Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia (World Bank) memproyeksi perekonomian Indonesia akan tumbuh di kisaran 5,1% tahun 2024 hingga 2026 mendatang.
Hal itu diungkapkan dalam laporan Bank Dunia berjudul Indonesia Economic Prospects yang diluncurkan di Jakarta pada Senin, 24 Juni 2024.
Advertisement
"Kesuksesan kinerja ekonomi Indonesia sebagian besar adalah berkat kerangka kebijakan makroekonomi pemerintah yang kuat, yang membantu menarik investasi," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (24/6/2024).
"Adalah penting untuk mempertahankan kebijakan makro yang berhati-hati (prudent), kredibel, dan juga transparan, seraya menciptakan ruang fiskal yang memungkinkan belanja prioritas untuk perlindungan sosial, serta berinvestasi pada modal manusia (human capital) dan infrastruktur,” lanjut Carolyn.
Bank Dunia mengatakan, proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kali ini berdasarkan dampak dari situasi perekonomian global saat ini yang masih dibayangi ketidakpastian.
"Meskipun kondisi domestik secara umum masih stabil, kondisi eksternal menjadi jauh lebih menantang pada paruh pertama tahun 2024. Pada bulan Maret dan April terjadi percepatan arus keluar modal yang signifikan. Jadi investor non-residen telah melikuidasi banyak aset berbasis Rupiah, yang sebagian disebabkan oleh tertundanya normalisasi kebijakan moneter di AS," papar Ekonom Utama Bank Dunia, Habib Rab.
Ia melihat, fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di banyak pasar negara berkembang.
Pelepasan aset berbasis Rupiah ini menyebabkan depresiasi tajam pada Rupiah dan beberapa volatilitas pada mata uang. Pada saat yang sama, selisih antara obligasi pemerintah Indonesia dan AS juga mulai mengecil.
"Sehingga membuat obligasi AS menjadi lebih menarik, yang tentunya juga menimbulkan tekanan lebih lanjut terhadap arus keluar modal (capital outflow)," imbuhnya.
Pemerintah juga melakukan penyesuaian peraturan makroprudensial untuk memungkinkan likuiditas dan pemberian pinjaman kepada sektor-sektor prioritas tinggi dalam perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah harus mencapai keseimbangan yang sulit antara memastikan kebijakan yang lebih ketat namun juga memungkinkan likuiditas dalam perekonomian sehingga dapat terus tumbuh secara paralel, terang Habib Rab.
"Kebijakan fiskal yang mulai diperluas menyebabkan pemerintah harus turun tangan untuk memberikan bantuan sosial sebagai respons terhadap peningkatan tekanan harga pangan dan energi, yang juga disebabkan oleh depresiasi nilai tukar Rupiah," jelasnya.
Proyeksi Ekonomi RI Versi Bank Dunia Lebih Kecil dari BI, Mengapa?
Senada, Ekonom Senior Bank Dunia, Wael Mansour mengakui bahwa Bank Dunia memang memiliki perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil dari Bank Indonesia.
Seperti diketahui, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia versi BI adalah di kisaran 4,7%-5,5%, lebih kecil dari kisaran 5,1% yang dibidik Bank Dunia.
"Saya pikir perbedaan kecil antara keduanya adalah bahwa mungkin karena (Bank Dunia) memiliki pandangan yang lebih pesimistis terhadap perekonomian global. Prospek Ekonomi Global kami yang diterbitkan pekan lalu, membidik angka pertumbuhan dan perdagangan global yang lebih rendah," jelas Ekonom Senior Bank Dunia, Wael Mansour.
"Namun secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan proyeksi kami sebelumnya, kami telah meningkatkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,9% kemudian menjadi 5% dan kini 5,1% hingga masa mendatang," bebernya.
Advertisement