Liputan6.com, Jakarta Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menilai, masuknya produk impor ke pasar dalam negeri adalah sebuah keniscayaan, bukan disebabkan oleh platform e-commerce. Justru keberadaan e-commerce menjadi peluang bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero mengatakan, platform teknologi hanyalah alat untuk mempertemukan konsumen dengan penjual termasuk UMKM. Salah satunya TikTok Shop yang saat ini telah bersinergi dengan Tokopedia. Ia menyebut platform tersebut hanya menjadi media bertemunya penjual dengan pembeli.
Advertisement
"TikTok Shop tidak bisa disalahkan. Sebagai masyarakat global, kita tidak bisa menutup pasar terhadap produk impor. TikTok Shop silakan saja beroperasi sesuai dengan aturan yang sudah dibuat. Kita juga tidak mau produk kita dipersulit dengan aturan ketat di luar negeri," kata Edy, dalam keterangannya, seperti dikutip, Jumat (21/6/2024).
Pemerintah, lanjut Edy, pun telah memberikan barikade agar produk impor tidak membanjiri negeri ini dan tidak berhadapan langsung dengan pelaku UMKM. Salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Permendag yang berlaku sejak 26 September 2023 tersebut secara tegas melarang penjualan produk impor di e-commerce dengan harga di bawah USD100. Artinya, pasar produk dengan harga di bawah USD100 saat ini menjadi pasar barang lokal kita.
"Berarti yang USD100 ke atas saja yang menjadi pasar bersama. Ingat, bukan pasar impor namun pasar bersama, baik barang impor maupun barang lokal," ujar Edy.
Sebagai dua raksasa di bidang digital, Edy mengatakan, kolaborasi antara TikTok Shop dan Tokopedia justru memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM lokal untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena menawarkan akses ke pasar yang lebih besar. Itu sebabnya, pengusaha UMKM harus serius untuk memperebutkan pasar produk dengan harga di atas USD 100.
"Pasar sudah terbuka, regulasi sudah dibuat. Masalahnya, kita siap atau enggak? Makanya, tidak ada lagi alasan untuk bersantai-santai. Saatnya bersaing dengan sehat sebagai masyarakat global," tegasnya.
Beri Kesempatan ke Pelaku UMKM
Sebelum platform e-commerce booming, sejatinya sudah banyak produk impor yang membajiri pasar Indonesia, salah satunya produk tekstil. Bahkan, produk tekstil asal China sudah banyak beredar sejak awal tahun 2000-an.
Oleh karenanya, kata Edy, saat ini kita sudah berada di era baru mekanisme perdagangan dan Indonesia tidak boleh menjadi masyarakat terpencil yang tidak menerima produk dari luar. Sebab dampaknya justru akan membuat Indonesia tersisih dari perdagangan internasional sehingga produk dalam negeri tidak diterima di luar negeri.
"Yang penting, pengawasan harus ditegakkan. Jangan sampai ada produk impor masuk secara ilegal. Mentalitas untuk menggunakan produk dalam negeri juga harus ditekankan. Kalau ini semua berfungsi dengan benar, kita akan menjadi negeri yang kuat ke depan," pungkas Edy.
Advertisement
Aplikasi Belanja Online China Meresahkan UMKM Lokal, Pemerintah Diminta Pasang Mata
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Sarman Simanjorang meminta pemerintah terus pasang mata terhadap masuknya aplikasi online belanja dari China, Temu. Sebab itu berpotensi mengancam masa depan para pelaku usaha UMKM.
"Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kominfo agar cermat dan ekstra mengawasi masuknya aplikasi Temu asal China yang akan mengancam kelangsungan UMKM dan industri dalam negeri," ujar Sarman dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Jumat (21/6/2024).
Sarman mensinyalir Temu punya model bisnis dari pabrik langsung ke konsumen (factory to consumer), yang bakal membuat harga barang nantinya jauh lebih murah seperti pernah ditawarkan TikTok Shop. Sehingga nantinya akan memastikan jutaan UMKM dan industri dengan produk sejenis.
Ia menilai, model ini tentu tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui PP Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, dimana tidak diperbolehkan pabrik langsung menjual ke konsumen harus melalui distributor agen agen yang ditunjuk.
"Kehadiran aplikasi Temu memiliki dampak ancaman serius dan amat serius bagi masa depan UMKM dan industri kita. Untuk itu pemerintah harus benar benar memproteksi dan memastikan aplikasi ini jangan sempat muncul di dunia e-commerce Indonesia," pintanya.
Menurut dugaannya, aplikasi belanja online ini bakal menjual berbagai kebutuhan sehari-hari, baik sandang maupun pangan yang tentunya banyak diproduksi oleh UMKM maupun pelaku industri lokal.
"Jika ini sampai terjadi akan sangat mengancam lapangan pekerjaan dan dari sisi kualitas dan kehalalannya juga tidak terjamin," tegas Sarman.
Kadin Indonesia dan kelompok pengusaha lain mendukung penuh Kementerian UKM, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika agar terus memonitor masuknya aplikasi ini, dan memastikan jangan sampai masuk.
"Deteksi dini harus dilakukan,karena mereka pasti akan melakukan berbagai cara untuk masuk pasar e-commerce Indonesia. Kita mengajak masyarakat agar cermat berbelanja online,jangan terjebak dengan harga murah," pungkas Sarman.
Aplikasi Temu asal China Bikin Menteri Teten Khawatir, Sudah Masuk Indonesia? Ini Penjelasan Kemendag
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mencatat aplikasi asal China, Temu belum masuk ke Indonesia. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menegaskan belum ada izin atas aplikasi Temu beroperasi di Indonesia.
Diketahui, aplikasi Temu menjadi sorotan setelah Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melihat adanya sinyal ancaman masuknya aplikasi China itu ke Indonesia. Menurut dia, hal itu bisa mengganggu pasar produk UMKM lokal.
Senada, Isy Karim mengatakan, kalau aplikasi e-commerce itu belum masuk ke Indonesia. Dia mengaku sudah mengecek ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Temu itu sebenarnya belum mendaftar di kita saya juga sudah mengecek ke Kominfo itu belum masuk," ujar Isy, ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Dia menuturkan, model bisnis yang dijalankan Temu adalah melakukan suplai barang dari pabrik ke pelanggan (factory to customer) secara langsung. Hal ini yang menurut dia tidak cocok dengan kebijakan perdagangan di dalam negeri.
"Itu bertentangan dengan PP 29 Tahun 2021. Jadi kalau setiap kegiatan dari factory ke consumer harus ada perantaranya, ada harus distributor. Jadi tidak bisa dari pabrik langsung ke konsumen," ungkapnya.
Dia pun menegaskan, hingga saat ini Kemendag belum menerbitkan izin operasi untuk aplikasi Temu sebagai ecommerce di Indonesia.
"Sampai sekarang belum ada izinnya, kita akan pantau terus secara intens," tegas Isy Karim.
Advertisement