Jemaah Haji 2024 Meninggal Capai 1.301, Tertinggi Ketiga Setelah Tragedi Mina 2015 dan 1990

Korban meninggal saat ibadah haji memang bukanlah hal yang baru. Namun pada tahun tertentu, korban meninggal jemaah haji dapat dikatakan sangat tinggi.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 25 Jun 2024, 18:00 WIB
Akibat suhu ekstrem tersebut, jutaan peserta haji menggunakan payung dan bahkan sering mengguyur kepala mereka dengan menggunakan air. (AP Photo/Amr Nabil)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Saudi, Fahd bin Abdurrahman Al-Jalajel melaporkan pada Minggu (23/6/2024), bahwa jemaah haji yang meninggal dunia tahun 2024 mencapai 1.301 jemaah.

Dilansir dari AP News, jemaah haji yang menjadi korban meninggal dunia tersebut 83 persen diantaranya merupakan jemaah ilegal atau tanpa izin.

Angka kematian yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh cuaca panas ekstrem yang berkisar antara 46 sampai 49 derajat celcius sehingga membuat banyak jemaah haji muntah atau bahkan pingsan. Terutama pada hari kedua dan ketiga haji.

Dari 1.301 korban meninggal, 660 merupakan jemaah asal Mesir, 165 dari Indonesia, 98 dari India, dan puluhan lagi dari Yordania, Tunisia, Maroko, Aljazair, dan Malaysia.

Jemaah asal Mesir dikabarkan didominasi oleh jemaah ilegal, yaitu sebanyak 629 orang. Menteri mengatakan proses identifikasi tertunda karena banyak dari jemaah yang meninggal tersebut tidak memiliki dokumen identitas dan akan dimakamkan di Mekah tanpa ada rincian lebih lanjutnya.

Tahun 2024 ini digadang-gadang menjadi angka kematian jemaah haji tertinggi ketiga sepanjang sejarah haji. 

Padahal Pemerintah Arab Saudi telah menggelontorkan miliaran dolar untuk meningkatkan infrastruktur pengendalian massa dan langkah-langkah keamanan bagi para jamaah.

Namun, besarnya jumlah peserta haji membuat jaminan keselamatan mereka tetap menjadi tantangan besar.


Tertinggi Kedua: 1990 dengan 1.426 Korban Meninggal Dunia

Sebelumnya, terdapat pula tahun dengan angka jemaah haji meninggal yang tinggi, yaitu tahun 1990 dengan 1.426 korban meninggal dunia.

Kejadian ini tepatnya terjadi pada 2 Juli 1990 dan disebabkan oleh jemaah yang berdesak-desakan dan saling injak di terowongan Haratul Lisan, Mina.

Dari seluruh korban, 631 di antaranya berasal dari Indonesia.

Tragedi bermula ketika para jemaah, baik yang akan pergi melempar jumrah maupun yang pulang, berebut untuk memasuki satu-satunya terowongan yang menghubungkan tempat jumrah dan Haratul Lisan. Situasi menjadi kacau dan panik, dengan kondisi minim oksigen dan jemaah saling berdesakan.

Terik matahari yang mencapai 44 derajat Celcius semakin memperparah kondisi. Para jemaah, terutama yang lanjut usia dan lemah, tak kuasa menahan panas dan desakan.

Saksi mata menuturkan bahwa laju manusia di dalam terowongan tiba-tiba terhenti, sementara dari luar, jemaah lain terus mendesak masuk untuk mencari tempat berlindung dari panas. Sehingga terowongan yang dirancang hanya untuk menampung 1.000 orang, pada saat itu dijejali hingga 5.000 jemaah.

Kekurangan oksigen menyebabkan banyak jemaah pingsan dan meninggal dunia. "Mereka yang ada di dalam terowongan berdesakan, bahkan ada yang terinjak-injak," ungkap seorang saksi mata kepada New York Times, 3 Juli 1990.


Tertinggi Pertama: 2015 dengan 2.400 Korban Meninggal Dunia

Insiden yang disebut sebagai paling mematikan dalam sejarah haji ini terjadi pada 24 September 2015 yang terjadi di Kota Mina, Arab Saudi. Kurang lebih ada 2.400 orang terinjak-injak hingga tewas hanya dalam kurun waktu 10 menit.

Tragedi ini terjadi saat jutaan jemaah haji melaksanakan ritual lempar jumrah. Di Jalan 204, situasi berubah menjadi kacau dan mematikan.

Pukul 9 pagi waktu Arab, Jalan 204 telah dipadati oleh kerumunan jemaah yang sangat besar. Keadaan semakin parah ketika kerumunan dari Jalan 223, yang seharusnya kosong, terdorong ke Jalan 204.

Akibatnya, arus utama di Mina macet total, menghentikan laju jemaah menuju jembatan Jamarat. Kerumunan yang semakin padat membuat jemaah terjebak dan tak bisa bergerak.

Tanpa rekaman video dan dengan ingatan para korban yang terbatas, hanya satu hal yang pasti: mereka yang berada di tengah kerumunan tak memiliki peluang untuk melarikan diri.

Tekanan dari kerumunan yang semakin besar membuat banyak jemaah terjatuh dan terinjak-injak. Keadaan semakin parah ketika "efek domino" terjadi, membuat tumpukan jenazah jemaah mencapai ketinggian 10 orang.

Kematian para jemaah kemungkinan besar disebabkan oleh sesak napas akibat terjepit dalam kerumunan. Beberapa saksi mata bahkan melaporkan melihat tubuh jemaah yang terkoyak-koyak.

Selain itu, terdapat pula insiden terpisah, yaitu runtuhnya crane di Masjidil Haram, Mekah, pada tahun yang sama menewaskan 111 orang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya