Liputan6.com, Jakarta - Jepang melaporkan serangan Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS) atau kerap disebut dengan "bakteri pemakan daging". Melansir laporan National Institute of Infectious Diseases Jepang pada Senin (24/06/2024) ada 1.019 kasus STSS hingga 9 Juni 2024 lalu.
Jumlah tersebut telah melampaui total angka tahun lalu yang mencapai 941 kasus. Penyakit ini disebut-sebut bisa menyebabkan pasien meninggal dalam 48 jam.
Berikut fakta-fakta STSS atau bakteri pemakan daging.
1. Apa itu infeksi bakteri pemakan daging di Jepang?
Baca Juga
Advertisement
Istilah klinis untuk penyakit ini adalah Streptococcal toxic shock syndrome (STSS). Kondisi ini adalah infeksi yang disebabkan bakteri kelompok A yang memasuki aliran darah atau jaringan dalam.
Bakteri jenis ini biasanya menyebabkan infeksi ringan seperti radang tenggorokan pada anak-anak. Namun, jenis tertentu bisa meningkat dengan cepat dan menyebabkan penyakit streptokokus grup A infasif (iGAS).
2. Tingkat infeksi yang membahayakan
Melansir laman Centers for Disease Control and Prevention, Senin (24/06/2024), infeksi Streptococcus pyogenes tingkat lanjut dapat menimbulkan syok dan kegagalan organ secara tiba-tiba. Bakteri pemakan daging ini dapat menginfeksi pasien melalui luka di tangan dan kaki.
Infeksi kemudian menyebabkan nekrosis yang cepat. Ketika bakteri menghasilkan eksotoksin dan faktor virulensi dalam jaringan dalam dan aliran darah, bakteri dapat menginduksi kaskade sitokin.
Kaskade sitokin yang masif berkontribusi pada perkembangan syok atau kegagalan organ.
3. Kematian dalam 24 jam
Para ahli mencatat, penyakit ini dapat berkembang dengan sangat cepat. Bahkan, pasien dapat meninggal dalam waktu 48 jam setelah gejala awal terlihat.
Gejala STSS
4. Gejala STSS
Gejala awal infeksi STSS yang akan muncul meliputi menggigil, demam, dan sakit kepala. Penderita juga mengalami radang tenggorokan dengan amandel dan tenggorokan yang membengkak.
Bercak putih, nanah, dan bintik-bintik merah, yang dikenal sebagai petechiae, juga dapat muncul di mulut dan tenggorokan.
5. Penularan STSS
Bakteri pemakan daging dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka, seperti luka bakar, luka sayat, gigitan serangga, atau bahkan luka bekas operasi. Bakteri ini biasanya hidup di lingkungan seperti air, tanah, dan pada hewan.
Penularan juga bisa terjadi melalui kontak langsung dengan penderita infeksi atau barang yang terkontaminasi bakteri. Meskipun jarang terjadi, bakteri pemakan daging juga bisa menular melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.
Hal ini biasanya terjadi pada makanan laut yang tidak dimasak dengan benar.
6. Penyebab STSS mengganas
Para ahli mengatakan saat ini masih belum jelas apa yang mendorong lonjakan infeksi GAS di Jepang selama dua tahun terakhir. Namun ada yang menawarkan satu teori, yakni berbagai jenis infeksi telah meningkat di era pascapandemi.
Selama pandemi ketika individu melakukan karantina di rumah, menghindari pertemuan sosial, dan melarang anak-anak bersekolah, terjadi penurunan infeksi saluran pernapasan secara global. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga melaporkan penurunan 25 persen jumlah infeksi GAS pada waktu yang sama.
Bertahun-tahun sejak pembatasan dan karantina di era pandemi dilonggarkan, infeksi lain, termasuk penyakit strep, semakin meningkat.
(Tifani)
Advertisement