Liputan6.com, Gaza - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Minggu (23/6/2026) bahwa pertempuran sengit militer Israel melawan militan Hamas di kota Rafah di Gaza selatan hampir berakhir.
Benjamin Netanyahu, dalam wawancara pertamanya dengan jaringan Israel sejak pecahnya perang dengan Hamas pada 7 Oktober 2023, mengatakan pasukan akan segera dikerahkan ke perbatasan utara dengan Lebanon tetapi untuk "tujuan pertahanan."
Advertisement
"Fase intens pertempuran melawan Hamas akan segera berakhir," kata Netanyahu dalam wawancara dengan Channel 14 pro-Netanyahu Israel seperti juga dikutip dari AFP, Selasa (25/6/2024).
"Bukan berarti perang akan segera berakhir, tapi perang dalam fase intensnya akan segera berakhir di Rafah," ujarnya.
"Setelah fase intens berakhir, kami akan dapat mengerahkan kembali sejumlah pasukan ke utara, dan kami akan melakukan itu. Terutama untuk tujuan pertahanan tetapi juga untuk memulangkan warga (yang mengungsi)," kata Netanyahu.
Sejauh ini puluhan ribu warga Israel telah mengungsi dari Israel utara yang hampir setiap hari terjadi baku tembak antara pasukan Israel dan militan Hizbullah Lebanon sejak perang di Gaza dimulai.
Netanyahu mengatakan dia tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang menetapkan diakhirinya perang di Gaza, yang menunjukkan bahwa dia terbuka terhadap kesepakatan "sebagian" yang akan memfasilitasi kembalinya beberapa sandera yang masih ditahan di sana, atau bahkan seluruhnya.
Tujuannya adalah mengembalikan mereka yang diculik dan menggulingkan rezim Hamas di Gaza, imbuh Netanyahu.
AS Meragukan Tujuan Israel Hancurkan Hamas
Para pejabat Amerika Serikat meragukan tujuan Israel untuk menghancurkan Hamas sepenuhnya, dan pada hari Rabu juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengatakan Hamas tidak dapat diberangus.
"Mengatakan bahwa kami akan melenyapkan Hamas sama saja dengan melemparkan pasir ke mata masyarakat,” kata Hagari.
Hagari mengatakan Hamas adalah sebuah ideologi dan "kita tidak bisa menghilangkan sebuah ideologi".
Ketika ditanya tentang situasi pascaperang di Gaza, Netanyahu mengatakan Israel akan mengambil peran dalam waktu dekat.
"Kontrol militer yang jelas di masa mendatang akan menjadi milik kita," kata PM Netanyahu, sebelum memberikan komentarnya yang paling rinci mengenai situasi pascaperang.
Awal bulan ini dua anggota kabinet perang Benny Gantz dan Gadi Eisenkot meninggalkan pemerintahan setelah Netanyahu gagal menyampaikan rencana pascaperang untuk Gaza seperti yang diminta oleh Gantz.
Amerika Serikat juga menekankan perlunya rencana pascaperang yang akan membantu menjamin keamanan jangka panjang Israel.
Advertisement
Israel Ingin Bentuk Pemerintahan Sipil dengan Warga Palestina
"Kami juga ingin membentuk pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat, dan mungkin dengan dukungan eksternal dari negara-negara di kawasan, untuk mengelola pasokan kemanusiaan dan kemudian urusan sipil di Jalur Gaza," kata perdana menteri Benjamin Netanyahu.
"Pada akhirnya, ada dua hal yang perlu dilakukan: kita memerlukan demiliterisasi yang berkelanjutan oleh IDF (tentara) dan pembentukan pemerintahan sipil."
Jalur Gaza telah dilanda perang selama lebih dari delapan bulan sejak serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel, yang mengakibatkan kematian 1.194 orang, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel.
Para militan menyandera 251 orang, 116 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 41 orang yang menurut tentara tewas.
Serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 37.598 orang, sebagian besar warga sipil, menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas.
Puluhan ribu warga Israel secara konsisten berunjuk rasa menentang Netanyahu dan pemerintahannya, menuntut pemilu dini dan kesepakatan untuk memulangkan sandera.
Namun Netanyahu mengatakan jika pemerintahannya jatuh, "pemerintahan sayap kiri akan terbentuk di sini, yang akan segera melakukan sesuatu: mendirikan negara Palestina yang merupakan negara teroris Palestina yang akan membahayakan keberadaan kita."