Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, tepat sehari sesudah perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-497 Jakarta, dan di hari dimana diselenggarakan "Jakarta International Marathon 2024", kualitas udara DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat dan menempati peringkat ketiga dunia dengan angka 166.
Berdasarkan data laman resmi IQAir, hari Minggu ini pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 166, dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2,5 di angka konsentrasi 77 mikrogram per meter kubik. Konsentrasi ini setara 15,4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Advertisement
Tadi malam, Sabtu, 22 Juni 2024, saya baru kembali dari Sydney mengikuti Konferensi Ketahanan Kesehatan Global. Pada pagi hari di Sydney pada tanggal yang sama, kadar PM 2.5-nyai hanya di angka 12 saja, jelas jauh lebih sehat dari kita di Jakarta, dan langitnya pun amat biru cerah menyegarkan.
Sehubungan mulai adanya kembali peningkatan polusi udara di Jakarta, maka ada empat hal yang perlu disampaikan.
Pertama, harus ada upaya maksimal agar polusi udara Jakarta ini dapat dikendalikan diubah. Karena, kita sebagai warga Jakarta dapat memilih untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak tercemar, tetapi kita tidak bisa memilih udara yang kita hidup setiap waktu. Kalau ada polusi udara maka kita "terpaksa" atau "dipaksa" menghirup udara yang tercemar polutan dan akan merugikan kesehatan.
Kedua, kita sudah mengetahui bahwa dalam polusi udara (termasuk di Jakarta) ada partikel, yaitu PM 10 dan PM 2.5, dan gas yang sedikitnya adalah CO, SO2 dan Ozon. Dampak polusi udara dapat berupa dampak jangka pendek sepert iiritasi saluran napas, sehingga dapat menjadi pemicu keluhan batuk, sesak napas, kambuhnya Asma dan eksaserbasi Penyakit Paru Kronik (PPOK). Juga dapat terjadi infeksi, seperti ISPA dalam bentuk bronkitis dll.
Sementara itu, dampak jangka panjang mungkin saja terjadi kerusakan di saluran dan napas dan mungkin juga alveolus. Dapat terjadi penyakit paru kronik dan juga perburukannya.
Apa yang Perlu Warga DKI Lakukan?
Ketiga, tentang apa yang perlu warga kota lakukan. Tentu sedapat mungkin membatasi aktiviitas di luar rumah kalau memang kadar polusi udara dalam kategori buruk.
Cara lain adalah dengan tetap menjaga kesehatan, makan bergizi, istirahat cukup dan tentu jangan merokok. Lalu, kalau memang ada penyakit kronik (baik paru ataupun juga yang lain) maka pastikan patuhi anjuran dokter, termasuk mengkonsumsi obat rutin yang diharuskan
Advertisement
3 Hal yang Perlu Dilakukan Pemerintah
Keempat, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan pemerintah, yakni:
Pertama, pemerintah harus berupaya maksimal agar polusi udara dapat dikendalikan, agar warga dapat menghirup udara bersih dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedua, memberi informasi tentang kadar polusi udara secara rinci dan berkala kepada masyarakat secara lebih luas dan mudah dipahami.
Ketiga, kalau ada warga negara yang mengalami gangguan kesehatan, atau kelompok ber risiko yang rentan terkena gangguan akibat polusi udara, maka pemerintah berkewajiban agar semua warga negara punya akses pada pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya tanpa harus membebani ekonominya, inilah yang disebut konsep "Universal Health Coverage - UHC".
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara