Liputan6.com, Jakarta Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae memuji ketahanan sektor perbankan dalam negeri, di tengah guncangan sektor jasa keuangan secara global.
Dian menyoroti perkembangan industri perbankan di kuartal kedua 2024 ini yang masih dibayangi memanasnya tensi geopolitik, salah staunya dampak dari instalasi konflik di Timur Tengah, maupun perang Rusia dan Ukraina.
Advertisement
Adapun kebijakan suku bunga ketat secara global dan cenderung high for longer, pertumbuhan ekonomi antar negara yang mengalami divergensi, belum pulihnya aktivitas manufaktur global, serta disrupsi rantai pasok yang memicu gejolak harga sejumlah komoditas utama.
"Tidak dapat kita pungkiri bahwa kondisi yang terjadi pada satu belahan bumi dapat mempengaruhi ekonomi suatu negara di belahan bumi lain, dan bahkan berimbas pada sektor jasa keuangan secara global," ujar Dian dalam Webinar Pertumbuhan Kredit di Tengah Ancaman Risiko Global yang disiarkan pada Selasa (25/6/2024).
"Di tengah bayang-bayang tersebut dapat kami informasikan bahwa kinerja industri perbankan pada April 2024 masih tetap resilien dan stabil, didukung oleh kinerja intermediasi perbankan yang meningkat," ujarnya.d
Dian mencatat, bahwa pada bulan April 2024 kredit mencapai sebesar Rp. 66,05 Triliun atau tumbuh sebesar 0,91% month-to-month.
Adapun secara tahunan, kredit melanjutkan pertumbuhan double digit 13,09% year-on-year menjadi Rp. 7.310,7 triliun.
Kredit UMKM juga tercatat meningkat sebesar 7,30% year-on-year dari sebelumnya 6,83% sehingga porsi kredit UMKM terjaga di Kisaran 20%.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, Dian menambahkan, Dana Pihak Ketiga atau DPK juga mengalami pertumbuhan positif.
DPK
Pada April 2024 DPK tercatat sebesar 0.60% month-to-month atau meningkatkan sebesar 8,21% year-on-year menjadi Rp. 8.653 triliun dengan giro menjadi kontributor utama yaitu tumbuh 11,81% year-on-year.
"Meningkatnya fungsi intermediasi perbankan juga mempengaruhi terjaganya tingkat produktivitas di tengah kondisi suku bunga yang sedikit meningkat," bebernya.
Permodalan atau CAR perbankan juga masih di level yang cukup tinggi, yaitu sebesar 25,99% sehingga dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global tersebut, lanjut Dian.
"Diantara berbagai rapor hijau kinerja industri perbankan, beberapa hal yang menjadi perhatian adalah kualitas kredit yang harus tetap menjadi perhatian meskipun sampai saat ini masih terjaga dengan rasion NPR Net dan Gross perbankan sebesar 0,81% dan 2,33%," tambah dia.
Advertisement
OJK Kalah Banding soal Kasus Kresna Life, Negara Rugi?
Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang membatalkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menuai kritik dari pengamat sektor keuangan.
Salah satu yang angkat suara adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Budi Frensidy.
Budi mempertanyakan putusan PTUN tersebut karena status Michael Steven, bos Kresna Life, yang masih sebagai tersangka kasus gagal bayar.
Ia juga tengah dikejar OJK untuk membayar ganti rugi kepada para korban. Menurut Budi, putusan PTTUN ini jelas akan merugikan pemerintah dan pemegang polis.
"Bagaimana mungkin pengadilan berpihak kepada dia saat statusnya masih tersangka dan belum ditangkap? Ini kan tidak masuk akal karena ini merugikan masyarakat dan pemerintah yang menjalankan tugasnya untuk mengawasi dan melindungi para nasabah," tegas Budi, Senin (24/6/2024).
Penetapan Tersangka
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan Michael Steven sebagai tersangka kasus gagal bayar di perusahaan terafiliasi PT Kresna Sekuritas. Ketiga perusahaan tersebut berada di bawah kendali Michael sebagai penerima manfaat akhir.
Michael diduga mengarahkan Kresna Sekuritas untuk memfasilitasi pencarian pendanaan oleh PUP dan MSA melalui program equity link agreement dan jual beli gadai saham ke nasabah. Program ini telah berlangsung sejak 2017 dan meraup dana sebanyak Rp 337,40 miliar.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena Kresna Life memiliki banyak nasabah yang dirugikan akibat gagal bayar. Putusan PTUN yang membatalkan pencabutan izin usaha Kresna Life dikhawatirkan akan semakin memperlambat proses penyelesaian kasus ini dan memperparah kerugian para nasabah.
Advertisement