Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan langkah hukum perlawanan atau verzet yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait putusan sela majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat untuk terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
"Menerima permintaan banding perlawanan penuntut umum. Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 27 Mei 2024 yang dimintakan banding perlawanan tersebut," tutur hakim saat sidang di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Senin (24/6/2024).
Advertisement
Dengan begitu, sidang kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Gazalba Saleh tetap dilanjutkan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Duduk sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Subachran Hardi Mulyono, kemudian anggota Sugeng Riyono dan Anthon R Saragih.
KPK sendiri memang berharap Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dapat mengabulkan perlawanan mereka atas putusan eksepsi Gazalba Saleh.
"Adapun harapan KPK tentunya adalah PT DKI dapat menerima dan mengabulkan permohonan verzet yang dimohonkan oleh JPU," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan.
Dia berharap, surat dakwaan yang ada turut dinyatakan telah memenuhi persyaratan formil dan materiil, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan perkara.
"Kami berharap PT DKI dapat memerintahkan kepada PN Tipikor Jakarta Pusat, untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara atas nama Terdakwa Gazalba Saleh dalam tahap pembuktian," ungkapnya.
Pengadilan Tipikor Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mengabulkan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh mantan Hakim Agung Gazalba Saleh, terdakwa kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyayangkan keputusan tersebut. Padahal, para hakim yang memutuskan perkara pernah menangani kasus besar seperti korupsi BTS 4G Kominfo Jhonny G Plate dan eks Gubernur Papua Lukas Enembe.
Pihaknya pun meradang. Dia menegaskan, seperti ada inkonsistensi diperlihatkan para hakim, padahal sudah menangani banyak perkara tindak pidana korupsi.
"Itu kan yang tampak di permukaan ada inkonsistensi bahwa beliau telah memutus banyak perkara yang saya sebut tadi 2 itu di antaranya," kata Ghufron di gedung merah putih KPK, Selasa (28/5/2024).
Menurut Ghufron, tidak ada alasan bagi hakim untuk mengamini eksepsi Galzba hanya dengan alasan administratif dari Jaksa KPK ada yang kurang. Padahal KPK sendiri sebagai lembaga independen juga memiliki hak dan kewenangannya dalam memperkarakan seseorang.
Selain itu dalam hal pendelegasian yang menjadi sorotan hakim, Ghufron menegaskan masing institusi penegakan hukum seperti Kejaksaan Agung, KPK dan Polri memiliki atribusi yang berbeda-beda.
"Kami jelaskan bahwa KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan Agung, memiliki landasan atribusi masing-masing. Kejaksaan Agung berdasarkan Undang Undang 11 tahun 2021, KPK berdasarkan Undang-Undang 19 tahun 2019 dan juga lembaga lembaga lain memiliki kewenangan masing masing berdasarkan undang-undang yang membentuk. KPK itu jelas di pasal 3 dinyatakan bahwa KPK lembaga dalam rumpun eksekutif memiliki tugas dalam penegakan hukum. KPK semua tugas tugasnya yaitu di pasal 6 huruf a pencegahan b koordinasi c monitoring d suvervisi dan e menyelidiki dan menuntut," ujar Ghufron.
"Kalau kemudian ada delegasi, maka kemudian asumsinya jaksa-jaksa di KPK tetap menjadi bawahannya kejaksaan agung. Itu yang bertentangan dengan independensi KPK yang diatur pasal 3 uu 19/2019," sambung Ghufron.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk perlawanan KPK menyatakan banding akan keputusan hakim untuk melengkapi berkas administratif yang dianggap kurang.
Advertisement
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Gratifikasi dan TPPU
Mantan Hakim Agung Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut," ujar Jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/5/2024), seperti dikutip dari Antara.
Atas dakwaan gratifikasi, mantan hakim agung itu terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa membeberkan dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.