Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Djakarta Lloyd, Achmad Agung mengungkapkan tantangan pengangkutan LNG di Indonesia, khususnya kawasan timur. Untuk mengirimkan LNG ke Indonesia timur dibutuhkan satu kapal khusus.
Pada konteks membangun kapal logistik termasuk pengangkut LNG, Indonesia tidak kalah dari segi konsep dan pendekatan teknologinya. Hanya saja, ada keterbatasan ruang pendanaan untuk menunjang hal itu.
Advertisement
Maka, pihaknya membuka peluang adanya pendanaan dengan menggandeng perusahaan asal China, Guangzhou Group.
"Dibutuhkan satu pendekatan teknologi dan pendekatan kapal yang tepat, desainnya yang tepat dan kita yang menginisiasi itu, kita punya desainnya, kita punya konsepnya, ktia coba tawarkan ke pihak (China), dalam artian pendanaannya ya, kan kita kan pasti ada keterbatasan dari masalah pendanaan masalah investasi, terus terang aja, kalau teknologinya kita enggak kalah," tutur Agung di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (27/7/2024).
Informasi, BUMN Logistik, PT Varuna Tirta Prakasya (VTP) resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Guangzhou Group untuk membangun kapal angkut khusus. Ini nantinya disesuaikan dengan kebutuhan logistik nasional, termasuk berupaya menekan biaya angkutnya.
"Jadi mencoba mengisiasi atas inisiatif ini, itu kedepannya kita mencoba membuka inisiasi, kita mencoba menggali mengeksplor kemungkinannya misalkan kapal dibangun di Indonesia," katanya.
Agung melihat peluang angkutan LNG ke pembangkit listrik berskala kecil di beberapa titik di Indonesia. Guna menjangkau itu, perlu kapal berkapasitas lebih kecil untuk menekan biaya. Pasalnya, operasional kapal angkut LNG yang lazim beroperasi di Indonesia biasanya berukuran besar.
"Kan kapal ini sederhana, itu yang saya bilang tadi, konsepnya ini unik, jadi bukan kapal yang seperti tanker, LNG carrier itu mahal sekali. Sekarang gambarannya gini, kalau di Indonesia itu kebutuhannya yang saya bilang tadi pembangkit listrik PLN yang kecil-kecil itu itu kebutuhannya cuma 2,5 mmscfd per day," urainya.
"Kalau (pakai) kapal yang segede gambreng itu, itu bawanya besar sekali, bahkan ratusan kali lipat. Which is mahal kan. Padahal istilahnya kita bawa kapal gede cuma buat ngeteng pasti sangat mahal. Gak akan terjangkau secara ekonomis," sambung Agung.
Tak Bisa Menggunakan Pipa
Lebih lanjut, Agung mengatakan, kondisi geografis Indonesia tidak memungkinkan untuk mendistribusikan LNG dengan pipa. Utamanya menyalurkan ke pulau-pulau yang mengharuskan melewati lautan.
"Kalau Indonesia seperti Australia, seperti China yang dia itu continent grace, benua, dia bisa dijangkau pakai pipa, kalau Indonesia gak bisa pakai pipa, karena itu melewati laut palung segala macam gak mungkin," sebutnya.
Meski diakui distribusi menggunakan pipa merupakan yang paling murah di dunia. Agung menegaskan, pengapalan dengan ukuran lebih kecil bukan menjadi yang pertama diusung. Konsep serupa sudah dijalankan di wilayah Amerika Latin dan kawasan segitiga bermuda.
"Di daerah Amerika Latin, di segitiga bermuda itu sudah banyak menggunakan konsep seperti ini. Di India jadi memang dia itu meng-cascade atau memecah volume LNG yang biasanya (diangkut)," ucap dia.
"Kalau yang gede-gede untuk melayani kalster yang besar ya oke kita pakai kapal yang itu ya. Tapi kalau misalkan kebutuhannnya cuma 1.200, 1.100 (meter kubik) ngapain kita pakai yang besar-besar. Satu, harganya mahal, pelabuhan kita gak bisa masuk juga gitu. Padahal pelabuhan ktia banyak pelabuhan kita di sebelah timur itu masih tradisional, masih less develop lah," sambung Achmad Agung.
Advertisement
Varuna Tirta Prakasya Gandeng Perusahaan China
Diberitakan sebelumnya, PT Varuna Tirta Prakasya (VTP) menjalin kerja sama dengan perusahaan asal China untuk membangun kapal logistik khusus. Nantinya, kapal itu akan disesuaikan dengan kondisi pelayaran di Indonesia.
Direktur Utama VTP Adi Nugroho menyampaikan, Indonesia saat ini membutuhkan kapal logistik yang cocok untuk mengangkut ke wilayah Indonesia Timur. Termasuk dalam pengangkutan LNG ke beberapa titik di wilayah tersebut.
"Kita suka tidak suka, kita harus mengakui juga, kita kekurangan kapal pada saat ini kalau lihat dari berita-berit juga sudah jelas bahwa banyak pembangunan terutama di Indonesia Timur dan kapal agak sulit pada waktu tertentu," kata Adi usai penandatanganan MoU di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (27/7/2024).
Diketahui, VTP menggandeng Guangzhou Group asal China dalam upaya pengembangan ini. Nantinya, kapal yang dibangun akan memiliki daya angkut lebih kecil, menyesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia. Kesepakatan awal ini membuka kemungkinan adanya pendanaan proyek tersebut.
"Ini adalah bagian upaya kita untuk bisa melengkapi kekurangan kapal yang memang kita butuhkan dan kita juga mencari jenis-jenis alat transportasi seperti kapal yang memang dibutuhkan dan selain itu juga lebih efisien dan efektif di perairan kita," tuturnya.
Karakteristik
"Karena tidak semua pelabuhan di Indonesia Timur utamanya itu well equipped ya, proper atau layak untuk didarati oleh beberapa kapal," sambungnya.
Adi menegaskan, distribusi menggunakan kapal besar saat ini untuk mengangkut LNG, misalnya, membutuhkan biaya yang mahal. Karena butuh dipindahkan ke kapal yang lebih kecil.
"Bahkan kapal-kapal besar itu terpaksa harus ship to ship, jadi ini biayanya tinggi, biaya mahal dan memerlukan waktu yang lama. Nah kita coba cari kapal juga yang lebih efisien dalam hal penggunaan waktu," jelasnya.
Advertisement