

Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, mengatakan pertumbuhan kredit properti berasal dari kredit KPR dan KPA yang tumbuh sebesar 14,3% (yoy) serta kredit Real Estate sebesar 10,1% (yoy). 

“Sementara itu, kredit konstruksi pada Mei 2024 terkontraksi sebesar 1,1% (yoy), setelah pada April 2024 terkontraksi sebesar 3,3% (yoy),” kata Erwin dalam laporan BI, Jumat (21/6/2024).

Lebih lanjut, untuk penyaluran kredit kepada UMKM pada Mei 2024 tumbuh sebesar 7,3% (yoy), setelah tumbuh sebesar 8,1% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM terutama pada skala mikro (11,6%, yoy). 

Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit UMKM pada Mei 2024 dipengaruhi oleh kredit investasi (19,0%, yoy) dan kredit modal kerja (3,6% yoy).

Sementara untuk Kredit modal kerja (KMK) pada Mei 2024 tumbuh sebesar 10,8% (yoy), setelah tumbuh sebesar 12,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perkembangan KMK bersumber dari pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan.

Lalu, Kredit investasi (KI) pada Mei 2024 tumbuh sebesar 13,8% (yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 14,6% (yoy) terutama bersumber dari sektor Industri Pengolahan dan sejenisnya, serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih.

Sedangkan, kredit konsumsi (KK) tumbuh sebesar 10,1% (yoy) pada Mei 2024, relatif stabil dengan pertumbuhan April 2024, terutama didorong oleh perkembangan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan Kredit Multiguna.


Naik Lagi, Uang Beredar Mei 2024 Tembus Rp 8.965 Triliun

Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar, selalu mengalami perubahan setiap saat terkadang melemah terkadang juga dapat menguat.

Bank Indonesia mencatat Uang Beredar tumbuh lebih tinggi pada Mei 2024. Posisi uang beredar dalam arti kuas (M2) pada Mei 2024 tercatat sebesar Rp8.965,9 triliun, atau tumbuh sebesar 7,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,9% (yoy). 

Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, perkembangan M2 terutama didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,3% (yoy) dan uang kuasi sebesar 8,8% (yoy).

Komponen M1 dengan pangsa 54,8% dari M2, pada Mei 2024 sebesar Rp4.915,7 triliun atau tumbuh sebesar 6,3% (yoy), setelah tumbuh 5,5% (yoy) pada bulan sebelumnya.

“Perkembangan M1 terutama disebabkan oleh perkembangan uang kartal di luar bank umum dan BPR, serta giro rupiah. Uang kartal yang beredar di masyarakat pada Mei 2024 sebesar Rp934,0 triliun, atau tumbuh 8,7% (yoy), setelah tumbuh 5,3% (yoy) pada April 2024,” kata Erwin dalam keterangannya, Jumat (21/6/2024).

Lebih lanjut, untuk giro rupiah tercatat sebesar Rp1.691,1 triliun, atau tumbuh sebesar 8,1% (yoy), setelah tumbuh sebesar 6,5% (yoy) pada bulan sebelumnya. 

Kemudian, tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu dengan pangsa 46,6% terhadap M1, tercatat sebesar Rp2.290,6 triliun pada Mei 2024, atau tumbuh 4,1% (yoy), setelah tumbuh sebesar 4,8% (yoy) pada bulan sebelumnya.

Pada Mei 2024, uang kuasi dengan pangsa 44,8% dari M2, tercatat sebesar Rp4.013,5 triliun atau tumbuh 8,8% (yoy), setelah tumbuh 8,5% (yoy) pada April 2024. Pertumbuhan uang kuasi dikontribusikan oleh simpanan berjangka (6,2%, yoy) dan giro valas (25,5%, yoy).

Sementara itu, tabungan lainnya terkontraksi sebesar 3,6% (yoy), setelah terkontraksi sebesar 6,5% (yoy) pada bulan sebelumnya.

 


Uang Beredar M2

Pegawai memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup turun 0,22 persen atau 34 poin ke Rp15.616,5 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS 0,16 persen ke 104,41. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi uang beredar M2 pada Mei 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih. 

“Penyaluran kredit pada Mei 2024 tumbuh sebesar 11,4% (yoy), setelah pada April 2024 tumbuh sebesar 12,3% (yoy),” ujarnya.

Lalu aktiva luar negeri bersih pada Mei 2024 tumbuh sebesar 0,6% (yoy), setelah bulan sebelumnya terkontraksi 1,1% (yoy). Tagihan bersih sistem moneter kepada Pemerintah Pusat tumbuh sebesar 22,7% (yoy) pada Mei 2024, setelah tumbuh 25,8% (yoy) pada bulan sebelumnya. 


BI Tahan Suku Bunga, Rupiah Bisa Tembus 16.500 per Dolar AS Hari Ini

Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. Dalam beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah telah tembus level psikologis di 16.000 per dolar AS. bahkan Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjandra mengatakan bahwa mata uang garuda berpotensi terus melemah menuju 16.500 per dolar AS pada hari ini.

"Potensi pelemahan ke arah 16.500 per dolar AS dengan support di sekitar 16.380 per dolar AS," ujar Ariston di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Tren pelemahan rupiah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tren penguatan indeks dolar AS masih akan berlanjut di kisaran 105,60 pada hari ini.

"Potensi pelemahan rupiah masih terbuka terhadap dolar AS hari ini melihat indeks dolar AS yang masih bergerak naik pagi ini," ungkapnya.

Kedua, kebijakan bank sentral AS The Fed yang masih enggan menurunkan suku bunga acuan juga akan mendorong pergerakan mata uang dollar AS ke level yang lebih tinggi. Alhasil, sejumlah mata uang dunia termasuk Rupiah berpotensi mengalami pelemahan lebih dalam.

"Sentimen pelemahan rupiah masih sama, soal The Fed yang kelihatan enggan terburu-buru menaikan suku bunga acuannya," bebernya.

Dari sisi internal, Ariston menyoroti langkah intervensi Bank Indonesia (BI) yang tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Meski demikian, optimalisasi instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI dapat menarik dolar AS masuk ke Indonesia untuk mengurangi pelemahan Rupiah.

"Kemarin BI juga tidak melakukan perubahan kebijakan suku bunga. Tapi BI bisa memakai instrumen lain untuk menarik dolar masuk ke Indonesia seperti SRBI," ujarnya.

Infografis Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Trie Yas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya