Liputan6.com, Jakarta - Umumnya, konflik diartikan keadaan ketidaksepakatan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih, yang bisa muncul karena perbedaan kepentingan, nilai, atau tujuan.
Ulama kharismatik KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha pernah membahas persoalan konflik dengan cara yang adem, dengan contoh yang lugas. Bahkan menyitir ulama besar Imam Syafi'i.
Gus Baha menyampaikan pandangan dan khazanah ilmu yang bisa membantu masyarakat dalam menghadapi situasi konflik dengan lebih bijak.
Menurut Gus Baha, banyak konflik yang terjadi di masyarakat sebenarnya bermula dari perasaan tersinggung.
"Saya punya sekian Khazanah tentang mengelola tersinggung," ujarnya, seperti yang tayang di kanal YouTube @AlGhifari27.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Ketika Dihujat Imam Syafi'i Cuma Respons Begini
Ia menekankan pentingnya mengelola perasaan tersebut agar tidak berkembang menjadi konflik yang lebih besar.
Gus Baha menceritakan sebuah kisah tentang Imam Syafi'i yang dapat dijadikan contoh dalam menghadapi perasaan tersinggung.
"Saya berkali-kali cerita itu suatu saat Imam Syafi'i didatangi orang yang mencium tangan dan menghormatinya. Namun, setelah itu orang yang sama menghujatnya," ungkapnya.
Ketika santri melaporkan kejadian tamu yang menghujatnya tersebut, Imam Syafi'i hanya tertawa. "Baguslah saya wibawa, di depan saya, tidak berani menghujat. Anggap enteng saja," kata Gus Baha menirukan percakapan Imam Syafi'i.
Gus Baha menambahkan, bahwa Imam Syafi'i tidak merasa tersinggung dan justru melihatnya sebagai bukti bahwa orang tersebut menghormatinya di hadapan banyak orang.
Gus Baha menjelaskan bahwa tidak perlu merasa tersinggung ketika seseorang berbicara buruk di belakang kita.
"Dibilang munafik atau apalah, bilang saja Alhamdulillah saya wibawa, buktinya di depan saya tidak berani," ujar Gus Baha menirukan Imam Syafi'i.
Sikap seperti ini menunjukkan kebijaksanaan dalam menghadapi penghinaan atau kritik dari orang lain.
Advertisement
Kisah Lain Mengenai Imam Syafi'i
Selain itu, Gus Baha juga menceritakan kisah lain tentang Imam Syafi'i. "Diceritakan lagi, ada kisah orang separuh dari kampung ini enggak suka jenengan Imam Syafi'i karena engkau terlalu berbicara hak," katanya.
Imam Syafi'i menanggapi hal ini dengan bijak, mengatakan bahwa jika orang-orang tidak menyukainya, berarti mereka tidak akan meminta hutang padanya.
Menurut Gus Baha, sikap seperti ini sangat penting dalam mengelola konflik. "Baguslah kalau enggak suka saya. Berarti enggak ngutang saya yang masalah tuh yang suka-suka itu bisik-bisiki minta-minta," lanjutnya.
Dengan demikian, Imam Syafi'i menganggap enteng masalah tersebut dan tidak mempermasalahkannya.
Gus Baha menegaskan bahwa kemampuan untuk mengelola konflik dengan cara yang ringan dan bijak adalah kunci untuk hidup damai.
"Jika anda sudah bisa mengelola konflik seperti itu, hidup akan terasa lebih ringan," katanya.
Pesan Gus aha ini mengajak semua orang untuk tidak terlalu mengambil hati setiap ucapan atau tindakan yang mungkin menyinggung perasaan.
Melalui ceramahnya, Gus Baha mengingatkan bahwa konflik sering kali bisa dihindari jika kita mampu mengelola perasaan tersinggung dengan bijak. Ia mengajak masyarakat untuk belajar dari teladan Imam Syafi'i dalam menghadapi penghinaan atau kritik dengan sikap yang tenang dan bijaksana.
Pengelolaan konflik, menurut Gus Baha, bukan hanya tentang bagaimana kita merespons secara langsung, tetapi juga tentang bagaimana kita mengelola perasaan kita sendiri.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul