Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia buka suara terkait rencana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dari Kementerian Keuangan, saat memasuki pemerintahan baru era Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Seperti diketahui, Prabowo berencana menyatukan DJP dan DJBC menjadi Badan Penerimaan Negara.
Advertisement
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Habib Rab mengatakan, dibutukan waktu untuk mendirikan Badan Penerimaan Negara. Hal ini termasuk seputar kesiapan masing-masing institusi pemerintahan.
"Sejujurnya, saya belum melihat hal ini secara detail. (Tetapi) lembaga-lembaga baru tentu memerlukan waktu untuk memantapkan operasionalnya," kata Habib Rab kepada media usai peluncuran Indonesia Economic Prospects Edisi Juni 2024 di Jakarta, dikutip Selasa (25/6/2024).
"Apa yang kami lihat adalah, adanya permasalahan-permasalahan tertentu yang mengikat sehubungan dengan pemungutan pajak. Baik permasalahan tersebut diselesaikan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang ada atau melalui pemerintahan baru," jelasnya.
Habib Rab juga menyoroti pemerintahan baru yang tetap menargetkan tingkat defisit APBN di bawah 3% dari produk domestic bruto (PDB).
"(Rencana ini) dapat memberikan dampak positif yang penting terhadap sumber daya manusia," katanya.
"Namun semua itu sesuai dengan aturan fiskal yang berlaku saat ini. Jadi kita akan melihat rincian dengan anggaran baru segera setelah pemerintahan baru masuk," pungkas Habib Rab.
Ekonom Bank Dunia itu juga menyebutkan, pihaknya sudah mendapat sinyal bahwa kebijakan tersebut akan diterapkan sesuai peraturan fiskal yang ada di Badan Penerimaan.
Prabowo Subianto Mau Pisahkan Pajak dan Bea Cukai dari Kemenkeu, Apa Manfaatnya?
Diwartakan sebelumnya, Prabowo Subianto telah mengungkap rencananya memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurutnya, ini bisa mengerek pendapatan ke kas negara.
Prabowo bilang, nantinya dua departemen ini akan digabung menjadi satu badan, yakni Badan Penerimaan Negara (BPN). Ini juga jadi konsep yang bakal diterapkannya dengan mencontoh langkah negara lain yang memisahkan pembuat kebijakan dan pengumpul pajak.
"Memang ya kita terus terang saja kita ini sebagai negara, sebagai bangsa, kita perlu berani belajar dari pengalaman orang lain dan di banyak tempat di negara maju memang agak dipisahkan antara policy making, Kemenkeu dan tax collection dan revenue collection," bebernya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, di Jakarta pada 8 November 2023 lalu.
Dia menyebut konsep ini tengah digodok oleh tim pakar yang membantunya ini. Mulai dari kajian, simulasi hingga studi banding dengan negara atau pihak lain yang sudah pernah menjalankan konsep ini.
Menteri Pertahanan ini melihat adanya peluang peningkatan pendapatan negara jika dibentuk Badan Pendapatan Negara. Mengutip bahan paparannya, dibentuknya BPN ini akan meningkatkan rasio pendapatan negara menjadi 20 persen terhadap PDB.
Advertisement
Rasio Pajak Terhadap PDB Masih Rendah
Saat ini, dia mengatakan, rasio pendapatan terhadap PDB masih berada di 11,8 persen per 2021. Sementara, rasio pajak terhadap PDB masih 9,1 persen.
"Seandainya dengan manajemen yang baik di departemen Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai penerimaan kita, kita bisa perbaiki dengan IT dengan komputerisasi dan sebagainya. Kita bisa hitung 8 persen dari 1.500 miliar dolar peningkatannya cukup signifikan, saudara-saudara sekalian, ratusan miliar dolar tambahan anggaran kita," bebernya.
"Dan dengan itu, kita bisa investasi kita akan menjadi tidak hanya swasembada pangan, saya yakin kita bisa jadi lumbung pangan dunia," sambung Prabowo.