Liputan6.com, Jakarta Badan Narkotika Nasional (BNN) RI meminta agar tanaman kratom tetap tidak digunakan oleh masyarakat selama masa riset atas instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), kecuali untuk kepentingan penelitian.
"Kratom memiliki efek samping yang berbahaya bagi tubuh, terlebih jika digunakan dengan dosis tinggi," ujar Kepala BNN RI Komjen Pol. Marthinus Hukom dikutip dari Antara, Senin (24/6/2024).
Advertisement
Namun hingga kini, kata dia, budidaya dan konsumsi kratom masih belum diatur dalam Undang-Undang (UU) Narkotika, sehingga BNN mengusulkan untuk dilakukan penelitian teknis tentang kratom.
Adapun Presiden Jokowi menginstruksikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meneliti lebih lanjut manfaat tanaman kratom yang disebut memiliki kandungan narkotika. Hasil riset lanjutan ditargetkan rampung pada Agustus 2024.
Instruksi itu diberikan Presiden saat menggelar rapat internal tentang kebijakan dalam penanganan, pemanfaatan, dan perdagangan tanaman kratom di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/6).
Sejak 2022, Marthinus menuturkan BNN telah merehabilitasi 133 orang penyalahguna kratom dengan ciri-ciri klinis seperti yang terjadi pada penyalahguna zat opioid, yakni kecemasan, tegang, muntah, pusing, dan mual.
Beberapa kebijakan dari lembaga terkait, seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom dalam obat bahan alam.
Selain itu, lanjut dia, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) juga tetap pada kebijakannya bahwa kratom dan semua turunannya berada dalam pengawasan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang akan terus memonitor literatur ilmiah serta perkembangan kratom di seluruh dunia.
Sikap BNN Berdasarkan Surat Edaran BNN 2019 (SE Kepala BNN Nomor B/3985/X/KA/PL.02/2019/BNN tahun 2019) terkait peredaran dan penyalahgunaan kratom di Indonesia, kata dia, mendukung keputusan Komnas Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika bahwa tanaman kratom merupakan narkotika golongan I.
"Diperlukan intervensi sustainable alternatif development tanaman kratom, khususnya di wilayah Kalimantan dan melakukan sosialisasi bahaya mengonsumsi kratom," ucap dia.
Pereda Nyeri
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai mengikuti rapat terbatas Jakarta, Kamis (20/6), mengungkapkan terdapat temuan Kemenkes bahwa kratom tidak termasuk kategori narkotika yang berbahaya dan dapat dimanfaatkan antara lain untuk pereda nyeri.
Moeldoko mengatakan selama ini kratom sudah banyak dikonsumsi secara tradisional oleh masyarakat Kalimantan sebagai sumber energi, layaknya kopi. Dia juga mengklaim efek kecanduan dari konsumsi kratom cenderung rendah.
Oleh karena itu, ia menilai tata kelola dan tata niaga tanaman kratom dibahas oleh pemerintah guna merespons keluhan dari masyarakat, terutama 18 ribu keluarga di Kalimantan Barat yang kesulitan mengekspor kratom, karena belum ada pengaturan mengenai standardisasi produknya.
Selain itu, kata dia, tata kelola, tata niaga, dan legalitas kratom juga diperlukan agar tidak ada lagi kratom yang mengandung unsur tidak sehat, seperti bakteri salmonella, ecoli, dan logam berat.
"Sekarang ini (ekspor kratom) menurun, karena kita belum ada standar, sehingga ada produk yang di-reject dan harganya turun,” ujar Moeldoko.
Advertisement
Apa Itu Tanaman Kratom?
Daun kratom memiliki kandungan aktif seperti alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Kedua bahan aktif ini memiliki efek sebagai obat analgesik atau pereda rasa sakit. Namun, senyawa aktif mitragynine yang terdapat dalam kratom dapat menyebabkan kecanduan seperti penggunaan narkotika. Efek yang dirasakan dari konsumsi kratom adalah perasaan relaks dan nyaman, serta euforia berlebihan jika dosisnya tinggi.
Daun kratom banyak tumbuh di Kalimantan dan digunakan untuk membuat teh atau diolah menjadi suplemen. Daun ini memiliki manfaat dalam membantu mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kesehatan kulit, dan meningkatkan libido.
Namun, penggunaan kratom yang tidak sesuai dosis dapat memiliki efek samping yang berbahaya. Saat ini, penggunaan kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga pemerintah daerah belum dapat membatasi penggunaannya.
Bagaimana Budidaya Tanaman Kratom di Indonesia?
Kementerian Pertanian masih menunggu regulasi untuk mengatur penanaman kratom. Kratom memiliki kandungan narkotika tetapi memiliki potensi untuk diekspor karena manfaat kesehatannya.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengatakan bahwa jika regulasi sudah ada, maka tanaman kratom dapat dibudidayakan. Saat ini, tanaman kratom dikelompokkan sebagai tanaman hutan, namun jika regulasi sudah diatur, maka tanaman ini dapat dibudidayakan sehingga meningkatkan nilai ekonomi dan kualitasnya.
Dalam rapat tersebut, dibahas mengenai penurunan harga kratom yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti kualitas produk dan distribusi.
Jika pemerintah menetapkan tata kelola kratom di bawah Kementan, Amran siap memberikan pembinaan kepada petani dan membentuk korporasi untuk memastikan kualitas produk, terutama untuk ekspor. Amran mengatakan bahwa tanaman kratom dapat dibudidayakan dan diatur dalam bentuk korporasi. Dengan adanya koperasi yang mengelola tanaman ini, kualitas dan kuantitas produk dapat terjamin, yang merupakan syarat untuk ekspor.
Amran menilai bahwa dengan adanya regulasi yang jelas, penanaman kratom dapat berkembang lebih baik. Potensi ekonominya sangat besar, bahkan pernah mencapai USD 30 per kilogram. Namun, saat ini harga kratom turun menjadi 2 hingga 5 dolar, yang dianggap terlalu rendah oleh Amran.
Advertisement
Jokowi Minta Kemendag Atur Perdagangan Tanaman Kratom
Presiden Joko Widodo telah meminta Kementerian Perdagangan untuk membuat aturan standarisasi perdagangan tanaman kratom. Tujuannya adalah agar kratom yang diekspor tidak lagi mengandung efek samping berbahaya bagi kesehatan. Kepala Staf Presiden Moeldoko menyampaikan bahwa Presiden Jokowi telah memberikan arahan kepada Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melanjutkan riset mengenai tanaman kratom yang aman bagi masyarakat.
Moeldoko juga menekankan pentingnya pengaturan perdagangan tanaman kratom karena banyak daun kratom Indonesia yang ditolak oleh eksportir karena mengandung bakteri berbahaya.
Aturan perdagangan tanaman kratom akan ditentukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Selain itu, Moeldoko juga menyoroti perlunya pengawasan terhadap proses produksi tanaman kratom agar kualitas produknya terjaga baik.
Dia juga menyebut bahwa sekitar 18.000 keluarga di Kalimantan Barat hidupnya bergantung pada tanaman kratom, yang juga dapat menjaga kelestarian lingkungan.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menyampaikan bahwa tanaman kratom yang diekspor memiliki mutu yang buruk dan harga murah. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu mengatur tata niaga dan perdagangan kratom untuk menjamin standar dan kualitasnya.