Afrika Selatan Akan Populerkan Daging Zebra untuk Genjot Lapangan Kerja dan Konservasi

Daging zebra mencatat sejumlah keunggulan.

oleh Tim Global diperbarui 26 Jun 2024, 14:10 WIB
Ilustrasi bendera negara Afrika Selatan. (Dok. Den Harrson/Unsplash)

Liputan6.com, Cape Town - Daging impala, kudu atau sejenis antelop besar, dan rusa kutub tergantung di pagar rumah jagal, siap diolah menjadi steak, sosis, dan burger roti untuk disantap di meja makan oleh penduduk Afrika Selatan.

Rumah potong hewan di Bela Bela, sebelah utara Johannesburg, merupakan salah satu rumah potong hewan di negara tersebut yang didedikasikan untuk daging hewan buruan.

Otoritas menyatakan bahwa pengembangan sektor yang belum dimanfaatkan ini dapat menciptakan lapangan kerja serta mendukung pelestarian satwa liar, sambil memenuhi keinginan konsumen yang peduli terhadap iklim dan kesehatan untuk menikmati santapan daging.

"Kami ingin menambah dimensi pada piring makan Anda dengan menyajikan daging buruan organik dari alam liar untuk Anda," kata Kepala Ekonomi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup Khorommbi Matibe kepada AFP seperti dilansir VOA Indonesia, Rabu (26/6/2024).

Sebagai destinasi utama wisata satwa liar, Afrika Selatan menghasilkan sekitar 60.000 ton daging dari hewan buruan setiap tahunnya, jumlah yang setara dengan berat sekitar 60.000 jerapah.

Namun, hanya sebagian kecil yang berakhir di toko daging dan supermarket. Sembilan puluh persennya diburu dan dikonsumsi secara informal, menurut pemerintah.

Bahkan hanya sedikit yang diekspor.

Pada 2019, lebih dari 3.000 ton burung unta, buaya, dan zebra dikirim ke Uni Eropa, China, dan Uni Emirat Arab.

Pihak berwenang ingin menyajikan lebih banyak lagi.

Pada Maret, mereka mengatakan ingin mengembangkan sektor tersebut dari 4,6 miliar rand (setara 4,2 triliun rupiah) pada 2020 menjadi 27,6 miliar rand (sekitar 25,3 triliun rupiah) pada 2036, dengan mengadopsi strategi yang diterbitkan akhir tahun lalu.


Kurangi Emisi Metana

Ilustrasi hewan zebra. (Photo by Ron Dauphin on Unsplash)

Dengan tingkat pengangguran nasional mencapai 32,9 persen, ini dapat menciptakan peluang kerja di pedesaan yang ekonominya kurang berkembang.

Matibe mengatakan ada alasan yang baik untuk memanggang lebih banyak springbok, sejenis antelop kecil.

Hewan buruan melepaskan lebih sedikit metana – gas rumah kaca – dibandingkan sapi, yang sendawanya merupakan sumber utama emisi pemanasan global dari sektor pertanian.

Ketika mencari makan di habitat alami mereka, daging mereka secara harfiah berasal dari hewan yang diburu dan rendah lemak.

Pada 2023, sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Stellenbosch menemukan bahwa daging zebra memiliki kandungan gizi yang tinggi dan sangat rendah lemak.

Menurut pemerintah, mengonsumsinya lebih banyak juga dapat membantu upaya konservasi.

Afrika Selatan telah lama menganut pendekatan konservasi yang mengutamakan pasar, dengan keyakinan bahwa petani akan lebih termotivasi untuk melindungi satwa liar jika mereka dapat memperoleh keuntungan dari keberadaannya.

Para kritikus mengatakan bahwa model tersebut mengeksploitasi dan mengkomodifikasi hewan. Namun, pendekatan ini terbukti berhasil.

Populasi satwa liar di negara ini meningkat dari sekitar 500.000 pada 1960an menjadi lebih dari 20 juta saat ini. Sekitar 80 persennya berada di cagar alam liar yang menarik wisatawan dan pemburu.

Pemerintah menyatakan bahwa beberapa daging mungkin berasal dari ratusan herbivora yang diambil setiap tahun untuk menjaga populasi mereka tetap berkelanjutan.

Menurut Matibe, pemerintah ingin mengubah satu juta hektare lahan komunal menjadi area produksi daging buruan, dengan harapan dapat meningkatkan kepemilikan kulit hitam di sektor tersebut. Saat ini, lebih dari 30 tahun setelah berakhirnya apartheid, lebih dari 94 persen operator di sektor ini adalah laki-laki kulit putih.

Darren Horner, pemilik produsen Aloes Meat, menggarisbawahi hewan buruan membutuhkan sedikit peralatan dan memiliki biaya input yang "sangat rendah", suatu keuntungan bagi para pendatang baru.


Peraturan Tidak Boleh Terlalu Ketat

Ilustrasi daging. (Dok. Racool_studio/freepik)

Namun, dalam sebuah negara yang sangat menyukai barbekyu, yang dalam bahasa setempat disebut braai, saat ini hanya sedikit jenis makanan yang tersedia untuk dipanggang.

Banyak orang merasa daging hewan buruan kurang empuk dibandingkan dengan daging sapi dan rasanya tidak biasa.

Ada sejumlah rintangan lain.

Pihak berwenang berencana menyusun standar kualitas sehingga semua daging dapat ditelusuri ke sumbernya dan dipercaya oleh supermarket dan restoran.

"Namun, peraturan ini tidak boleh terlalu ketat atau berisiko membuat produsen informal takut," kata Horner.

Sementara itu, larangan ekspor hewan berkuku belah ke Eropa telah berlangsung bertahun-tahun karena Afrika Selatan berusaha untuk mengatasi wabah penyakit mulut dan kuku yang diyakini petani disebabkan oleh kurangnya pengendalian di perbatasan.

Menurut para produsen, laboratorium negara yang digunakan untuk menguji daging terlalu kecil dan ketinggalan zaman, sehingga semakin membatasi kemungkinan untuk melakukan ekspor.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya