Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama mengklaim Garuda Indonesia mengubah dengan sengaja rute kepulangan 46 kelompok terbang (kloter) jemaah haji. Namun, klaim itu langsung dibantah Pengamat Penerbangan Gatot Raharjo.
Gatot menegaskan, perubahan rute penerbangan termasuk dampaknya terhadap keterlambatan penerbangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Maka, dia menegaskan, perubahan itu tak sebatas menjadi kesalahan maskapai Garuda Indonesia.
Advertisement
"Ini kok sepertinya kurang koordinasi apa nggak mau koordinasi? Kemenag harusnya tahu kalau keterlambatan penerbangan itu faktornya banyak," ujar Gatot kepada wartawan, Rabu (26/6/2024).
Dia menerangkan, beberapa faktor itu diantaranya terkait teknis, operasional penerbangan yang mencakup bandara hingga navigasi, faktor alam mencakup cuaca dan bencana alam, sampai faktor lain seperti terorisme, demo, atau perubahan kebijakan pemerintah.
Gatot menyayangkan pernyataan Kemenag yang disampaikan secara luas. Dia menilai, seharusnya ada upaya untuk ditelusuri lebih dulu penyebab berubahnya rute 46 kloter jemaah haji.
"Kemenag harusnya cari tahu dulu alasannya terlambat atau perubahan bandara karena apa? Di sana kan ada VP Haji-nya Garuda.Kalau memang masalah teknis dari Garuda, bolehlah di-blow up buat perbaikan. Tapi jangan-jangan masalahnya operasional atau kebijakan dari pemerintah Saudi atau bencana alam," ucapnya.
"Perubahan bandara di penerbangan itu tidak gampang. Tidak seperti bus yang tinggal pindah terminal. Di penerbangan proses-nya panjang. Apalagi jumlah penerbangannya banyak. Pasti ada alasan tertentu," sambung Head of Data and Publication INACA ini.
Komplain Kemenag
Sebelumnya, Ketua Komnas Haji Kemenag, Mutolih Siradj menyalahkan Garuda Indonesia atas perubahan rute kepulangan jemaah haji. Ada 46 kloter jemaah yang mulanya berangkat dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, berubah titik pulang melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
Untuk diketahui, pergerakan jemaah haji Indonesia terbagi dalam dua gelombang. Pertama, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara AMAA Madinah, lalu ke Madinah, Makkah, baru pulang melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah. Kedua, jemaah haji dari Tanah Air mendarat di Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah, lalu ke Makkah, Madinah, baru pulang melalui Bandara AMAA Madinah.
"Perubahan jadwal penerbangan yang mendadak sangat merepotkan, bukan saja bagi jemaah tetapi tentu petugas dan berpotensi menambah beban biaya (cost) diluar skema," kata Mustolih dalam keterangannya.
Dia bilang, perubahan rute kepulangan itu bisa membuat jemaah kelelahan dari jauhnya jarak tempuh. Di sisi lain, berpotensi menimbulkan biaya-biaya tambahan. Dia juga menyoroti perlu adanya perubahan sisten khusus yang dilakukan Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi soal rute yang berubah tadi.
"Perubahan ini memecah konsentrasi petugas. Dalam kondisi normal, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daker Bandara, semestinya terkonsentrasi mengawal pemulangan jemaah haji gelombang I di Jeddah. Akibat perubahan rute, petugas harus membagi pelayanan di Madinah. Hal ini bisa berdampak menurunnya layanan petugas sehingga tidak optimal," bebernya.
Advertisement
Minta Evaluasi
"Konsekwensi lanjutannya mengharuskan penyiapan layanan tambahan di Madinah di luar jadwal yang telah direncanakan yang mencakup akomodasi, konsumsi, dan transportasi sehingga menambah beban biaya baru," sambung Mustolih.
Lebih lanjut, Mustolih meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk melakukan evaluasi terhadap Garuda Indonesia. Dia mengaku kecewa atas layanan penerbangan yang dijalankan.
"Atas kejadian tersebut Menteri Agama dan DPR harus melakukan evaluasi secara menyeluruh kepada Garuda karena telah memberikan pelayanan yang sangat mengecewakan, tidak sesuai dengan komitmen dan apa yang dijanjikan selama ini sehingga mengakibatkan kerugian materiil dan imateriil kepada ribuan jemaah," pinta Mustolih.
Dia turut meminta Kementerian Perhubungan untuk menegur manajamen Garuda yang merubah jadwal kepulangan jemaah haji tadi. Bahkan, dia menuntut maskapai pelat merah itu untuk ganti rugi.
"Garuda harus bertanggungjawab termasuk memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada Jemaah sesuai dengan regulasi penerbangan. Terlebih alasan perubahan penerbangan tersebut sampai sekarang tidak diungkap secara jelas," pungkasnya.