Marak Penjarahan di Kebun Sawit, Pengamanan Langsung Diperketat

Saat ini, penjarahan buah sawit relatif jauh berkurangnya sejak Polisi dan Satgas Sawit turun langsung ke kebun untuk melakukan patroli dan sosialisasi ke masyarakat.

oleh Septian Deny diperbarui 24 Jun 2024, 18:45 WIB
Ilustrasi CPO 1. Saat ini, penjarahan buah sawit relatif jauh berkurangnya sejak Polisi dan Satgas Sawit turun langsung ke kebun untuk melakukan patroli dan sosialisasi ke masyarakat. (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Polda Kalimantan Tengah bersama Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial (Satgas PKS) terus meningkatkan pengamanan di kebun-kebun sawit.

“Saat ini, penjarahan buah sawit relatif jauh berkurangnya sejak Polisi dan Satgas Sawit turun langsung ke kebun untuk melakukan patroli dan sosialisasi ke masyarakat,” kata Kapolda Kalteng, Irjen Pol Djoko Poerwanto dikutip Senin (24/6/2024).

Kegiatan ini, kata Kapolda merupakan bentuk kerjasama Polisi dengan para stakeholder untuk meningkatkan kegiatan preemptif dan preventif melalui patroli, penyuluhan dan pembinaan.

“Saat patroli, petugas kami juga mengimbau masyarakat tetap menjaga situasi agar kondusif, serta tidak ikut-ikutan melakukan penjarahan sawit, jika tidak ingin terseret kasus hukum,” ujar Djoko.

Dalam kesempatan itu, Kapolda juga menghimbau pelaku usaha untuk intens melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/2021 tentang Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) agar tidak multitafsir dan menimbulkan polemik ditengah masyarakat.

Menurut Djoko, sebenarnya, masyarakat paham mengambil buah sawit merupakan pelanggaran pidana. Bahkan, sebagian masyarakat mungkin paham bahwa aturan tersebut hanya berlaku bagi perusahaan dengan izin usaha perkebunan (IUP) yang terbit setelah Februari 2007.

“Namun disisi lain kondisi masyarakat yang miskin, pengangguran serta sebagian terpapar narkoba, mengakibatkan mereka mengambil jalan pintas dengan memanfaatkan isu FPKM 20% yang belum tersosialiasi dengan baik,” terang Djoko.

“Masyarakat luar melihat kalteng sebagai provinsi sugih (kaya) karena punya tambang dan kebun kelapa sawit luas. Namun sebagian besar masyarakat Kalteng hidup susah,” tambahnya.

 


Pelaku Usaha Kebun

Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Kapolda juga mengingatkan, pentingnya para pelaku usaha kebun berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama di Kalteng. Hal ini untuk menciptakan situasi aman, nyaman, dan kondusif di Kalteng.

“Jika terjadi persoalan, penyelesaiannya dapat dilakukan lewat jalan musyawarah secara seimbang dan fair melalui para tokoh itu,” ujar Djoko.

Kapolda menegaskan, ada tiga tugas besar dalam Satgas PKS yang menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012, yakni pencegahan konflik sosial, penghentian bila terjadi konflik sosial, dan penanganan pasca konflik.

Perlu diketahui, selain tindakan persuasif, Polda Kalteng juga selama bulan Mei berhasil mengamankan 13 orang terduga pelaku pencurian TBS berserta barang bukti di Kotawaringin Barat, Kalimatan Tengah. Untuk mencegah terulangnya aksi pencurian, sebanyak 358 personel kepolisian dibantu 86 personel TNI pun disiagakan.


Proyek Minyak Makan Merah Masih Banyak Kendala, Padahal Sudah Diresmikan Jokowi

Pabrik minyak makan merah akan menjadi nilai tambah dalam negeri. Secara khusus dapat menambah nilai bagi petani sawit. Ini yang pertama kali, dan sudah berbentuk koperasi (Foto: Istimewa)

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengakui masih terdapat kendala dalam pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah.

Staf Ahli Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Riza Damanik, mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan supaya pembangunan pabrik tersebut bisa berjalan lancar.

"Ada dua PR (pekerjaan rumah) terbesar, yakni bagaimana mempersiapkan koperasi yang betul, sehat dan kuat, serta memastikan peran soliditas keangggotaanya berjalan dengan baik," kata Riza di Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/5/2024).

Lebih lanjut, Riza menjelaskan, dalam pengelolaan pabrik minyak makan merah tidak hanya difokuskan pada produksinya saja, melainkan pengelolaan Tandan Buah Segar (TBS) sawit itu sendiri oleh Koperasi.

"Kalau persyaratannya adalah 1000 hektare (ha) lahan sawit yang menjadi kebun dimiliki anggota dan TBS (tandan buah segar) anggota secara berkelanjutan harus dijual dan dikelola oleh koperasi. Ini menjadi penting karena ini kaitannya bahan baku," ujarnya.

 


Butuh Gugus Tugas

Minyak Makan Merah Pagar Merbau, di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), yang dikelola koperasi sebagai bentuk inisiatif Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui kemitraan antara Koperasi Pujakesuma dengan PT PTPN II. (Foto: Humas Kemenkop)

Tak hanya itu, untuk menghadapi kendala dalam pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah diperlukan gugus tugas (task force) yang berperan mempercepat pembangunan minyak merah di sentra perkebunan sawit.

"Task force ini juga bukan hanya kementerian atau lembaga pusat, tetapi juga harus sampai daerah. Selain KemenkopUKM, ada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), lalu juga Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Ini juga ada kaitannya dengan daerah terkait izin. Masalah sertifikasi, misal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sepertinya harus ada. Kalau ingin akseleratif, perlu dua itu," jelas Riza.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meresmikan Pabrik Percontohan Minyak Makan Merah Pagar Merbau di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (14/3/2024). Jokowi mengatakan harga minyak makan merah lebih murah dibandingkan minyak goreng di pasaran.

Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya