Guru Harus Miliki 3 Kompetensi Ini jika Hendak Mengajar Kata Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani

Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, sebelum mengajar kepada orang banyak, guru harus memiliki 3 kompetensi ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jun 2024, 11:30 WIB
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani (Sumber: Kemenag)

Liputan6.com, Cilacap - Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani merupakan sosok wali yang sangat masyhur. Dari usia kanak-kanak beliau sudah gemar menimba ilmu pengetahuan agama.

Bahkan di masa mudanya, yakni sekitar usia 17 tahun Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani meninggalkan tanah kelahirannya untuk menimba ilmu di Baghdad, Irak.

Banyak pustaka yang meriwayatkan perjalanan intelektualnya. Tercatat, beliau belajar kepada ulama alim allamah yang tersohor di zamannya.

Rupanya tak hanya dunia tasawuf saja yang digelutinya. Berbagai macam disiplin ilmu lainnya juga beliau kuasai, termasuk beliau sangat menguasai bidang pendidikan Islam.

Hal ini terlihat dari pandangannya tentang salah satu unsur penting dalam pendidikan Islam yakni guru atau dalam istilah sekarang di sebut sebagai pendidik. Menurutnya guru dapat dikatakan layak mengajar jika memiliki tiga kebijaksanaan yang menjadi standar kompetensi.

 

Simak Video Pilihan Ini:


3 Kompetensi Guru menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani

Ilustrasi murid dan guru TK. (Image by freepik)

Menukil NU Online, KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) mencatat, pelajaran yang diselami puluhan tahun diperoleh dari guru-guru besar yang terkenal di zamannya dan mempunyai urutan yang bersambung dari misalnya Al-Qadli Abi Said al-Mubarak bersambung pada Syekh Abi Hasan Ali bin Abi Yusuf Al-Quraisyi hingga Abil Qasim Junaidi al-Baghdadi hingga Abu al-Hasan Ali Ar-Ridla,

Lalu, Musa al-Kazim, Ja’far as-Shadiq sampai kepada Muhammad al-Baqir dan Zainal Abidin yang langsung dari Sayyidina Ali, dimana yang belakangan ini memperolehnya dari Rasulullah SAW.

Ucapan Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang sangat terkenal di antaranya: “Tidak layak bagi seorang guru yang hendak mengajarkan ilmunya kepada orang banyak sebelum menguasai kebijaksanaan tiga perkara; pertama: ilmu al-ulama (pengetahuan ukuran ulama), kedua: siyasat al-muluk (pengetahuan politik raja-raja), dan ketiga: hikmat al-hukama (hikmat kebijaksanaan para hukama). (KH Saifuddin Zuhri, 2001: 41).


Sekilas tentang Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani

Ilustrasi - Kafilah pada masa Arab zaman Jahiliyah. (Foto: Tangkapan layar film The Message)

Nama lengkap Syekh Abdul Qadir Jailani adalah Sayyid Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani. Syekh Abdul Qadir dilahirkan di Desa Nif atau Naif, termasuk pada distrik Jailan (disebut juga dengan Jilan, Kailan, Kilan, atau al-Jil), Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut Kota Baghdad, di selatan Laut Kaspia, Iran.

Wilayah ini dahulunya masuk ke bagian wilayah Thabarishtan, sekarang sudah memisahkan diri, dan masuk menjadi suatu provinsi dari Republik Islam Iran. Ia dilahirkan pada waktu fajar, Senin, 1 Ramadhan 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Abdul Qadir lahir dari pasangan yang taat.

Ayahnya bernama al-Imam Sayyid Abi Shalih Musa Zangi Dausat, adalah ulama fuqaha ternama, Mazhab Hambali, dan garis silsilahnya berujung pada Hasan bin Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW. Sedangkan, ibunya adalah Ummul Khair Fathimah, putri Sayyid Abdullah Sauma'i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Dari jalur ini, silsilahnya akan sampai pada Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Jika silsilah ini diteruskan, akan sampai kepada Nabi Ibrahim melalui kakek Nabi SAW, Abdul Muthalib. Ia termasuk keturunan Rasulullah dari jalur Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Karena itu, ia diberi gelar pula dengan nama Sayyid.

Ia lahir sebagai anak yatim. Ayahnya telah wafat sewaktu beliau masih dalam kandungan enam bulan. Dia tumbuh di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Kehidupan Abdul Qodir sangat sederhana dan dikenal sangat jujur. Ia diakui sebagai pendiri Tarekat Qadiriyah, yang memiliki banyak jamaah dan menyebar dari Nigeria sampai Tiongkok.

Ia juga menulis setidaknya tujuh karangan dan yang paling terkenal adalah Al-Fath al-Robbani yang berisi 60 khutbahnya sepanjang tahun 545-546 Hijriah. Beliau meninggal di Baghdad pada Sabtu, 11 Rabiuts-Tsani 561 H/14 Februari 1166 M di usia 91 tahun.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya