Liputan6.com, Jakarta - Kratom yang mulai dikenal sebagai tanaman herbal menarik perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah Indonesia.
Akhir pekan lalu, Jokowi mengumpulkan menteri dan kepala lembaga untuk membicarakan soal kratom.
Advertisement
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko, sejauh ini kratom sudah ditanam oleh 18.000 petani. Dan masih diteliti oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) didampingi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Meski masih diteliti, sebagian masyarakat di beberapa daerah sudah memanfaatkan kratom untuk konsumsi pribadi hingga ekspor. Hal ini menimbulkan polemik lantaran sejak 2016 kratom tak boleh digunakan sebagai obat tradisional oleh BPOM.
Hal ini pun mengundang tanggapan dari anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membidangi kesehatan, Edy Wuryanto.
Ia yang sudah mengamati dinamika kratom di masyarakat berpendapat bahwa polemik terhadap tumbuhan bernama latin Mitragyna speciosa tidak bisa diselesaikan terburu-buru.
“Tidak bisa memilih antara keuntungan ekonomi atau keamanan masyarakat yang menggunakan. Jadi harus nunggu penelitiannya dulu,” ujar Edy dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (25/6/2024).
Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan jika Surat Edaran (SE) Kepala BPOM no HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan sudah jelas.
Sehingga, manfaat kratom yang diklaim bisa menambah stamina, mengatasi nyeri, dan mampu meningkatkan suasana hati ini harus dibuktikan secara ilmiah.
Pengujian Kratom Tak Perlu Buru-Buru
Edy menyarankan, pengujian terhadap kratom tak perlu dipercepat atau terburu-buru demi mendapat hasil yang tepat.
“BRIN telah diperintahkan untuk melakukan uji klinisnya dan didampingi BPOM. Tahapan setiap pengujian harus dilakukan, tidak perlu dipercepat karena ini tidak urgent seperti vaksin saat COVID-19,” kata Edy.
BNN sejauh ini memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Alkaloid ini juga yang memberi efek meningkatkan energi.
Advertisement
Negara yang Larang Penggunaan Kratom
Tak hanya Indonesia, beberapa negara juga melarang penggunaan kratom. Contohnya di:
- Denmark
- Polandia
- Swedia
- Irlandia
- Malaysia
- Myanmar
- Australia.
Pelarangan berdasar pada kandungan atau zat yang ada dalam kratom yang disinyalir tergolong sebagai narkotika.
BNN Sebut Kratom adalah Narkotika
Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan jelas menyatakan bahwa kratom adalah narkotika.
“Melihat fakta pelarangan kratom di berbagai negara dan pernyataan BNN yang menyatakan kratom adalah narkotika, maka yang harus dilihat tidak hanya nilai ekonomi dari kratom saja tapi juga keselamatan masyarakat,” kata Edy.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menambahkan, sebagai mitra Komisi IX, BPOM diminta untuk melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan. Baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri.
“Dikatakan Plt Kepala BPOM beberapa waktu lalu jika penelitian kratom ini masih uji pada hewan, maka sebaiknya tidak ada unsur promosi agar menggunakan kratom dengan embel-embel tertentu. Saya tekankan jika proses pengujian ini harus betul-betul cermat karena ini nanti berdampak pada masyarakat,” pungkasnya.
Advertisement