Liputan6.com, Jakarta Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex buka suara terkait isu yang menyebut perseroan tengah mengalami kebangkrutan. Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam menjelaskan perseroan tidak mengalami kebangkrutan dan masih beroperasi.
“Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Welly dalam keterangan resmi pada keterbukaan informasi, dikutip Selasa (25/6/2024).
Advertisement
Meskipun begitu, Welly mengakui kinerja perseroan saat ini sedang mengalami penurunan pendapatan secara drastis yang disebabkan berbagai faktor yaitu akibat dari COVID-19 hingga adanya perang. Hal ini membuat persaingan ketat di industri tekstil global. Kemudian, adanya over supply tekstil di China menyebabkan terjadinya penurunan harga.
“Produk dumping tersebut menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia,” jelasnya.
Akibat kondisi ini, Welly mengungkapkan perseroan telah memohon relaksasi kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan. Restrukturisasi ini melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah selesai dilakukan.
"Restrukturisasi lewat PKPU sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PKPU tertanggal 25 Januari 2022 atas perkara PKPU No. 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang," lanjutnya Welly.
Welly menambahkan, perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha dan operasional dengan menggunakan kas internal hingga dukungan sponsor.
Sritex, Perusahaan Tekstil Terbesar di Asia Tenggara yang Punya Tumpukan Utang hingga Terancam Terdepak dari Bursa
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) kini kembali jadi sorotan usai merombak susunan komisaris dan direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Jumat, 17 Maret 2023.
Mengutip laman Sritex, perseroan mempertahankan jumlah dewan komisaris yang terdiri dari tiga orang, sedangkan jajaran direksi bertambah satu orang. RUPSLB Sritex menyetujui pemberhentian secara hormat seluruh dewan komisaris dan direksi yang lama antara lain Megawati sebagai komisaris dan Sudjarwadi sebagai komisaris independen.
Selain itu, Iwan Setiawan Lukminto sebagai direktur utama PT Sri Rejeki Isman Tbk, Iwan Kurniawan Lukminto sebagai wakil direktur utama, Allan Moran Severino sebagai direktur keuangan, Mira Christina Setiady sebagai direktur umum dan administrasi, Karunakaran Ramamoorthy selaku direktur produksi, Eddy Prasetyo Salim selaku direktur operasional dan M.Nasir Tamama Tamimi selaku direktur independen.
Pada RUPSLB pun mengubah susunan komisaris dan direksi, tetapi mempertahankan sejumlah nama. Iwan Setiawan yang sebelumnya menjabat sebagai direktur utama kini menjabat sebagai komisaris utama. Megawati pun tetap sebagai komisaris.
Sementara itu, Iwan Kurniawan Lukminto yang sebelumnya menjabat sebagai wakil direktur utama kini menjabat sebagai direktur utama. Adapun Karanukaran Ramamoorthy kini menjabat sebagai direktur bisnis benang, dan Mira Christina Setiady menjabat sebagai direktur operasional.
Advertisement
Utang Sritex
Perombakan susunan komisaris dan direksi tersebut di tengah upaya perseroan bertahan di tengah tumpukan utang. Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan mencatat liabilitas sebesar USD 1,59 miliar atau setara Rp 24,14 triliun (asumsi kurs Rp 15.176 per dolar AS) hingga September 2022. Liabilitas itu lebih rendah dari periode Desember 2021 sebesar USD 1,63 miliar atau sekitar Rp 24,7 triliun.
Perseroan mencatat lonjakan liabilitas atau utang jangka panjang menjadi USD 1,41 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun hingga September 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 54,42 juta atau sekitar Rp 826,12 miliar.
Kinerja Keuangan Sritex hingga September 2022
Pada pos liabilitas jangka panjang, perseroan mencatatkan liabilitas jangka panjang setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun antara lain utang bank dan obligasiyang tercatat sebagai secured working capital revolver (WCR) sebesar USD 373.606.022 hingga September 2022 dari sebelumnya tidak ada pada Desember 2021. Selain itu, secured term loan (STL) sebesar 472.898.645, dan unsecured term loan (UTL)sebesar USD 480.783.623.
Pada 30 September 2022, jumlah pokok pinjaman sindikasi dengan alokasi secured term loan (STL) sebesar USD 124.997.616. Sedangkan jumlah pokok pinjaman sindikasi dengan alokasi unsecured term loan (UTL) sebesar USD 126.638.118 pada 30 September 2022. Pada September 2022, jumlah pokok pinjaman bilateral dengan alokasi secured working capital revolver (SWCR) sebesar USD 60.042.103, EUR 2.105.884 atau setara USD 2,18 juta, dan Rp 1,53 triliun atau setara USD 100,74 juta. Seluruh pinjaman ini disajikan sebagai utang bank jangka panjang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun.
Sementara itu, liabilitas jangka pendek perseroan tercatat USD 176,64 juta atau setara Rp 2,68 triliun hingga September 2022. Liabilitas jangka pendek ini lebih rendah dari posisi Desember 2021 sebesar USD 1,57 miliar atau Rp 23,95 triliun.
Sritex Tekan Rugi
Sementara itu, perseroan membukukan aset USD 1,04 miliar atau sekitar Rp 15,8 triliun hingga September 2022 dari periode Desember 2021 sebesar USD 1,23 miliar atau sekitar Rp 18,7 triliun.
Di sisi lain, perseroan mencatat kas dan bank sebesar USD 7,22 juta atau sekitar Rp 109,53 miliar hingga September 2022 dari Desember 2021 sebesar USD 8,73 juta atau sekitar Rp 132,6 miliar.
Meski utang menumpuk, perseroan mampu menekan rugi hingga kuartal III 2022. Tercatat rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 147.768.545 juta atau sekitar Rp 2,24 triliun hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 924.506.869.
Di sisi lain penjualan perseroan susut 25,57 persen menjadi USD 474.175.590 atau sekitar Rp 7,19 triliun hingga September 2022 dari periode sama tahun sebelumnya USD 637.119.956
Advertisement