Liputan6.com, Jakarta - "Salah satu mimpi saya jadi kenyataan," ujar Bisan Owda, seorang jurnalis, sekaligus aktivis Palestina di sebuah unggahan Instagram, Minggu, 22 Juni 2024. Senyumnya terkembang melihat ratusan layang-layang bermotif bendera Palestina bisa diterbangkan di langit wilayah kantong tersebut.
"Wow! +150 layang--layang (bermotif) bendera Palestina diterbangkan secara bersamaan di antara Khan Younis dan Rafah! Langit sudah bebas," tulisnya dalam keterangan unggahan. Layang-layang itu tampak diterbangkan di atas kamp pengungsi, dengan riuh-rendah suara warga lokal terdengar di latar belakang.
Advertisement
Warganet pun meninggalkan berbagi tanggapan di kolom komentar. Tidak sedikit yang mengaku haru melihat pemandangan langka itu di tengah gempuran bertubi-tubi militer Israel. "Orang-orang Palestina sungguh menakjubkan. Mereka bisa menghargai hidup bahkan di waktu-waktu tersulit, pahlawan dunia saat ini," kata seorang pengguna.
"'Langit sudah bebas,' itu membuatku merinding. Aku tidak sabar merayakan hari kemerdekaan Palestina bersamamu, Bisan. Itu akan segera datang 🧡🍉," sahut warganet lain. "Senang sekali melihatmu tersenyum dan tertawa Bisan dan mendengar anak-anak cekikikan 🧡," timpal akun berbeda.
"Meski ada tirani musuh yang biadab, keceriaan tidak akan hilang dari masyarakat Gaza✌🏻❤️," kata yang lain. "Bisakah kita sebentar memperhatikan kegembiraan, keindahan dan ketangguhan masyarakat Gaza di tengah penderitaan yang mereka alami. Anda tidak bisa menyembunyikan hal-hal baik. Bebaskan Palestina," seru pengguna lain.
"Ini sangat indah. Saya sangat senang melihat tindakan perlawanan ini ❤️," kata warganet. "Ketahanan yang bahkan tidak dapat saya bayangkan ✊🏻🍉."
Hampir 21 Ribu Anak Hilang di Gaza
Di tengah harapan pembebasan Palestina terus membubung, nyatanya hampir 21 ribu anak hilang di Gaza, demikian klaim kelompok bantuan Inggris Save the Children. Di sebuah laporan yang diterbitkan pada Senin, 24 Juni 2024, kelompok tersebut mengatakan, ribuan anak-anak Palestina yang hilang diyakini terjebak di bawah reruntuhan, terkubur di kuburan tidak bertanda, terluka parah akibat bahan peledak, ditahan pasukan Israel, atau hilang dalam kekacauan konflik.
"Hampir mustahil mengumpulkan dan memverifikasi informasi dalam kondisi saat ini di Gaza,” kata kelompok tersebut, dilansir dari Al Jazeera, Selasa (25/4/2024). "Tapi, setidaknya 17 ribu anak diyakini tidak didampingi dan dipisahkan (dari orangtua mereka), serta sekitar empat ribu anak kemungkinan hilang di bawah reruntuhan, dengan jumlah yang tidak diketahui di kuburan massal."
Israel telah membunuh lebih dari 14 ribu anak di Gaza sejak 7 Oktober 2023. Sementara, anak-anak yang bertahan kebanyakan menderita kekurangan gizi parah, "bahkan tidak punya tenaga untuk menangis," kata Dana Anak-anak PBB (UNICEF), dalam sebuah laporan awal tahun ini.
Advertisement
Menyerukan Penyelidikan Independen
Laporan ini mencatat bahwa sekitar 250 anak-anak Palestina juga hilang di Tepi Barat yang diduduki pada 9 Juni 2024. Jeremy Stoner, direktur regional Save the Children untuk Timur Tengah, menyerukan penyelidikan independen terhadap situasi seputar hilangnya anak-anak di Gaza, dan meminta pertanggungjawaban Israel.
"Keluarga tersiksa oleh ketidakpastian keberadaan orang yang mereka cintai. Tidak ada orangtua yang seharusnya menggali reruntuhan atau kuburan massal untuk mencoba menemukan jenazah anak mereka. Tidak ada anak yang boleh sendirian, tanpa perlindungan di zona perang. Tidak ada anak yang boleh ditahan atau disandera," tambahnya.
Khaled Quzmar, direktur umum organisasi hak-hak anak Defense for Children International Palestine, mengatakan pada Al Jazeera bahwa dampak yang mereka saksikan dalam konflik di Gaza berada pada tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya, bahkan selama perang dunia kedua.
"Ini adalah perang melawan anak-anak. Anak-anak di Gaza adalah korban terbesar dari genosida Israel di Gaza," kata Quzmar. Kritik internasional meningkat di tengah meningkatnya jumlah korban jiwa dalam perang tersebut, serta memburuknya krisis kemanusiaan.
Kapan Perang di Gaza Berakhir?
Namun, pada Minggu, 23 Juni 2024, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa ia tidak akan menyetujui kesepakatan apapun yang menetapkan diakhirinya perang Israel di Gaza. "Tujuannya adalah mengembalikan mereka yang diculik dan menggulingkan rezim Hamas di Gaza," katanya dalam sebuah wawancara dengan media Israel Channel 14.
Netanyahu juga mengatakan bahwa serangan militer "intens" Israel di kota Rafah di Gaza selatan hampir berakhir. "Fase intens pertempuran melawan Hamas akan segera berakhir," katanya. "Ini tidak berarti bahwa perang akan segera berakhir, namun perang dalam fase intensnya akan segera berakhir di Rafah."
Hamas mengatakan, pernyataan Netanyahu menunjukkan bahwa Israel tidak mengupayakan kesepakatan gencatan senjata, tapi ingin mengulur waktu untuk melanjutkan "perang pemusnaham" terhadap Gaza.
"Sekarang jelas bagi dunia bahwa Netanyahu lah yang menolak dan menghalangi kesepakatan yang diusulkan dalam pidato Biden dan resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB, bukan Hamas," kata Izzat al-Rishq, pejabat senior kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan, Senin.
Advertisement